Bagiku, pantai selalu membawa nyawanya dan menghadirkan keunikannya tersendiri. Belum ada sederatan tempat yang paling menarik hati (menurut penulis) kecuali pantai. Ia selalu memanjakan penikmatnya dengan riuh ombak yang tak pernah padam, dengan pijakan pasir pantai, dan rimbunan daun pandan yang beberapa bersembulan. Elok nian ciptaan Tuhan ini. Salah jika kukira Tuhan tak menghadirkan kekayaan-Nya lewat pantai ini.
Selalu saja pantai sebagai jawabannya. Seperti yang kutemui 2 minggu yang lalu, saat ada kesempatan untuk liburan ke Pangandaran karena ajakan Mba Ris. “Yeah, ini kesempatan, dan tak kan terulang untuk kedua kalinya.” bisik hati. Perjalanan dari Bandung-Pangandaran memakan waktu 6 jam. Perjalanan kesana memang membawa banyak kesan. Teman-teman PBI yang baru kukenal hanya pada saat di bus mengharuskanku untuk dapat berbaur dengan mereka, yang katanya mereka lebih akrab dengan sebutan “kaum marginal” hehe. Setibanya disana, ada rehat 2 jam sebelum sore menjemput dan menarik kami ke pantai. Berbincang-bincang ringan bersama teman sekamar, merapikan bawaan yang ada dalam tas.
***
Sore tiba, saatnya bergegas bersama teman-teman, berjalan menuju arah matahari akan terbenam. Namun nampaknya sore itu mendung dan sunset nampak malu-malu memperlihatkannya. Tetap saja pantai saat itu mengajakku bermain. Melambai-lambai lewat ombaknya yang bersahabat.Dan satu jepretan foto mengawali jepretan-jepretan berikutnya. Ini yang sebenarnya tidak boleh terlewatkan. Karena melalui gambar, maka sederatan momen acap kali akan mengusik saat kita memutuskan untuk bernostalgia. Lihat saja nanti.
***
Paginya pun sunrise tak kutemukan karena menutup diri di balik awan mendung. Kukayuh sepedaku kembali, berharap kutemui matahari menghangatkan tubuhku. Kebetulan aku memakai sepeda untuk dua orang. Jika kuingat bagaimana usahaku pertama kali bersama Mba Ris agar sepeda ini berjalan, pasti saja ketawa ngakak. Selanjutnya saat sepeda tak berdosa ini menabrak mamang-mamang beca di arah berlawanan karena rem sepedanya blong. Untung saja pelan-pelan. (maklum, kami pengemudi sepeda amatiran hehe). Oya, jika sudah ke pangandaran, katanya tidak sah jika tidak membeli oleh-oleh. Mulai dari pakaian, ikan-ikan asin, dijajakan di setiap penjuru pasar. Rupanya magnetnya disini toh.
***
Pantai selanjutnya yang wajib dikunjungi, yaitu pantai Batu Karas. Dan seperti budaya sebelumnya, gambar tak boleh terlewatkan. Saran penulis, jika hendak berfoto-foto di bawah batu karang, pakailah sendal, karena memang batu karangnya lumayan lancip dan agak tajam. Berjaga-jaga untuk keselamatan kaki, tidak ada salahnya, bukan? hehe
Pantai memang seringkali menarik setiap peminat dan penikmatnya. Entah sejauh apa perjalanan menuju pantai tersebut, entah seberapa besar materi yang harus dikeluarkan, mereka para penikmat ini tidak akan pernah peduli. Karena pantai yang mereka kunjungi seolah membayar semuanya lewat keindahan yang Tuhan perlihatkan, dan mereka nampaknya tak akan segan untuk mensyukurinya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H