Baru-baru ini Direktorat Jenderal Penerbangan Sipil Kuwait mengumumkan bahwa Indonesia masuk satu dari 31 negara yang ditetapkan dalam daftar hitam penerbangan. Keputusan tersebut diambil setelah sejumlah anggota parlemen Kuwait mendesak pemerintah memperluas daftar larangan penerbangan mengingat masifnya penyebaran Covid-19.
Pelarangan yang sama juga dilakukan pemerintah Kamboja. Hal itu lantaran meningkatnya jumlah kasus Covid-19 yang bersifat imported. Dilansir dari The Star, imported case tersebut diidentifikasi banyak berasal dari dua negara, yaitu Indonesia dan Malayasia. Atas hal itu, per 1 Agustus 2020, pemerintah Kamboja melarang penerbangan dari Indonesia dan Malaysia.
Kecemasan dunia internasional terhadap perkembangan Covid-19 di Indonesia tentu sangat beralasan. Pasalnya, laju positif Covid-19 atau positivity rate di Indonesia mencapai 13,3 persen pada 29 Juli 2020. Ini sangat jauh di atas standar positivity rate yang ditentukan WHO.
Selain itu, rasio uji spesimen Covid-19 di Indonesia juga terbilang rendah. Baru sekitar 0,5 orang per 1.000 penduduk. Sedangkan standar WHO menetapkan sebesar 1 per 1.000 orang.
Sementara itu, jika uji spesimen ditingkatkan, kemungkinan positivity rate Covid-19 akan meningkat. Potensi lonjakan itu mengingat masih banyaknya pelanggaran-pelanggaran terhadap protokol kesehatan yang terjadi di tengah masyarakat. Apalagi belakangan sejumlah cluster penularan baru Covid-19 di Indonesia terus bermunculan. Mulai dari lembaga pendidikan maupun institusi pemerintahan.
Jurus Ekonomi Pemerintah (Tak) Bisa Usir Corona
Usai pemerintah melebur Gugus Tugas Covid-19 dan menjadikannya bagian dari struktur Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN), masyarakat menilai pemerintah telah kehilangan arah dalam pengentasan pandemi Covid-19 di tanah air. Meminjam istilah Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), pemerintah tidak boleh gagal mengidentifikasi mana asap mana api.
Jika diibaratkan api adalah virus Covid-19 dan asap adalah dampak yang dibawanya seperti ekonomi, maka sudah seharusnya pemerintah berupaya dan bekerja serius untuk mematikan sumber apinya terlebih dahulu. Bukan sekedar membagikan masker kepada masyarakat agar terhindar dari paparan asap.
Sekarang, dunia internasional sudah kadung menjatuhkan stigma kepada Indonesia yang tidak serius menangani pandemi. Lalu, apakah jurus ekonomi yang dilakukan pemerintah bisa berjalan sesuai dengan yang diharapkan? Orang waras mana yang akan melakukan investasi di daerah yang memiliki tingkat resiko yang tinggi?
Langkah luar biasa harus segera dilakukan oleh pemerintah. Covid-19 tidak boleh dipandang sebelah mata, karena rata-rata tingkat kematian akibat Covid-19 di Indonesia telah mencapai 4,7 persen.
Ekonomi yang rusak dan porak-poranda bisa kita bangun kembali. Tapi, apakah kita bisa menghidupkan kembali rakyat yang meninggal karena Covid-19 yang diakibatkan kurang seriusnya negara dalam menanganinya?