Mohon tunggu...
Susy Harini Setyawati
Susy Harini Setyawati Mohon Tunggu... -

Bekerja sebagai guru

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Rumahku Surgaku

26 Maret 2015   14:17 Diperbarui: 17 Juni 2015   08:58 525
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Buat sebagian orang, kata pulang tak pernah sepi dari makna. Pulang merujuk pada tempat dimana kita bisa melabuhkan semua penat, yaitu rumah. Secara fisik rumah adalah bangunan yang mampu melindungi penghuninya dari panas terik di siang hari dan dingin di malam hari. Namun secara hakiki rumah adalah sebuah suasana yang terbangun dari interaksi penghuninya. Interaksi itu tak lain adalah hubungan antar anggota keluarga yang penuh kehangatan dan keakraban. Jika dalam bahasa Inggris bangunan fisik itu disebut house, yang kedua itulah yang dinamakan home. Ketika orang ingin kembali, mereka mengatakan, "I'm going home" dan bukannya "I'm going house". Dalam "home" itulah mereka berharap benar-benar kembali. Kembali untuk beristirahat setelah bekerja, kembali berehat dari segala keluh kesah, atau kembali dari apapun saja yang melelahkan jiwa raga di luar rumah. Kembali menuju titik nol, membiarkan semua kelelahan itu luruh bersama debu-debu jalanan yang akan kita basuh ketika sampai di rumah.

Rumah selalu menawarkan kita untuk berhenti sejenak dari keriuhan duniawi yang memusingkan, menjengkelkan ataupun mungkin melenakan. Di rumahlah kita bisa menemukan diri yang tertutup oleh tingkat stres karena beban kerja dan suasana kerja yang melingkupinya ketika berada di luar rumah. Tak salah jika kemudian ada pepatah Arab yang mengatakan "Baiti jannati," rumahku, surgaku karena disanalah para pejalan mendapatkan kenikmatannya kembali sebagai manusia setelah berlelah-lelah dari perjalanan bertebaran di muka bumi.


Lebih dari sekedar makna "home", rumah yang surgawi tentu bukan sekedar rumah dimana kehangatan adalah sumber kenikmatan. Dalam persepektif Islam, rumah juga berarti tempat berlindung para penghuninya dari amukan amoralitas dan perusakan nilai-nilai akhlakul karimah yang dijumpai di luar rumah. Konsekuensinya, di rumah pulalah tempat pembekalan bagi setiap anggota keluarga agar ketika melangkah ke luar, hatinya tetap terhimpun dalam nilai-nilai agama yang diajarkan. Jika ada rumah imajiner yang pernah ada, maka kita bisa mengumpamakannya persis seperti bangunan fisik rumah yang memiliki fondasi, pilar, dinding, atap dan sebagainya.


Secara ringkas bangunan rumah imajiner itu akan memerlukan ruang-ruang yang memungkinkan para penghuninya nyaman dan aman menghuninya. Plus kekuatan moral yang melekat kuat ketika dia harus berinteraksi di luar rumah yang tak jarang penuh tipu daya. Maka rumah surgawi akan memiliki:


1. Fondasi

Landasan yang mendasari tegaknya bangunan yaitu Iman. Bahwa semua anggota keluarga hendaklah menerapkan prinsip-prinsip keimanan ketika bersikap atau berperilaku. Dan bila terjadi kesalah pahaman segeralah diselesaikan atau di kembalikan sesuai dengan ajaran-Nya.


2. Pilar

Penegak bangunan itu hendaklah tercermin dari perilaku anggota keluarga yang senang beramal shaleh, baik amal shaleh yang wajib yaitui ibadah-ibadah mahdloh, juga amal shaleh yang sunah. Tak lupa melaksanakan kewajiban berzakat dan shadaqah serta infaq-infaq yang lain.


3. Dinding

Adapun dinding rumah tangga itu ialah akhlaqul karimah . Kita tahu bahwa akhlaq itu ada tiga macam yaitu akhlaq kepada Sang Pencipta, akhlaq kepada diri sendiri dan kepada sesama, atau lingkungannya. Hendaklah selalu santun kepada siapa saja, menghormati orang lain, selalu bertindak jujur, dan mampu menjadi teladan di lingkungan sekitar.


4. Atap

Atap itu berupa ketaatan pada Sang Khaliq dan rasa syukur atas segala nikmat yang telah diberikan-Nya kepada setiap anggota keluarga. Maka seluruh tindakan akan selalu ditujukan untuk senantiasa menjemput ridlho Ilahi Rabbi.


5. Semangat bersungguh-sungguh

Yaitu semangat mempertahankan kebenaran dan kesucian agama serta semangat melaksanakan segala perintah dan menjauhi larangNya, dengan selalu menambah ilmu agar semakin berbobot ibadahnya. Istiqomah itulah kunci yang hendak didapat dari jalan ini, sehingga seberat apapun persoalan atau cobaan yang menghadang, tidak akan membuat seseorang terjungkal dari nilai-nilai yang dianutnya.


6. Hendaklah setiap anggota keluarga berusaha mempunyai peran dalam masyarakat

Bukankah sebaik-baik manusia adalah yang paling besar manfaatnya bagi sesama. Dalam semangat inilah hendaknya setiap diri menumbuhkannya dalam hati. Atau setidaknya berusaha tidak akan menjadi beban serta celaan dalam masyarakat.


7. Selalu mengusahakan yang terbaik

Yang terakhir namun tak kalah penting adalah sikap suka bermusyawarah dalam menentukan kebijakan apa saja, bersikap lapang dada dan selalu mengutamakan kemaslahatan bersama.


Bila demikian maka Insya Allah ungkapan Baiti jannati serta keluarga sakinah mawaddah wa rahmah akan terwujud. Sinarnya tentu akan menerangi siapa saja yang keluar dari rumah yang demikian agar tak pernah tersesat kaki melangkah. Allaahu a'lam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun