Sepanjang Jalan Kramat Raya menjelang ke Senen, ada serentetan pedagang kuliner yang mayoritas adalah masakan Minang (salah kaprahnya Masakan Padang). Umumnya mereka adalah penjual Nasi Kapao, yaitu penganan paling mahal di tingkat pedagang kaki lima: baik di Jakarta maupun di Bukittinggi--tempat asal Nasi Kapau itu dikenal untuk pertama kali (karena asal muasalnya dari daerah Kapau--Bukittinggi). Enak tauk, makan basamo kawan di sini. [caption id="attachment_184126" align="alignright" width="480" caption="Menunggu pesanan di Lapak Nasi Kapau, Kramat Raya, Jakarta Pusat"][/caption] Yang uniknya, adalah saat kita ingin membayar apa yang kita makan. Meski yang makan cuma 2 orang dengan jenis lauk yang 1 macam pun, maka sang "petugas" akan menulis di secarik kertas polos panjang (potongan kertas) seolah hitungannya sangat rumit. Dan, jangan coba untuk minta "bon" itu, karena sudah jelas hitungan mudah pun tetap akan ditulis. Selidik punya selidik, waktu pencatatan yang cukup lama (22 detik) menjumlah 20.000 dengan 16.000 untuk ikan bawal bakar dan porsi lainnya dengan usus adalah demi meyakinkan konsumen bahwa hitungan dilakukan dengan akurat. Hadddooohhh....! Padahal jumlah 9 kali lebih rumit dari itu dapat dikerjakan guetuye tanpa bantuan kertas dan pulpen!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H