PULAU KEMARO lokasi Perang Maritim Terbesar di Palembang
Oleh : HG Sutan Adil
Pulau kemaro adalah salah satu delta kecil atau pulau kecil yang terletak di perairan Sungai Musi yang berlokasi di timur Kota Pelembang, seperti juga delta lainnya disepanjang sunga musi; Pulau Karto, Pulau Salanama, Pulau Borang dan Pulau Delta Upang.
Pulau Kemaro terletak kearah hilir dari kota Palembang yang memiliki luas ±79 Ha dengan ketinggian 5 m dpl, berseberangan dengan daerah Plaju dan Bagus Kuning bagian diselatannya. Selain adanya penduduk lokal, di Pulau Kemaro ini juga sebagai tempat wisata seperti; adanya Pagoda berlantai 9 yang dibangun tahun 2006, Kelenteng Hok Tjing Rio (Klenteng Kwan Im) yang dibangun sejak tahun 1962, Penginapan atau Cottage, serta adanya makam Legenda Siti Fatimah dan Tan Bun An yang saling berdampingan.
Namun sangat disayangkan, keberadaan sejarah besar di sana yang sampai sekarang tidak tercatat dan diketaui secara umum yang terkesan tenggelam, yaitu adanya keberadaan beberapa Benteng Pertahan dari Kerajaan Palembang dan Kesultanan Palembang Darussalam, yang menjadi tempat dimana terjadinya perang maritim terbesar pada abad ke 17 dan 19.
Tercatat berdasarkan lukisan sketsa oleh komandan perang VOC di tahun 1659 M, bernama Van Der Laen, disaat akan menyerang Palembang, bahwa di Pulau Kemaro tersebut ada 3 Benteng Pertahanan dari Kerajaan Palembang saat itu, yaitu; Benteng Manguntama, Benteng Bamagangan dan satu Benteng Rakit di perairan sungai musi di depan Benteng Manguntama.
Diseberang sungainya, di daerah Plaju, ada satu benteng besar bernama Benteng Tambak Bayo dan disebelah baratnya lagi ada Benteng Martapura di daerah yang sekarang dikenal dengan sebutan Bangus Kuning. Dimasa normalnya dulu, benteng-benteng tersebut berfungsi sebagai pos pantau dan pintu gerbang sungai sebelum masuk ke pusat Kota Palembang saat itu, dengan membentangkan cerucuk kayu atau tonggak2 kayu dan ditambah rantai besi, mulai dari Benteng Bamagangan sampai keseberangnya yaitu Benteng Martapuro di Bagus Kuning/Plaju.
Sangat disayang juga bahwa kondisi benteng-benteng tersebut sekarang ini sudah tidak meninggalkan bekas lagi dan penelitian terhadapnya juga selama jarang sekali dilakukan. Hal ini dimungkin terjadi karena kebanyakan dari benteng-benteng tersebut umumnya terbuat dari kayu yang sudah pasti umurnya yang tidak panjang sehingga sekarang tidak berbekas lagi.
Dalam buku “PERANG BENTENG. Perang Maritim Terbesar Abad 17 dan 19 di Palembang” karya dari HG Sutan Adil, telah dijelaskan adanya pertempuran besar disekitar Pulau Kemaro ini dan membaginya menjadi 5 kali Perang Benteng dengan mengandalkan Benteng-benteng Pertahanan disepanjang sungai musi, mulai dari muaranya di daerah Selat Bangka sampai ke daerah uluannya di Muara Rawas.