Mohon tunggu...
Susy Harini Setyawati
Susy Harini Setyawati Mohon Tunggu... -

Bekerja sebagai guru

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Balada Si Butet

29 Maret 2015   10:20 Diperbarui: 17 Juni 2015   08:51 22
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Diceritakan sekelompok mahasiswa psikologi sedang melakukan kunjungan ke sebuah rumah sakit jiwa untuk melakukan mini riset salah satu tugas mata kuliah. Di sebuah bangsal seorang pria duduk dengan tatapan mata kosong. Mulutnya tak henti-henti melafal sebuah nama, “Butet,...Butet,....Butet..”. Salah satu mahasiswa bertanya kepada petugas yang menyertai mereka berkeliling.

“Kenapa orang ini?’’

“Dia dulu jatuh cinta pada Butet. Tapi Butet menikah dengan orang lain.”

“Ooh...” Koor para mahasiswa.

Kemudian rombongan beralih ke ruangan lain. Seorang pria tampak membentur-benturkankan kepalanya ke tembok sambil menangis. Dari bibirnya tergumam, “Butet...Butet...Butet...”

Mahasiswa bertanya lagi, “Kenapa dia?’’

“Dialah yang menikah dengan Butet.” Jelas petugas.

“Ooooh...” Koor mahasiswa lebih panjang dari sebelumnya.

Rombongan melanjutkan perjalanan sampai tiba di bangsal perempuan. Di ujung ruangan, seorang perempuan berbaring menghadap ke tembok. Dia tampak khusyuk menyanyikan lagu “Butet”. Selesai satu lagu, dia berbalik dan mulai menyanyikan lagu “Alusio”. Penasaran, mahasiswa bertanya kepada perempuan itu.

“Mbak, kenapa menyanyikannya dengan berbalik-balik seperti itu?’’

“Masa kamu ngga tahu sih, waktu aku menyanyi Butet itu kan side A. Kalau Alusio itu di side B. Ngertiiiiiii.....?” Perempuan itu lantas mengikik dengan tawa panjang memenuhi ruangan.

Mahasiswa tidak perlu bertanya lagi siapa perempuan ini, karena di ranjangnya, terdapat papan nama dengan tulisan huruf besar-besar, BUTET.

Dalam perjalanannya, manusia selalu mengalami persimpangan. Kita sering dihadapkan pada sesuatu yang tak kita pilih, namun itulah yang harus kita terima. Tak mudah rasanya menemukan keping-keping hikmah di sebaliknya, apabila kita tak menyingkirkan ketakutan-ketakutan yang menahan hati untuk berketetapan. Ataupun mengantarkan diri pada pemahaman mendalam bahwa hidup adalah mozaik dari sekian hal yang kita inginkan dan yang tidak kita inginkan. Menjalani hidup adalah menempuh keduanya. Suka atau tidak suka. Yang kau butuhkan hanyalah keberanian menerima. Bahwa tidak semua hal yang kau mau bisa kau dapatkan. Bahwa ada banyak hal di luar jangkauan yang terasa mustahil di tangan.  Namun jika kau sadari, sejatinya mereka tumbuh bersama sejuta hal yang ada dalam rengkuhan.

Maka beruntunglah mereka yang mau belajar memahami. Di atas prasangka-prasangka subyektif manusia yang rapuh akan ketidakmampuannya menghadapi persoalan-persoalan hidup, langit selalu menjanjikan kemungkinan-kemungkinan tak terbatas bagi terbukanya pintu-pintu kemudahan. Syaratnya hanya dengan bersandar padaNya. Have a great day! (zie)

Diposkan kembali dari http://11jendela.blogspot.com/2015/02/si-butet.html

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun