Mohon tunggu...
Sutan Pangeran
Sutan Pangeran Mohon Tunggu... Wiraswasta - Bersahabat

WhatsApp 0817145093

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Beginilah Jadinya Bila Media Massa Kalau Dijadikan Alat Pemilik Saham Mayoritas

18 Juli 2011   12:14 Diperbarui: 26 Juni 2015   03:35 341
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13109911262081925516

Harry Ponto,Lawyer dari Mbak Tutut

Apa jadinya bila media massa sudah dikuasai segelintir orang? Yang paling kelihatan adalah perjuangan media massa akan menjadi alat kekuasaan demi membela kepentingan para pemilik modal, bukan lagi demi memperjuangkan aspirasi rakyat banyak. Itu terlihat, bagaimana banyaknya kasus tenaga kerja outsourching yang tidak bernafas bila berhadapan dengan kebijakan pemilik modal besar dalam media. Sebut saja beberapa kasus perburuhan di media tv dan cetak yang dalam belakangan ini mendapat perlawanan dari buruh yang dipecatnya.

Bukan saja orang kecil, bahkan orang besar sekaliber Siti Hardiyanti Rukmana (Mbak Tutut) pun menghadapi persoalan yang sama. Kali ini Mbak Tutut melalu kuasa hukumnya, Harry Ponto, memberi penjelasan mengenai alasannya melaporkan Harian Seputar Indonesia (Sindo) dan Okezone.com ke Dewan Pers. Menurut Ponto, kedua media itu memulung dan mendaur kembali pemberitaan yang sebenarnya sudah diakui oleh media tersebut sebagai rumor belaka. Anehnya, masih disiarkan kembali sehingga putri mantan Presiden Soeharto ini merasa difitnah. Ponto menilai rumor tidak mengacu pada fakta yang sesungguhnya. Pihaknya membantah telah bertemu dengan Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) untuk memenangkan Siti Hardiyanti Rukmana dalam sengketa kepemilikan PT Cipta Televisi Pendidikan Indonesia (CTPI) melawan PT Berkah Karya Bersama (BKB).

Rumor diciptakan dengan cara Ahmad Yani dari PPP satu kali diwawancara, namun ditayangkan sebanyak tujuh kali.at. Eva sundari dari PDIP sekali saja diwawancara, namun 4 kali dimuat. Lalu, staf Komisi Yudisial bagian pengaduan, Suparman itu, 5 kali diulang, meski sekali wawancara saja. Sekarang muncul, lusa muncul. Dengan system daur ulang berita-berita tersebut seolah menciptakan rumor yang kemudia mengarah follow up dari pendapat pengamat, pendapat anggota DPR dan lain-lain.

Dia melanjutkan, setidaknya ada tujuh narasumber yang hasil wawancaranya dimuat secara terus-menerus dalam bentuk berita oleh Harian Sindo dan Okezone.com. Harry meyakini, para narasumber itu hanya satu kali diwawancara, namun dimuat terus-menerus dalam beberapa kali terbitan.

Laporan dua media yang berada di bawah Grup Media Nusantara Citra (MNC) terjadi karena pengusaha Hary Tanoesoedibjo ini punya kepentingan dengan isi muatan berita. Tidak peduli bila telah melanggar kode etik jurnalistik atas pemberitaan rumor mengenai pertemuan antara dirinya dengan Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Syahrial Sidik, sebelum putusan perkara Televisi Pendidikan Indonesia.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun