Sangat disayang juga bahwa kondisi benteng-benteng tersebut sekarang ini sudah tidak meninggalkan bekasnya lagi dan penelitian terhadapnya pun juga selama ini jarang sekali dilakukan. Hal ini dimungkinkan terjadi karena kebanyakan dari benteng-benteng tersebut umumnya terbuat dari kayu yang mudah terbakar dan sudah pasti umurnya yang tidak panjang sehingga sekarang tidak berbekas lagi dan kondisi lokasi tersebut terkini sudah berganti menjadi lokasi “Pariwisata Buatan” seperti yang penulis ceritakan diawal dan Kilang Penyulingan Bahan Bakar Minyak dan Perumahan (Lapangan Golf) PT Pertamina.
Juga akibat adanya pembumi-hangusan terhadap Benteng-benteng tersebut oleh para kolonialis setelah pertempuran selesai sebagaimana juga yang terjadi di Keraton Kuto Gawang yang sekarang lokasinya sudah berganti bangunan menjadi Pabrik Pupuk PT Pusri.Dinamakan sebagai Perang Maritim karena memang terjadinya di perairan, dimulai dari Selat Bangka sampai ke dan sepanjang Sungai Musi sampai ke Kota Palembang yang melibatkan banyak Kapal-kapal perang (Laut) milik para Kolonialis dan Benteng-benteng pertahan milik Kerajaan dan Kesultanan Palembang di sepanjang bibir sungai musi. Di klaim sebagai perang maritim terbesar, karena memang di abad 17 dan 19 belum ada catatan ada perang maritim yang lebih besar lagi di Palembang ini jika dibandingkan dengan Perang Benteng. Di abad ke-17 memang ada Perang Maritim Terbesar di Eropa dimana saat itu armada kapal laut Republik Belanda menghancurkan armada kapal laut Kerajaan Inggris yang juga berlangsung di sebuah sungai bernama Medway.
Dari uraian diatas dapatlah disimpulkan bahwa keberadaan dan peranan Benteng-benteng Pertahanan Kerajaan Palembang dan Kesultanan Palembang Darussalam di Pulau Kemaro dan sekitarnya tersebut menjadi sangat penting dan vital dalam menghadapi Perang Benten yang terjadi. Untuk lebih jelasnya dan detil dari cerita sejarah besar diatas, dapat dibaca di Buku “Perang Benteng, Perang Maritim Terbesar Abad 17 dan 19 di Palembang” karya Penulis sendiri, HG Sutan Adil. Dalam buku ini juga dijelaskan secara detil mengenai waktu, tanggal, personal, peralatan dan perlengkapan Perang dan lainnya di Kedua belah pihak yang bersiteru.
Agar sebuah Cerita Sejarah bisa dianggap valid dan Benar tentu harus sesuai dengan metodologi penelitiannya dan juga sesuai dengan logika dan berbasis lokal. Untuk itulah diperlukan Sumber-sumber Sejarah meliputi; Heuristik, yakni tahap pengumpulan sumber sumber sejarah yang relevan dengan penulisan subjek garap; Kritik sumber, yakni perlakuan secara kritis atas sumber-sumber yang terkumpul untuk menentukan otentisitas atau yang biasa disebut kritik eksternal, serta perlakuan secara kritis terhadap informasi sejarah untuk menentukan kredibilitasnya sehingga diperoleh informasi yang kredibel/dapat dipercaya sebagai fakta-fakta sejarah; Interpretasi, yakni mentransformasikan fakta-fakta sejarah untuk menyusun argumentasi historis, dan Historiografi, yakni penuangan argumentasi yang dibangun dalam wujud narasi atau konstruksi sejarah. Tentu saja semua metode penelitian tersebut dilakukan dapat menghasilkan kesimpulan yang sesuai dengan akal dan logika yang berlaku.
Salah satu teori sumber sejarah menurut Permendikbud no. 71 tahun 2016, sumber primer adalah kesaksian seorang saksi yang menyaksikan peristiwa secara langsung menggunakan indra lainnya, alat mekanis, dokumen, Foto, naskah perjanjian, arsip, dan surat kabar. Artinya, seseorang yang hidup di pada saat peristiwa terjadi (Catatan Semasa) juga dapat disebut sebagai sumber primer. Juga sumber sejarah lainnya adalah Data Sekunder dan Data tersier sejarah.
Dengan mengacu kepada teori metodologi penelitian dan Permendikbud, Penulisan Sejarah Lima (5) Kali Perang Benteng, Perang Maritim Terbesar Abad 17 dan 19 di Palembang diatas, Penulis yg juga sebagai penulis buku tsb. memakai Data Primer dari beberapa tulisan dan catatan beberapa penulis dan tentara kolonialis VOC (Vereening de Ost-Indische Companie) dari Belanda dan EIC (East India Company) dari Inggris sebagai saksi sejarah yang mengalami langsung dimasa nya atau data semasa.
Untuk penelitian dan penulisan Sejarah Perang Benteng Pertama (I) 1659 M, Data primer penelitian yang digunakan adalah catatan laporan ekspedisi dan Lukisan Sketsa dari Jan Vande der Laen yg merupakan Pimpinan Ekspedisi penyerangan VOC tahun 1659 M dan Buku “Voyages & Travels to the East Indies 1653-1670”, Oxford University Press, 1988, karya Johan Nieuhof yang merupakan seorang Pengelana dan Sarjana Belanda yang juga turut serta dalam Ekspedisi Penyerangan VOC ke Palembang tahun 1659 M, yang disertai juga dengan Lukisan-lukisan dari Johan Nieuhof serta Lukisan tambahan dari Pieter Van der Aa.
Untuk Penelitian dan Penulisan Sejarah Perang Benteng Kedua (II) tahun 1811 M, Data Primer yang digunakan adalah Buku “Memoir of the conquest of Java. With the ubsequent operations of tbe British Forces in the Oriental Archipelago”, London 1815 dan beberapa Lukisan Sketsa dari Major William Thorn, seorang perwira tentara EIC yang ikut serta dalam Ekspedisi Penyerangan Inggris ke Palembang tahun 1811 M.
Sedangkan untuk Penelitian dan Penulisan Sejarah Perang Benteng ketiga (3), Keempat (4) dan Kelima (5) Data Primer yang digunakan adalah Naskah Kuno “Syair Perang Palembang” yang oleh kebayakan masyarakat dan sejarawan Palembang terlanjur menyebutkannya sebagai “Syair Perang Menteng”, serta Naskah2 Kuno Lainnya.
Data Sekunder yang digunakan cukup banyak, antara lain seperti : Buku “Het Sultanaat Palembang” karya MO Woelders, Naskah Kuno “Hikayat Palembang” dan Naskah-naskah kuno lainnya, buku-buku lama tulisan Bp. DJohan Hanafiah (Alm) dan Karya2 Ilmiah dari Ibu Dr. Farida W. Wargadalem, SPd. MSi., serta diperkaya dengan beberapa Buku Sejarah, karya tulis dan jurnal ilmiah dari beberapa sejarawan yang tidak dapat di sebutkan satu persatu sebagai tambahan data sekunder. Sebagai pelengkap untuk Data Tersiernya diambil dari literasi di Website/Internet yang dapat dipercaya. Sebagai data pembanding dan verifikasi naskah juga diperoleh dari diskusi lisan dengan parah tokoh masyarakat dan sejarawan lokal dan nasional, termasuk juga para zuriah dari keturunan Kesultanan Palembang Darussalam.Semoga hasil penelitian yang masih terbatas dari Sutanadil Institute ini dan salah satunya sudah dipublikasikan di Buku Perang Benteng diatas, dapat memberikan gambaran utuh dan dengan sumber data sejarah yang valid mengenai Sejarah Besar Benteng-benteng Pertahanan Kerajaan dan Kesultanan Palembang Darusalam di Pulau Kemaro dan Sekitarnya, sehingga anggapan di Pulau Kemaro tidak ada Sejarah “Asli” nya dapat terbantahkan dan diharapakan juga akan makin banyak akademisi dan sejarawan Palembang yang dengan serius lagi meneliti kembali Kebenaran Sejarah Besar Palembang.
Juga diharapkan kepada Pemerintah Kota Palembang dan Provinsi Sumatera Selatan untuk menyadari tentang Sejarah Besar Palembang ini dan untuk bisa membantu dan memfasilitasi kegiatan-kegiatan penelitian lanjutan dari kami, Sutanadil Institute, dalam eksplorasi dan publikasi kembali terhadap keberadaan Benteng-benteng Pertahanan Kesultanan Palembang Darussalam tersebut diatas agar dapat diwujudkan menjadi Cagar Budaya yang sangat bernilai dan bermafaat dalam ilmu pengetahuan sejarah dan pariwisata.