Mohon tunggu...
Sutan Pangeran
Sutan Pangeran Mohon Tunggu... Wiraswasta - Bersahabat

WhatsApp 0817145093

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Indahnya Kematian...

27 Oktober 2010   15:16 Diperbarui: 26 Juni 2015   12:03 309
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

[caption id="attachment_305181" align="alignnone" width="212" caption="mati ala google.com"][/caption]

Militan Islam mengatakan kepada Abdus Salam ia akan masuk surga jika dia meledakkan dirinya pada target yang berhubungan dengan kepentingan Amerika Serikat di Afghanistan. Awalnya ia percaya mereka, dan dilatih untuk menjadi seorang pembom bunuh diri. Baru-baru ini, ia mengatakan kepada BBC Syed Shoaib Hasan bagaimana dia lolos dari kematian kekerasan.

Bedakan nasib Abdus Salam yang lolos dari maut meski sudah diseting untuk mati dalam sebuah aksi meledakkan dirinya dengan bom pada target tertentu dengan seorang wartawan Yuniawan Wahyu Nugroho yang biasa dipanggil Wawan. Ia akhirnya akhirnya menjelang maut dengan “keindahan” tersendiri. Ia tewas di sekitar rumah juru kunci Gunung Merapi, Mbah Maridjan, Dusun Kinahrejo, Desa Umbulharjo, Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman, Selasa (26/10/2010) malam. Menurut Editor in Chief VIVAnews, Karaniya Dharmasaputra, Wawan tidak semata meliput berita, namun juga dalam rangka menjemput Mbah Maridjan untuk mengungsi.

Melihat kasus yang terjadi pada Abdus Salam dan Wawan, menjadi bukti bahwa pabila memang belum waktunya mati, meski dipaksa sekalipun, seseorang tidak akan mati. Abdus Salam, walau sudah direncanakan mati dalam aksi bom diri, namun karena Allah belum berkehendak, maka selamatlah ia. Sedangkan yang menimpa  wartawan Wawan, adalah karena ia  tahu, bahwa Mbah Maridjan tidak akan menghindar dari rumah tempat ia tinggal yang hanya 5 kilometer dari pusat gempa Merapi. Himbauan pemerintah agar mengungsi tidak didengar oleh Mbah Maridjan. Nampaknya, penduduk  lebih mendengar himbauan pemerintah dan segera mengungsi ke tempat yang lebih aman, dibanding mengikuti keyakinan Mbah Maridjan  yang tetap bertahan di rumahnya.

Ada belasan orang yang bertahan di rumah Mbah Maridjan ketika awan panas menghampiri sekitar wilayah rumahnya. Mereka  menjelang mautnya dengan indah. Mereka yakin dengan kehidupan di alam sana jauh lebih baik daripada yang ada di dunia saat ini. Rumah Mbah Maridjan hancur, dan belasan orang meninggal. Bersama Yuniawan Wahyu Nugroho terdapat pula  korban lain yang diduga ada seorang dokter, relawan dan lainnya warga setempat.

Wawan sebelumnya dikabarkanselamat dan sempat menghindari gempa. Namun, begitu ia sudah ke daerah yang dirasakan aman melihat ada tim relawan yang akan menyelamatkan Mbah Maridjan, maka ia memutuskan kembalibersama tim relawan demi menolong Mbah Maridjan. Apa dinyana? Akhirnya, Mbah Maridjan tewas, dan Wawan pun ikut pula.Mereka seakan menjemput maut yang sesungguhnyaterasa indah. Dan, perilaku para korban gempa itu  dapat dikatakan cukup militan dalam menjemput maut ….

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun