Mohon tunggu...
Sutan Pangeran
Sutan Pangeran Mohon Tunggu... Wiraswasta - Bersahabat

WhatsApp 0817145093

Selanjutnya

Tutup

Humor

Bila Juri Jakarta Centris Menilai Grand Final Stand Up Comedy

14 Desember 2011   22:48 Diperbarui: 25 Juni 2015   22:16 825
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humor. Sumber ilustrasi: PEXELS/Gratisography

Apa jadi bila paraDewan Juri Grand Final Stand Up Comedy Indonesia yang diadakan oleh KompasTV , Rabu (14/12) malam didominasi oleh orang-orang yang berorientasi Jakarta adalah Mercusuar-nya Indonesia?  Jakarta Centris? Jakarta adalah miniatur Indonesia, Jakarta adalah pemimpin nusantara, dan lain-lain penyebutan? Inilah yang terjadi dari dewan juri yang terdiri Indro Wakrop, Butet Kartaredjasa dan Astrid Tiar:

[caption id="attachment_148828" align="aligncenter" width="576" caption="Ryan: pemenang grand final stand up comedy indonesia 2011"][/caption]

Pertama, Mereka lupa bahwa silogisme yang disampaikan oleh Akbar adalah jauh lebih memukau dan bernilai lebih baik pada babak ketiga, saat Akbar menceritakan tema ke Bandara. Ia tidak terlepas dengan joke-joke yang mengawang-awang ke lain tema, kecuali tema Bandara dan pernik-perniknya. Joke Akbar lebih mengena bila dihubungkan dalam kepentingan kontrol sosial terhadap jalannya pemerintahan ini. Lihat saja bagaiamana Akbar mengatakan nasib TKI sama dengan nasib pakaian: dicuci, disetrika dan digantung! Lawakan ini tiada mungkin "sampai" dalam pikiran "anak  mami" sekalipun.

Berbeda dengan Ryan yang menampilkan gado-gado dengan didukung oleh gerakan yang lincah belaka dan kecepatan bicara yang memukau.

Kedua, Para Dewan Juri tidak menilai nilai plus peserta yang jauh-jauh datang dari Surabayadengan keterbatasan “suporting massa” yang pasti kalah banyak dari Ryan peserta dari Jakarta.

Ketiga, Para Dewan Juri tidak melihat ke belakang bagaimana usai babak ketiga, para penonton berdiri memberikan aplaus (standing aplause) seusai Akbar mengakhiri penampilannya. Dan ini tidak terjadi pada penampilan Ryan yang kocakdengan gaya anak muda yang berkata lu-gue ; nyak-babe gue.

Keempat, Para Dewan Juri lupa, bahwa untuk sajian kritik sosial lewat lawakan, adalah lebih piawai Akbar dengan kayanya tema dan bahan lawakan ekonomi,sosial,politik dan budaya (ekosobpol)

Kelima,Dewan Juri yang perempuan lebih terpukau dengan tampilan fisik Ryan ketimbang keempat hal di atas yang mayoritas penonton ungkapan dari standing applause dan pengamatan dari SP yang lebih jeli dan lucu dari ketiga dewan juri (Minimal dari gaya penulisan atau bahasa tulis).

Penilaian sudah usai, yang menang sudah jelas, yaitu Ryan dan runner up adalah Akbar. Namun, bagaimana pun Dewan Juri, boleh dung membaca penilaian ini? Karena di atas juri masih ada juri lagi, yaitu juri SP yang berada di balkon merah, sayap kiri.

Sebenarnya, Akbar lebih pantas diberikan kesempatan untuk menang, ketimbang Ryan yang masih panjang karier  dan seabrek modal lainnya yang dikagumi salah seorang juri di atas. Dan, Ryan masih bisa "dimenangkan" bila ditunjukkan untuk pangsa pasar entertain, sedangkan Akbar sangat pas bila dijadikan "duta masyarakat" yang ingin menyuarakan keluh kesahnya kepada para pemimpin lewat lawakan. Namun, lagi-lagi ketiga juri tidak membaca semua itu. Ini, karena mereka tidak mendapatkan "bisikan" dari SP !

He he he

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humor Selengkapnya
Lihat Humor Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun