Ironis mungkin adalah kata yang tepat untuk menggambarkan suasana Brazil saat ini. Untuk pertama kalinya dalam sejarah, Raja sepak bola, Brazil, yang merupakan tuan rumah gelaran piala dunia 2014, dilibas oleh Der Panzer dengan skor yang sangat mencolok, 1-7. Sebelumnya, Brazil pernah dikalahkan Uruguay dengan skor 0-6 puluhan tahun silam di ajang Copa America.
Sulit rasanya menggambarkan situasi rakyat Brazil saat ini. Sebagian besar rakyat Brazil memang tidak menginginkan adanya piala dunia di negara mereka. Ditengah krisis finansial seperti saat ini, tabungan negara lebih berguna jika digunakan untuk pembangunan dan memfasilitasi rumah sakit dan sekolahan. Demonstrasi mengepung Brazil. Pemerintah tetap jalan. Stadion-stadion direnovasi, dipercantik, atau dibangun dari awal. Pembengkakan dana (diduga korupsi) terjadi hampir disetiap pembangunan. Jalan menuju atau keluar stadion juga tak lepas dari perhatian. Semua dikebut. Kejar target. Bahkan jalan dibersihkan dari para pengemis dan anak jalanan yang kabarnya mereka diculik dan dibunuh oleh pemerintah Brazil demi kenyamanan para wisatawan, menurut laporan jurnalis Denmark, Mikkel Johnson.
Lalu apa yang salah dengan permainan Brazil malam tadi?
Tim asuhan Philipe Scolari saat ini adalah tim yang sama dengan piala konfederasi tahun lalu. Di mana mereka menjuarainya dengan mengandaskan perlawanan juara piala dunia 2010, Spanyol. Lalu setelahnya tidak ada yang berubah dari materi pemain dan formasi yang digunakan Big Phil. Tak ada pemain yang ke luar masuk skuat Brazil sejak saat itu. Itulah the winning team Scolari.
Scolari merupakan pelatih yang tidak gemar merotasi pemain. Dan hal buruk terjadi ketika pada akhirnya ia harus kehilangan 2 pemain andalannya, Thiago Silva dan Neymar. Kehilangan Silva dinilai lebih berpengaruh dalam permainan Brazil menurut sebagian orang. Sebagai gantinya, Big Phil menurunkan Dante, pemain yang belum pernah sekalipun menyicipi atmosfir piala dunia, dan pemain minim pengalaman asal klub Shakhtar, Bernard. Hasilnya adalah Dante menjadi bulan-bulanan para attacker Der Panzer dan Bernard tak mampu berbuat banyak ketika berada di final third pertahanan Jerman. Boateng menari-nari dihadapannya.
Big Phil sukses dalam memilih memainkan Maicon ketimbang Dani Alves. Maicon mempunyai kemampuan menyerang yang sama dengan Alves, namun dalam track back, Alves tidak sebaik Maicon dalam bertahan. Mengetahui kekuatan sisi Brazil ada di wilayah kanan pertahanan mereka, Jerman mencoba mengeksploitasi sisi kiri Brazil yang di kawal Marcelo. Dan ternyata terbukti tepat.
Memang bukan malamnya Marcelo saat itu. Gol pertama memang terjadi melalui bola mati, namun bola mati itu tercipta karena Marcelo yang gagal menghalau bola. Dan setelahnya, semacam ada kesalahan komunikasi antar lini belakang Brazil, Marcelo 2 kali ke luar dari line barisan pertahanan dan tertinggal di belakang, yang menyebabkan gagalnya perangkap offside Brazil untuk para penyerang Jerman. Hal tersebut memberikan 2 gol tambahan untuk Der Panzer melalui Klose dan Toni Kroos. Klose sukses membalaskan dendamnya 12 tahun silam. Juga mematahkan rekor gol legenda Brazil, Ronaldo.
This is not Brazil that we used to know. Tidak ada jogo bonito dalam pilihan taktik Brazil saat ini. Brazil saat ini lebih mementingkan kemenangan ketimbang bermain indah. Bahkan cenderung bermain kasar dan mengulur-ngulur waktu dalam beberapa pertandingan terakhir. Sebagai contoh, Brazil melakukan 31 dari total 54 pelanggaran yang terjadi saat Brazil mengalahkan Kolombia di perempat-final beberapa waktu lalu. Dalam pertandingan tersebut anda bisa melihat apa saja yang terjadi saat James Rodriguez memegang bola.
Biarpun demikian, permainan Brazil kerap menegangkan dan memikat penonton untuk menyaksikannya. Pemain Brazil layaknya tentara yang tak henti-hentinya menyerang dan juga tak segan menjatuhi lawan. Salah satu pertandingan terbaik Brazil adalah ketika berhadapan dengan Chile di babak 16 besar. Kita seperti disajikan ertandingan basket yang cepat dalam transisi ketika menyerang dan bertahan. Para pemain Brazil juga kerap terlihat menitihkan air mata saat menyanyikan lagu kebangsaan mereka. Karena seperti kata David Luiz setelah kekalahan atas Jerman malam tadi, "Semua tahu, kami ingin membahagiakan rakyat Brasil, walau itu hanya lewat sepak bola."
Di tengah krisis seperti ini, menjuarai piala dunia merupakan balasan setimpal untuk kesengsaraan rakyat Brazil. Tapi apa daya, inilah kondisi yang menggambarkan negara Brazil saat ini. Termasuk sepak bolanya.
Mengutip kata-kata dari Samuel Bukti, sepak bola adalah tentang kemenangan dan kekalahan. Itu jamak, sebenarnya. Namun, bagi skuat Selecao saat ini, kekalahan bukanlah sesuatu yang bisa diterima dengan lapang dada. Mereka kalah justru di saat menginginkan kemenangan. Mereka kalah justru di saat rakyat Brazil sedang berada di titik nadir. Mereka kalah justru di saat ingin menghapus memori kelam di Stadion Maracana, enam puluh empat tahun yang silam.