Mohon tunggu...
Sutan Pangeran
Sutan Pangeran Mohon Tunggu... Wiraswasta - Bersahabat

WhatsApp 0817145093

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

MUI Terima Pengaduan Pengobatan Alternatif Ustad UGB

17 Februari 2014   03:09 Diperbarui: 24 Juni 2015   01:45 354
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Pengobatan alternative Ustad UGB yang biasa tampil di Jak TV diadukan oleh pasien yang merasa diperdaya oleh Ustad UGB. Mereka diterima Wakil Sekjen Majelis Ulama Indonesia (MUI) DR.H.Amirsyah Tambunan, pada Sabtu (14/2) siang di kantor MUI,Jakarta. Dalam keterangannya Hj.Yarnelly (74) merasakan keheranan, mengapa keluhan sakit di kaki yang telah dirasakan 2 tahun belakangan ini dianggap seakan terkena “kiriman” orang jahat berupa santet. Ibu dan anaknya Suta didampingi kuasa hukum sejumlah lawyer yang tergabung dalam Law Emporcement Watch (LEW) Denny Ardiansyah Lubis SH MH menceritakan bagaimana kisah yang dialaminya, Jumat (7/2) siang saat Hj.Yarnelly dan Nurcayati (94) selaku orang tuanya berobat ke Padepokan Silaturahmi Ustad Susilo Wibowo alias Ustad Guntur Bumi (UGB). Pengalaman yang dialami itulah yang membawa Hj. Yarnelly menyampaikan uneg-unegnya ke MUI. Ia berharap praktik menyimpang yang dilakukan UGB tidak berlanjut dan merugikan masyarakat lainnya.

Wakil Sekjen MUI Amirsyah Tambunan yang didampingi staf MUI Bidang Pendidikan Arief, menjanjikan kepada pasien dan para lawyer pendamping yang juga dikawal oleh Forum Umat Islam Peduli Korban UGB, Nur Hidayat dkk bahwa MUI akan membawa persoalan ini ke Rapim pada Selasa (18/2) pagi.

Amirsyah menjelaskan, bahwa MUI memang tidak bersifat aktif, namun pasif sehingga menunggu dulu keluhan dari masyarakat sebelum melakukan tindakan. Oleh karena itu ia berjanji akan memasukkan pengaduan korban praktik UGB ke dalam materi Rapim, Selasa, 18 Pebruari mendatang di Kantor MUI.

Dalam keterangannya ke MUI, Hj.Yarnelly mengatakan keheranannya, mengapa keluhan kaki yang menurut dokter karena “bergeser” (sehingga ia pernah memakai tongkat berkaki empat sampai tidak lagi memakainya) hanya diolesi Rhemason. Yang lebih membuatnya heran, stafUGB mampu mengeluarkan sejenis kawat-kawat halus dari atas kepalanya. Hal yang sama juga dialami oleh ibunya, Nurcayati (94) dan pendamping mereka, Suta, selaku anak atau cucu mengeluarkan kawat-kawat kecil dan halus di atas kepalanya setelah para ustad itu meminta mengusap rambut di kepala masing-masing.

Tidak luput keheranan itu, setelah mendengar penjelasan UGB selepas Magrib Hj. Yarnelly ia semakin terseret dalam arus pikiran sang ustad yang menjelaskan kepada semua pasien dan pendamping dalam ruang praktik sang ustad bahwa penyakit itu dapat dibagi 2 kategori, yaitu penyakit fisik dan non fisik. Jenis penyakit fisik dapat diobati oleh dokter dan tabib lainnya, namun penyakit non fisik berasal dari “kiriman” orang yang iri dan jahat pada seseorang alias santet atau teluh yang dilakukan seseorang untuk mencelakakan orang tidak disukai.

Pada saat giliran dipanggil, Hj.Yarnelly, Nurcayati, dan pendampingnya Suta, dan menantunya,Mamik, bukan lagi perasaan heran, namun telah berganti takut! Sang UGB mampu mengeluarkan belatung dari kepalanya, kepala Nurcayati, kepala Suta, dan leher belakang Mamik! Bukan itu saja di kaki kirinya keluar pula “kaki kecoak”.

Mendengar penjelasan UGB bahwa satu dari keempat orang yang sedang menjalani pengobatan ini akan menjadi “korban” santet, maka semakin takutlah Hj.Yarnelly. Jadi, bagaimana solusinya,pak Ustad?Insya Allah, kami akan menjaga ibu dan bapak sekalian, yaitu akan kami “pagari”, namun dengan syarat mengqhatam-kan 30 juz Al-Quran sebelum bedug Subuh (Sabtu,8/2) terdengar. Kalau tidak bisa maka dibadalkan (diwakili) saja oleh para santri UGB di Ponpes Assidiqie, Desa Cijeruk, Bogor. Untuk semua itu, UGB meminta sejumlah uang senilai 25 juta (setelah tawar-menawar) sebagai biaya badal sekaligus memotong hewan kerbau Mina.

Dengan serta Hj. Yarnelly mencopot 3 bentuk cincin emas yang dikenakannya dan dengan segera ditimbang UGB, hanya 7 gram totalnya. Karena tidak mencukupi dengan nominal yang diminta UGB, maka diputuskan agar pasien segera melunasi dengan cara mengirim staf-nya untuk mengambil kekurangannya di rumah pasien. Praktis, usai pengobatan pasien diikuti oleh 3 orang staf UGB ke rumah Hj.Yarnelly di Tangerang. Seluruh emas yang ada di rumah pun dikumpulkan dan disetor (tanpa tanda terima) kepada staf utusan UGB. Sayangnya, hanya ada 25 gram emas. Total semua yang telah disetor Jumat itu hanya 32 gram plus pembayaran 1 juta rupiah uang pendaftaran (per orang Rp.500.000).

Karena merasa tidak mendapatkan perlakuan pengobatan yang wajar, Hj. Yanelly sadarlah bahwa ia telah tertipu dengan praktik pengobatan yang ganjil ini. Mengapa kesembuhan harus dibayar dengan melakukan sedekah? Dan mengapa sedekah itu terjadi setelah dirinya “diintimidasi” bahwa telah terkena santet dari orang iri dan jahat.

Pengalaman yang dialami itulah yang membawa Hj. Yarnelly menyampaikan uneg-unegnya ke MUI. Ia berharap praktik menyimpang yang dilakukan UGB tidak berlanjut dan merugikan masyarakat lainnya.

Lawyer Hudi Yusuf mengatakan meminta MUI menghentikan praktik perdukunan yang dilakukan UGB yang diduga perbuatan syirik agar umat tidak terjebak praktek syirik dengan bantuan jin tersebut. Ia juga mengharapkan korban menginisiasi terbentuknya Crisis Center Korban UGB.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun