Penjelasan pasal 2 ayat (1):
Yang dimaksud dengan “secara melawan hukum” dalam Pasal ini mencakup perbuatan melawan hukum dalam arti formil maupun dalam arti materiil, yakni meskipun perbuatan tersebut tidak diatur dalam peraturan perudang-undangan, namun apabila perbuatan tersebut dianggap tercela karena tidak sesuai dengan rasa keadilan atau norma-norma kehidupan sosial dalam masyarakat, maka perbuatan tersebut dapat dipidana. Dalam ketentuan ini, kata “dapat” sebelum frasa “merugikan keuangan atau perekonomian negara” menunjukkan bahwa tindak pidana korupsi merupakan delik formil, yaitu adanya tindak pidana korupsi cukup dengan dipenuhinya unsur-unsur perbuatan yang sudah dirumuskan bukan dengan timbulnya akibat.
Pasal 3
Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan atau denda paling sedikit Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).
Penjelasan pasal 32 ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi:
Yang dimaksud dengan “secara nyata telah ada kerugian keuangan negara” adalah kerugian yang sudah dapat dihitung jumlahnya berdasarkan hasil temuan instansi yang berwenang atau akuntan publik yang ditunjuk.
Dalam kasus pembelian tanah Sumber Waras, KPK sebagai penegak hukum pemberantas korupsi telah minta BPK untuk melakukan audit investigasi. BPK sebagai instansi yang berwenang menghitung kerugian Negara telah melaporkan dalam Laporan Hasil Pemeriksaannya bahwa telah terjadi kerugian Negara sebesar Rp 191.334.550.000,00.
Unsur tindak pidana korupsi menurut pasal 2 ayat (1) yang berkaitan dengan kasus pembelian tanah Sumber Waras adalah:
- Setiap orang, artinya subyek yang bertanggung jawab.
- Melawan hukum, yaitu melanggar Perpres RI Nomor 71 tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum.
- Memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, dalam kasus pembelian tanah Sumber Waras, (minimal) ada orang lain yang diperkaya, yaitu penjualnya.
- Merugikan keuangan Negara, sudah jelas terpenuhi yaitu Rp 191.334.550.000,00.
Unsur tindak pidana korupsi menurut pasal 3 yang berkaitan dengan kasus pembelian tanah Sumber Waras adalah:
- Setiap orang, artinya subyek yang bertanggung jawab.
- Menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, yaitu (minimal) menguntungkan orang lain/penjual.
- Menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan. Karena pembelian tanah Sumber Waras melanggar Perpres RI Nomor 71 tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum, tentu ada pejabat yang menyalahgunakan wewenang, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan apakah Gubernur, Wakil Gubernur, Kepala Dinas Kesehatan, dan/atau Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah, secara bersama-sama maupun sendiri-sendiri.
- Merugikan keuangan Negara, sudah jelas terpenuhi yaitu Rp 191.334.550.000,00.
Berdasarkan pasal 2 ayat (1) atau pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, maka pembelian tanah Sumber Waras oleh pemprov DKI Jakarta memenuhi semua unsur tindak pidana korupsi.
Bagaimana dengan unsur niat jahat? Bukankah pada pembelian tanah Sumber Waras tidak ditemukan adanya niat jahat?
Pertama, dalam Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi tidak diatur adanya niat jahat. Berdasarkan Undang-Undang, maka semua unsur tindak korupsi dalam kasus pembelian tanah Sumber Waras oleh pemprov DKI Jakarta sudah terpenuhi.