Anakku, saat kau dalam buainya
Aku menelusuri sepanjang Jambu Diva sampai Pandan Wangi
Dendang riang Sang Dewi Sri
Bak simponi yang menemani perjalanan kami
Di bawah langit biru
Buntalan kapas berarak seraya  membersamai
Gunung Gede bersila bak seorang padri
Ayahmu menulis larik puisi
Jalan indah menuju kampungku
Waktu berlalu
Kudengar tanah bidadariku terus mempercantik diri
Dengan tugu pramuka, botol kecap, dan miniatur bubur sedap khas nini
Melengkapi indahnya kota santri
Tapi...
Saat matahari di atas petala
Riuh angin tiba-tiba menggertak ranting dan dedaunan
Bumi berguncang, buku-buku bambu berderit kesakitan
Tangan mungilmu mencari pelukan
Hug me! Dengan bola mata ketakutan
Kabar sedih membingkai maya
Tanahmu porak poranda
Raga raga syahid ikhlas tanpa daya
Harum syuhada mengangkasa
Harta dan jiwa kembali pada yang berpunya
Tuhanmu penuh cinta
Tanah bidadari akan kembali
Lebih cantik dan apik membangun  diri
Lebih tegak dengan tiang para kyai
Lebih khusu dengan gumam gumam dzikir para santri
Tanahmu kembali asri
Saat semua akan Allah ganti
Lebih baik lebih indah dan penuh pesona
Tanahmu tanah Sang Bidadari
(Catatan Naura)
Oleh : Suzi Susi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H