Mereka terhenti di pintu surga. Dengan tertib, mereka mengajukan persoalan yang menjadi krusial di tengah perjalanan memasuki pintu surga. Harum surga sudah sangat semerbak. Duh! Mana tahaaaannnn. Wangiiiiii, sekali!
Hmmm...
Amboiiii....
Kami bersyukur ya Allah....
Semua kata-kata takjub, pujian dan rasa syukur diucapkan oleh semua yang menjadi bagian dari tubuh manusia.
Hanya satu yang tidak mengucapkan dengan tegas dan berbunyi, yaitu syir saja alias tersamar saja. Kira-kira dalam hati saja, si Dubur mengucapkan seluruh makna takjub dan syukurnya kepada Sang Mahapencipta.
Setelah menyelesaikan seluruh kesaksiannya, maka sang malaikat berkata, baiklah aku tanyakan dulu bagaimana keputusanNya.
Tidak lama kemudia, kembali sanga malaikat. Dengan berdebar semuanya ingin mendengar apa gerangan keputusan yang adil yang akan diberlakukan. Ternyata ini padanan makna jawabannya:
Pertama, Allah tidak membedakan mahluknya, kaya atau miskin, cantik atau jelek, gagah atau buruk, tinggi atau pendek dan seterusnya.
Kedua, Allah mahamengampuni kepada seluruh mahluknya, baik yang jauh tersesat maupun yang sedang-sedang saja dalam kesesatan, asal melakukan tobatan nasuha atau bersungguh-sungguh dalam bertobat.
Ketiga, Allah mahaadil dalam mengambil keputusan. Sehingga meski ada ketidakpuasan dalam keputusan yang diambilNya, namun Ia lah yang mahatahu akan apa yang tersembunyi maupun yang terang. Mereka lupa, seandainya di dunia si Dubur mogok dan tidak mau mengeluarkan segala yang dimakan dan diminum manusia, maka menjadi apa bentuk mahluk yang bernama manusia itu? Bisa sebesar gudang penyimpanan kontainer yang akan dikapalkan ke luar negeri, bukan?