Secara filosofis, baju kotak-kotak menandakan ia akan menciptakan "kelas-kelas" di Jakarta: kelas pengusaha, kelas proletar, kelas priayayi dan lainnya. Selain itu, bibit feodalisme akan dikembangkan oleh Jokowi dengan menanamkan di benak publik pakaian dengan atribut keris di belakang pinggangnya. Bahaya ini yang harus dibahas dengan cerdas oleh tim media Fauzi Bowo yang sangat lemah dan hanya bangga dengan kerja birokratis gaya pejabat. Fauzi Bowo membenahi tim sukses dan saksi yang datang terlambat di kala pilkada berlangsung sehingga banyak dilarang masuk oleh KPPS di TPS - TPS tertentu.
Bila ingin lebih yakin pendapat kami ini, maka silakan Anda membaca tetrologi Bumi Manusia yang ditulis oleh calon Nobelis dari Blora, Jawa Tengah-Indonesia. Dalam salah satu perkataan tokoh dalam buku yang mengisahkan cikal bakal "Bapak Pers Indonesia" Raden Mas Tirto Adisuryo--yang juga sebagai kakek buyut dari Dewi Yul, tertulis seperti ini, " Minke, kau pikir bila bangsamu menjanjah tidak lebih kejam dari yang kami lakukan?" Tanya sang tokoh yang berasal dari Belanda kepada Minke.
Nah, filosofis baju kotak-kotak merupakan upaya menampik egalitarian yang ditampilkan oleh Fauzi Bowo dengan memakai pakaian adat Betawi.
Lihatlah bila Jawa menguasai di jaman Orba, adakah Soeharto pernah memakai pakaian selain Pakaian Jawa? Tidak pernah, bukan? Dan, tradisi ini akan dilakukan oleh Jokowi bila ia berkuasa menjadi Gubernur DKI Jakarta.
Maka itu, satu-satunya jalan agar tradisi egalitarian terbangun di Jakarta, ayo kita menangkan Fauzi Bowo dalam Pilkada 20 September 2012.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H