Mohon tunggu...
Sutan Pangeran
Sutan Pangeran Mohon Tunggu... Wiraswasta - Bersahabat

WhatsApp 0817145093

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Menyepi untuk Menulis

25 November 2011   17:41 Diperbarui: 25 Juni 2015   23:11 299
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Karier. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Bila anda mumet dengan kiat menulis cepat yang telah penulis sodorkan, maka ada cara lain yang paling memungkinkan mencapai capaian serupa. Yaitu, hendaknya menyepi. Jauhkan diri anda dari kebisingan kota. Namun, jangan cari tempat yang terlalu sepi atau angker, nanti bukan menulis, malah andaakan kesurupan. Kalau sudah begini, maka anda perlu jasa penulis untuk menyadarkan.

Mengapa perlu tempat yang sepi? Ya, karena di tempat yang sepi anda mendapatkan ketenangan dan dengan ketenangan semoga ide dan inspirasi timbul dengan lancar.

Ambil contoh, pada saat penulis beberapa waktu lalu berada di sebuah daerah yang jauh dari kebisingan kota. Begitu mendapatkan daerah yang jauh dari kebisingan,maka dengan serta merta hasrat menulis timbul tak tertahankan. Sama dengan proses, mencret: belum terpikir sudah keluar!

Kisah penulis saat di daerah sepi seperti di Dusun Hendrosalam,Desa Hendrosari, Kecamatan Menganti, Kabupaten Gresik, Jawa Timur, misalnya. Begitu mendaratkan kaki dari atas motor. Jreng! Langsung saja penulis merasakan begitu banyak ide timbul di kepala. Dengan HP jadul mencatat “bunga-bunga” tulisan yang akan dibuat. Misalnya, penulis buat seperti ini:

Lontar ;siwalan;legen,tuak;tandan. Dan seterusnya.

Tulislah seperti itu kira-kira bukan untuk diingat tapi dicatat langsung ke HP atau kertas dan buku kecil yang anda bawa kemana. Bila kepepet, dalam bidang kertas koran yang ada bagian polosnya pun dapat dilakukan.

Bila sudah, maka hasilnya kira-kira seperti ini:

Pemandangan kampung atau Dusun Hendrosalam terlihat cukup asri. Ada terlihat beberapa tambak ikan lele yang sengaja dipelihara penduduk. Sepanjang mata memandang, tambak lele penduduk berada di kanan kiri rumah yang kulalui. Aku ingin sekali menulis tentang lele. “Bukan itu saja, bahkan dari situ pun bisa berkembang menjadi cerita romantis atau melodrama,” pikirku.

Pohon lontar memiliki buah yang di sini disebut buah siwalan. Buahnya bundar, namun perlu dikupas dengan hati-hati sehingga bisa menikmati daging buah yang berwarna putih seperti agar-agar. Penduduk sekitar mayoritas sebagai petani pembuat toak yang dijual hingga ke Kota Surabaya. Sebelum menjadi toak, air yang disadap dari tandan itu namanya legen. Bila diminum dengan batu es tidaklah memabukkan. Namun, karena disengaja dilakukan permentasi sebagaimana membuat tapai,  dengan membiarkan sadapan legen yang tidak memabukkan beberapa hari, akhirnya menjadi minuman tuak. Umumnya orang yang berasal dari Sumatera Utara suka sekali meminum tuak, sehingga mereka membangun Lapo Tuak untuk menjual minuman tuak.

Proses, tandan dipotong sehingga getah air. Keluar legen sebagai pertama. Permentasi selama satu atau dua hari  menjadi tuak. Bila Legen, tidak memabukkan. Setelah dipermentasi  paling lambat 3 hari menjadi tuak dan memabukkan.

***

Pada saat timbul kata “memabukkan” anda dapat memasukkan anasir berita dari koran, dimana ada anak muda yang akhirnya tewas karena mabuk akibat meminum miras oplosan. Nah, “rekayasa” cerita soal tuak di atas dapat dikembangkan lebih lanjut tergantung niat dan upaya nyata anda. Selamat mencoba.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun