Mohon tunggu...
HG Sutan Adil
HG Sutan Adil Mohon Tunggu... Sejarawan - Pemerhati dan Peneliti Sejarah dari Sutanadil Institute

Pemerhati dan Penulis artikel Sejarah, Ekonomi, Sosial, Politik di berbagai media. Sudah menulis dua buku sejarah populer berjudul Kedatuan Srivijaya Bukan Kerajaan Sriwijaya dan PERANG BENTENG, Perang Maritim Terbesar Abad 17 dan 19 di Palembang. (Kontak 08159376987)

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Jejak Sultan Achmad Najamuddin (San III) Pageran Ratu, Sultan Kesembilan Kesultanan Palembang Darussalam

15 Oktober 2023   23:50 Diperbarui: 17 Oktober 2023   15:52 943
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber :/Sutanadil Institute

Oleh : HG Sutan Adil

Bagian I

 Tidak banyak yang mengenal secara mendalam tentang siapa Sultan Ahmad Najamuddin (SAN III) Pangeran Ratu  ini . Banyak sejarawan yang menulis tentang beliau hanya sebagai anak tertua dari Sultan Mahmud Badarauddin (II) Pangeran Ratu Raden Hasan saja. selanjutnya di suatu masa beliau diangkat sebagai Pangeran Ratu atau Putra Mahkota yang dipersiapkan untuk menggantikan Sultan definif jika sudah tidak berkuasa lagi. Akhirnya beliau jadi berkuasa sejak tahun 1819 M, sampai dengan tahun  1821 M,  disaat maraknya kontrontasi dengan Kolonialis Belanda yang sedang berusaha menguasai Palembang dan Sultan Mahmud Badaruddin Pangeran Ratu Raden Hasan bertindak sebagai Suhunan yang secara de fakto masih berkuasa.

Sumber :/Sutanadil Institute
Sumber :/Sutanadil Institute

SAN III tercatat sebagai Sultan Palembang ke-9 yang memerintah dimasa akhir2 Kesultanan Palembang Darussalam. Nama awal beliau menurut tuturan dari trah zuriah ke 7 beliau, Raden Daden Ramdani, adalah Pangeran Achmad Bolonson (Bolongsong) Wangsa Martaradja Wijaya Negara, dan setelah diangkat sebagai Sultan Kesultanan Palembang Darussalam, beliau bergelar Sultan Muhammad Tjing Djamaluddin Wangsa Martaradja Wijaya Negara. Namun dicatatan umum lain yang sudah banyak beredar sebelumnya bahwa setelah beliau diangkat menjadi Putra Mahkota, beliau diberi gelar Pangeran Ratu dan setelah menjadi Sultan dikenal dengan gelar "Sultan Ahmad Najamuddin Pangeran Ratu" dan dikenal juga sekarang dengan Sultan Ahmad Najamuddin (SAN III) Pangeran Ratu Prabu Negara.

Ibunda beliau bernama Ratu Sepah Asma binti Adipati Banjar Kutma. Pangeran Achmad Bolonson (PAB) ini dilahirkan pada tahun 1789 di lingkungan Keraton Kuto Besak. PAB merupakan putra sulung dari 13 bersaudara yang terkenal dari satu ibu. Sebagaimana Pangeran Ratu atau Putra Mahkota, beliau dididik dan ditempa untuk menjadi pewaris tahta Kesultanan Palembang. Pendidikan agamanya didapat dari ulama besar waktu itu seperti: Syekh  Kgs.Muhammad Akib, Kgs.Muhammad Zen, Kms.Muhammad bin Ahmad, Sayid Muhammad Arif Jamalullail, dll.Kepada Syekh Kgs. Muhammad Akib, ia mengambil dan mengamalkan Tarekat Sammaniyah.

Pada masa ayahnya menjadi sultan, PAB  atau SAN III ini menjabat sebagai komandan pertahanan Benteng Martapura di perairan Sungai Musi. Kemudian ia dinobatkan oleh ayahnya menjadi sultan Palembang pada bulan Desember 1819 dengan gelar SRI PADUKA SULTAN AHMAD NAJAMUDDIN  PANGERAN RATU PRABU NEGARA atau menurut trah zuriah beliau yang ada di Batavia disebutkan bergelar SULTAN MUHAMMAD TJING DJAMALUDDIN WANGSA MARTARADJA WIJAYA NEGARA, dan memerintah mulai tahun 1819 M s.d 1821 M, sedang ayahnya Sultan Mahmud Badaruddin II bertambah gelar menjadi Suhunan. Meskipun demikian, untuk menentukan kebijakan pemerintahan Kesultanan Palembang Darussalam masih dijalankan oleh Suhunan Sultan Mahmud Badaruddin II. 

Sumber :/Sutanadil Institute
Sumber :/Sutanadil Institute

Setelah Keraton Palembang diduduki oleh Belanda, beliau dan anggota keluarganya diasingkan. Sultan Suhunan Mahmud Badaruddin, Sultan Ahmad Najamuddin Pangeran Ratu  dan keluarga serta sanak sahabatnya yang dekat dinaikkan ke kapal perang Belanda pada tanggal 3 Juni 1821 ke Betawi. Mereka berlabuh  di Pelabuhan Cilincing dan kemudian ditempatkan di penjara benteng pertahanan Jatinegara. 8 bulan kemudian (Maret 1822), diberangkatkan ke Ternate setelah mengalami pemeriksaan yang sangat kejam dan diluar prikemanusiaan. (Bersambung)

*)Penulis adalah Pemerhati dan Peneliti Sejarah dari Sutanadil Institute

Bogor, 16 Oktober 2023

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun