Mohon tunggu...
HG Sutan Adil
HG Sutan Adil Mohon Tunggu... Sejarawan - Pemerhati dan Peneliti Sejarah dari Sutanadil Institute

Pemerhati dan Penulis Sejarah, Ekonomi, Sosial, Politik. Telah menulis dua buku sejarah populer berjudul Kedatuan Srivijaya Bukan Kerajaan Sriwijaya dan PERANG BENTENG, Perang Maritim Terbesar Abad 17 dan 19 di Palembang. (Kontak 08159376987)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Pulau Kemaro, Lokasi dan Pusat Lima Kali Perang Maritim Terbesar di Palembang

2 Juni 2024   06:00 Diperbarui: 2 Juni 2024   06:30 628
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Lukisan Perang Maritim Terbesar di Palembang // Sumber : Sutanadil Institute

PULAU KEMARO, LOKASI DAN PUSAT LIMA KALI PERANG MARITIM TERBESAR DI PALEMBANG

Oleh : HG Sutan Adil

Pulau Kemaro terletak kearah hilir dari kota Palembang yang memiliki luas ±79 Ha dengan ketinggian 5 m dpl,  berseberangan dengan daerah Plaju dan Bagus Kuning bagian diselatannya. Selain adanya penduduk lokal, di Pulau Kemaro ini juga sebagai tempat wisata “Buatan” seperti; adanya Pagoda berlantai 9 yang dibangun tahun 2006, Kelenteng Hok Tjing Rio (Klenteng Kwan Im) yang dibangun sejak tahun 1962, Penginapan atau Cottage milik Pemko, serta juga adanya “Legenda” makam Siti Fatimah dan Tan Bun An yang saling berdampingan. Pengelolaan Pariwisata buatan ini didukung dan difasilitasi juga oleh Pemerintahan Kota Palembang dengan membuat UPTD (Unit Pelaksana Teknis Dinas) khusus Pulau Kemaro.

Pulau Kemaro // Sumber : Sutanadil Institute
Pulau Kemaro // Sumber : Sutanadil Institute
Namun sangat disayangkan, keberadaan sejarah besar “Asli” terjadinya lima kali Perang Benteng, yaitu perang maritim terbesar di abad 17 dan 18, antara Kerajaan dan Kesultanan Palembang Darussalam dengan melawan Bangsa Kolonialis di Pulau Kemaro dan area sekitarnya seperti Plaju dan Bagus Kuning yang dengan mengandalkan Benteng-benteng pertahanannya di sepanjang Sungai Musi ini, masih belum umum diketahui oleh Masyarakat Palembang, terkhusus masyarakat Pulau Kemaro Sendiri. Terkesan Sejarang Besar ini terus termarjinalkan dan dianggap tidak ada, sehingga Sejarah Besar ini terus tenggelam dalam derasnya arus Sungai Musi. Hal ini kemungkinan terjadi karena Sejarah Besar Palembang ini memang tidak banyak terpulikasi dan juga tidak masuk dalam pembelajaran sejarah lokal maupun di tingkat nasional. Kemungkinan lainnya juga mungkin karena minim sekali Penelitian Tentang Sejarah Kerajaan dan Kesultanan Palembang Darussalam ini sehingga kurangnya literasi yg dapat menjadi acuan.

Kondisi ini kebali terkonfirmasi dengan adanya sebuah diskusi menarik disebuah grup whatsApp (WA Grup) Sejarah, mengenai adanya area Perang Benteng di Pulau Kemaro dan sekitarnya sebagaimana yang penulis tampilkan screenchot-nya diatas. Seorang anggota WA Grup itu menyatakan bahwa dia sebagai “orang asli” yang lahir, besar dan hidup di Pulau Kemaro tidak paham (tidak pernah dengar) dengan Sejarah Besar Palembang di Pulau Kemaro dan sekitarnya itu. Walau setelah dijelaskan, tetapi masih tetap tidak percaya dan sangat disayangkan juga sepertinya hal ini diamini juga oleh seorang arkelog senior yang pernah bertugas di Balai Arkeologi Sumsel, sebagaimana juga tercermin di screenshot dibawah ini.

Screenshot 1 / Sumber : Sutanadil Institute
Screenshot 1 / Sumber : Sutanadil Institute
Screenshot 3 // Sumber : Sutanadil Institute
Screenshot 3 // Sumber : Sutanadil Institute

Padahal penulis yg juga sudah lama bergabung di WAG tersebut sudah seringkali menjawab dan menjelaskan tentang pertanyaan seperti apa yg ditanyakan diatas dan seringkali juga ditanyakan kembali lagi di percakapan-percakapan selanjutnya secara berulang-ulang dengan anggota yang berbeda-beda pula. Sangat disayangkan juga beberapa Sejarawan Senior dan Pemangku Sejarah Palembang yang ada dalam WAG tersebut justru terkesan diam (mungkin tidak paham juga) dengan Sejarah Besar Palembang ini, walaupun sebelumnya juga ada yang pernah bertugas di Balar Sumsel atau Palembang.

Screenshot 2 // Sumber : Sutanadil Institute
Screenshot 2 // Sumber : Sutanadil Institute

Atas kondisi inilah penulis kembali akan menjelaskanya dalam bentuk artikel umum seperti tulisan artikel ini saja, agar penjelasannya bisa juga dipahami yang tidak saja hanya untuk anggota WAG tersebut tetapi juga bisa bermanfaat bagi masyarakat umum yg belum paham dengan Sejarah Besar Palembang di Pulau Kemaro ini. Juga diharapkan bisa dikritisi oleh pembaca artikel ini yang kemungkinan juga jika ada yg sudah paham tentang sejarah besar Palembang, apabila jika ada paparan yang tidak sesuai. Kerena memang penelitian ini dalam kondisi Dana Penelitian (Pribadi) dan waktu penelitian yang “terbatas”, sehingga tentu saja masih banyak kekurangannya.

Dalam buku “PERANG BENTENG. Perang Maritim Terbesar Abad 17 dan 19 di Palembang” karya penulis sendiri, HG Sutan Adil, telah dijelaskan adanya pertempuran besar disekitar Pulau Kemaro ini dan membaginya menjadi Lima (5) kali Perang Benteng dengan mengandalkan Benteng-benteng Pertahanan disepanjang sungai musi, mulai dari muaranya di daerah Selat Bangka sampai ke daerah uluannya di Muara Rawas.

Buku
Buku "Perang Benteng, Perang Maritim Terbesar abad 17 dan 19 di Palembang // Sumber : Sutanadil Institute

Di sebutkan juga bahwa di Pulau Kemaro tersebut ada 3 Benteng Pertahanan besar milik Kerajaan Palembang saat itu, yaitu; Benteng Manguntama, Benteng Bamagangan dan satu Benteng Rakit di perairan sungai musi di depan Benteng Manguntama. Diseberang sungainya, di daerah Plaju, ada  benteng besar bernama Benteng Tambak Bayo dan disebelah baratnya lagi ada Benteng Martapura di daerah yang sekarang dikenal dengan sebutan Bangus Kuning. Selain Benten-benteng besar, juga terdapat Benteng-benteng kecil disepanjang Sungai Musi, mulai dari muara sungsang di Selat Bangka sampai Kota Palembang itu sendiri, yang juga dilengkapi meriam-meriam bersar dan kecil, disamping banyak juga senjata khas Palembang saat itu seperti: rumah-rumah rakit yang sengaja dibakar dan dihanyutkan dari hulu sungai untuk membakar kapal-kapal para kolonialis yang masuk melalui hilir sungai.

Dimasa normalnya dulu, benteng-benteng tersebut berfungsi sebagai pos pantau dan pintu gerbang sungai sebelum masuk ke pusat Kota Palembang saat itu, dengan membentangkan cerucuk kayu atau tonggak2 kayu dan ditambah rantai besi yang dimulai dari Benteng Bamagangan sampai keseberangnya yaitu Benteng Martapuro di Bagus Kuning/Plaju.

Area Perang Benteng dan Lokasi Benteng-benteng Pertahanan Kerajaan dan Kesultanan Palembang Darussalam // Sumber : Lukisan Sketsa Joan Vander Laen
Area Perang Benteng dan Lokasi Benteng-benteng Pertahanan Kerajaan dan Kesultanan Palembang Darussalam // Sumber : Lukisan Sketsa Joan Vander Laen

Dimasa lima kali Perang Benteng, Area disekitar Pulau Kemaro, Plaju dan Bangus Kuning ini menjadi “Lokasi Utama” pertempuran yang melibatkan Belasan Kapal Perang milik VOC, EIC, dan Kerajaan Belanda dengan persenjataan mutahirnya di zaman itu melawan Benteng-benteng Pertahanan Kerajaan dan Kesultanan Palembang Darussalam yang berciri khas Melayu dan juga dilengkapi Meriam Besar dan kecil serta senjata2 khas Melayu lainnya.

Benteng-benteng Pertahanan Kesultanan Palembang Darussalam // Sumber : Sutanadil Institute
Benteng-benteng Pertahanan Kesultanan Palembang Darussalam // Sumber : Sutanadil Institute

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun