Mohon tunggu...
Sutan Hartanto
Sutan Hartanto Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Seorang pendidik yang belajar menulis. Pemilik dan pengelola situs : http://www.kisah-cinta.com Pendiri dan pengembang situs sekolah: http://www.pelangi-indonesia.net

Selanjutnya

Tutup

Politik

Bahasa Toilet

21 Maret 2015   23:52 Diperbarui: 17 Juni 2015   09:18 105
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Perkembangan mutakhir mengenai pembahasan RAPBD DKI diramaikan dengan bahasa toilet dan polemik tentangnya. Namanya polemik, tentu ada yang pro ada pula yang kontra.

Hmm, bagaimana ya. Secara pribadi maupun karena alasan profesi, saya memang lebih suka bahwa bahasa digunakan secara santun. Tapi begini, bahasa dan kata-kata memang terbatas. Kemampuan bahasa dan kata-kata untuk mengungkapkan fakta, pikiran, opini maupun perasaan memang terbatas. Tak jarang kita kekurangan istilah untuk mengungkapkan hal-hal yang ada dalam pikiran kita, terutama hal-hal yang luar biasa.

Dulu saya mempunyai seorang teman. Dia kreatif, idealis, jeli, cerdas, cermat dan lugas dalam mengutarakan pikiran maupun perasaannya. Dia juga rajin mengkritisi berbagai hal, dan sebagian besar kritikannya masuk akal dan sesuai dengan kenyataan. Tetapi banyak orang, teman-temannya (yang teman-teman saya juga) menganggap dia hobby omong besar, arogan, suka melebih-lebihkan dan, hmm...kurang santun dalam berbicara.

Karena urusan pertemanan dan kegiatan bersama, saya sering mengobrol dengan dia. Sebelumnya saya juga sependapat dengan orang-orang itu, terutama bahwa dia suka melebih-lebihkan dalam mengritik atau memuji orang lain. Dia akan menggambarkan dengan detail (kadang penuh luapan perasaan) tentang seseorang. Saya kadang skeptis, benarkah si A betul-betul seperti yang dikatakannya (dengan detil dan penuh luapan perasaan tadi). Kemudian saya mencoba mengamati si A, sikapnya, perilakunya, hal-hal yang dilakukannya pada situasi-situasi tertentu, semacam itulah. Sering terjadi, bahwa kenyataannya jauh lebih (parah atau baik) dari yang (bisa) dia gambarkan.

Bisa jadi, Ahok juga menghadapi situasi semacam ini. Beliau kekurangan istilah untuk menggambarkan apa yang dihadapinya. Kenyataan sesungguhnya bisa jadi lebih "toilet" dari itu. Entahlah.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun