Mohon tunggu...
Sutan Malin Sati
Sutan Malin Sati Mohon Tunggu... Seniman - tukang saluang hobi barandai

Tukang Saluang

Selanjutnya

Tutup

Politik

"Otak-Atik" Aturan Pelanggaran Pemilu, Mulyadi Korban Kekuasaan?

7 Desember 2020   22:25 Diperbarui: 7 Desember 2020   22:45 100
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pada Pemilihan Gubernur (Pilgub) Sumatera Barat, pasangan calon (paslon) Mulyadi-Ali Mukhni mengembalikan rekomendasi dukungan yang diberikan PDIP. Langkah Mulyadi-Ali Mukhni mendapat apresiasi dan dukungan dari masyarakat Sumatera Barat, apalagi saat itu Puan Maharani baru saja membuat dada orang Minang "panas".

Atas pengembalian rekomendasi dukungan ini, secara "dingin" PDIP melalui Hasto Kristiyanto mengucapkan terimakasih kepada paslon Mulyadi-Ali Mukhni. Tapi di sisi lain, Hasto secara sarkas mengungkapkan bahwa pemimpin harus kokoh bak batu karang ketika menghadapi terjangan ombak.

Ombak yang disebutkan Hasto itu pun kejadian. Elektabilitas Mulyadi-Ali Mukhni yang berdasarkan hasil survei paling tinggi, kini diuji kekokohannya dalam kurun waktu H-5 pemilihan. Calon Gubernur Sumatera Barat nomor urut 1, Mulyadi ditetapkan menjadi tersangka oleh Bareskrim Mabes Polri atas dugaan pelanggaran pemilu. Mulyadi dianggap melakukan kampanye di luar jadwal karena menghadiri undangan TV One pada Kamis, 12 November 2020, dalam acara "Coffee Break".

Penetapan Mulyadi sebagai tersangka ini sontak membuat ingatan penulis merujuk pada kejadian tahun 2018. Di mana kala itu pihak Kepolisian dan Kejaksaan Agung menolak melanjutkan dugaan 'curi start' iklan kampanye pasangan calon (paslon) Presiden-Wakil Presiden, Joko Widodo-Ma'ruf Amin.

Padahal, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) yang berpedoman pada Pasal 276 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu dan Peraturan KPU (PKPU) nomor 23 Tahun 2018, dengan tegas mengatakan kampanye di luar jadwal adalah pelanggaran. Diketahui, kala itu kubu Jokowi-Ma'ruf dengan sangat jelas menayangkan iklan kampanye di harian Media Indonesia di luar jadwal.

Tak hanya sekali, paslon Jokowi-Ma'ruf juga diduga kembali melakukan kampanye di jadwal. Kali ini terkait pemaparan visi dan misi yang ditayangkan disejumlah stasiun televisi swasta pada 13 Januari 2019. Merujuk UU Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu Pasal 274, visi dan misi termasuk bagian dari kampanye. Kemudian, dalam Peraturan KPU Nomor 5 Tahun 2018 diatur waktu pelaksanaan kampanye berupa iklan di media massa, dimana saat itu iklan di media massa baru boleh dilakukan pada 24 Maret-13 April. Apakah status Jokowi-Ma'ruf saat itu juga tersangka?

Oleh karena itu, wajar jika Partai Demokrat angkat suara dan menyebut penetapan Mulyadi sebagai tersangka oleh Kepolisian tendensius dan politis. Apakah karena Mulyadi menolak pinangan partai penguasa? Atau keterpilihan/elektabilitas Mulyadi yang tak lagi bisa dikejar secara sehat sehingga mesti dijegal?

Jangan karena tak sejalan, orang ditungkai. Jangan karena lampu kita redup, lampu orang lain dimatikan agar kita terlihat terang. Jangan karena berbeda, malah dianggap lawan. Bermainlah secara fair, jangan abuse of power.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun