Mohon tunggu...
Susi Susanti
Susi Susanti Mohon Tunggu... Mahasiswa - profesi saya sebagai mahasiswa yang ingin belajar untuk lebih mendalami teknologi akan tetapi tidak terkelabui teknologi

hobi nyanyi olahraga seni memasak dan lain lain

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Menghadapi Ancaman Disinformasi: Apa yang Harus Kita Lakukan?

28 November 2024   21:29 Diperbarui: 28 November 2024   22:21 12
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di era digital seperti sekarang, disinformasi menjadi salah satu tantangan terbesar bagi masyarakat modern. Informasi yang salah atau sengaja dipelintir dapat menyebar lebih cepat daripada sebelumnya, terutama dengan dukungan platform media sosial yang mempermudah akses informasi. Dampaknya sangat besar, mulai dari pengaruh terhadap pemilu, kerusuhan sosial, hingga penurunan kepercayaan publik terhadap lembaga-lembaga penting.

Penyebaran disinformasi bukan lagi masalah yang bisa dianggap enteng. Misalnya, dalam beberapa tahun terakhir, kita telah melihat bagaimana hoaks terkait pandemi COVID-19 dan vaksinasi menyebar luas, mengacaukan upaya kesehatan masyarakat. Selain itu, berita palsu tentang pemilu atau isu politik seringkali menjadi alat untuk memecah belah masyarakat. Dalam konteks ini, kita tidak hanya bicara tentang berita palsu yang disengaja, tetapi juga tentang bias informasi yang semakin meluas, yang menyulitkan masyarakat untuk membedakan antara fakta dan opini.

Ada beberapa langkah yang perlu diambil untuk mengatasi fenomena ini. Pertama, pendidikan literasi digital harus menjadi prioritas. Kita perlu mendidik masyarakat, terutama generasi muda, untuk lebih kritis dalam mengonsumsi informasi. Hal ini mencakup kemampuan untuk memverifikasi sumber informasi, mengenali hoaks, dan menghindari berbagi berita tanpa mengecek kebenarannya. Sekolah-sekolah dan universitas juga dapat memainkan peran penting dalam mengembangkan keterampilan ini, mengingat pentingnya kemampuan berpikir kritis di dunia yang semakin dipenuhi informasi.

Selain itu, platform media sosial harus bertanggung jawab untuk meminimalkan penyebaran disinformasi. Sejumlah besar platform, seperti Facebook, Twitter, dan TikTok, telah mulai memperkenalkan algoritma yang mengutamakan kebenaran, tetapi ini belum cukup. Diperlukan regulasi yang lebih ketat agar platform-platform ini lebih transparan dan tidak menyebarkan informasi yang bisa merusak tatanan sosial. Pada saat yang sama, kebebasan berekspresi harus tetap dijaga, tetapi harus ada batasan yang jelas terkait dengan penyebaran informasi yang terbukti salah atau berbahaya.

Namun, tentu saja, tanggung jawab terbesar ada di pundak kita sebagai individu. Kita harus lebih bijak dalam memilih informasi yang kita terima dan sebarkan. Jangan sampai kita terjebak dalam lingkaran informasi yang hanya menguatkan keyakinan kita sendiri tanpa mempertimbangkan perspektif lain. Setiap kali kita berbagi berita atau artikel, pastikan itu berasal dari sumber yang kredibel dan sudah diverifikasi kebenarannya.

Dengan langkah-langkah ini, kita dapat berharap untuk mengurangi dampak negatif dari disinformasi. Tantangannya memang besar, tetapi jika kita bersama-sama berupaya, kita dapat menciptakan ruang digital yang lebih sehat dan lebih informatif untuk masa depan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun