Ketika Tuhan ingin menunjukkan kemahakuasaan-Nya, maka tiada seorang hambapun yang mampu menolak. Ketika Tuhan memaksa untuk memberikan pengajaran kepada hamba-Nya, tiada pula yang kuasa menolaknya. Maha kuasa atas segala sesuatu, maha kuasa untuk memberi, mengabulkan, atau menolak, semua ada dalam satu genggaman mutlak-Nya. Tak ada yang kuasa menolak-Nya.
Tanggal 1 Januari 2025, sore itu suasana rumah kami begitu meriah, canda-tawa, berpadu melingkupi setiap jiwa yang ada di dalamnya. Sebuah hadiah kejutan, kunjungan diluar dugaan dari Ibu (Mertua) bersama adik-adik dan keluarganya. Kedatangan mereka membawa kebahagiaan tersendiri dimoment tahun baru 2025 ini. Walaupun sekedar menikmati hidangan yang ada, namun berkumpulnya itu lo sudah membawa suasana indah luar biasa.
Beda hari beda suasananya, Kamis, 2 Januari 2025, secara pribadi suasana beda kurasakan, begitu bangun jelang Subuh, aku merasakan tulang-tulang igaku terasa lain deh, sendi-sendi dipangkal lengan juga menunjukkan tanda-tanda yang tak biasa, persendian kaki juga ikut mewarnai perubahan yang ada dalam tubuhku. Â 'Ah, ini keadaaan biasa, gak ada yang perlu dikhawatirkan' keyakinanku dalam hati. Aktifitas tetap aku lakukan sebagaimana biasa, setelah jamaah Subuh, aku jalan-jalan santui dengan harapan mampu menetralisir keadaan.Â
Pagi itu tak terlalu kuhiraukan, kuanggap seperti hal biasa saja, segera aku siapkan diri untuk berangkat kerja. Sampai di tempat kerja, jam-jam awal kerja masih mampu bertahan, hingga tabuh bedug Dhuhur, kurasakan makin tak nyaman. Tapi kucoba tetap bertahan, eh, makin ditahan, makin tak tertahankan, akhirnya, sekali lagi, aku tak bisa menolak kuasa-Nya, badan makin lemah, pusing, dan jam 15.00 WIB aku undur diri dari lingkungan kerja untuk  pulang lebih awal.
Sampai di rumah, segera aku ambil waktu untuk istirahat, dengan harapan kondisi kurang baik ini bisa segera pulih. Sekali lagi ketika keputusan telah ditetapkan, maka tak seorangnpun mampu menolak-Nya, seefektif yang aku lakukan dengan take rest di bawah selimutpun seolah tak berpengaruh, sakit tetaplah sakit, lemah tetap berjalan menuju titik puncak kelemahannya. Makin sore makin terasa, bahwa tak ada yang bisa aku lakukan untuk menolak takdir ini.
Selepas Maghrib, kami tetap berupaya memutus siklus, 'bernego' dengan usaha dan doa agar terjadi pembatalan akan keputusan Tuhan, tak mencabut nikmat sehat yang telah dikaruniakan kepadaku. Malam itu aku diantar anak menuju ke tempat praktik dokter. Serangkaian wawancara, diagnosa awal dilakukan, berbagai indikasi mulai disimpulkan ke arah mana ketidakseimbangan dalam fisik kami, sehingga berbagai advice dan resep diberikan kepadaku.
Sekali lagi aku menandaskan kepada diriku sendiri, jika sudah diputuskan tak ada yang kuasa menolaknya. Sepulang dari dokter, rasa lemah itu makin membebani tubuhku, seolah hilang tenaga dan cadangan energiku, maklum sejak hari Kamis, volume asupan makanan sangat berkurang bahkan cenderung tak terisi, logis jika kondisiku makin lemah. Karena kebingungan, apa sih yang bisa masuk untuk menambah suplay tenaga dalam tubuhku, maka aku minta makan buah ja, pisang atau buah lain yang lunak seperti buah Naga, yang penting kemasukanlah, pikir kami saat itu.
Jum'at, makin lemah, makin menipis cadangan kekuatan tersisa, yang kurasakan lemah, ndredek, nggregeli, nyaris tanpa tenaga. Malam Sabtu, aku minta tolong Adik untuk ngantar ke Puskesmas, imajinasiku agar nanti diinfust sehingga akan mempercepat pemulihan kekuatan fisikku. Lagi-lagi aku tak kuasa menolak pada prokes yang ditetapkan, bahwa aku harus meminum obat dulu dari Puskesmas, jika esok pagi tak ada perbaikan, maka disarankan dibawa kembali ke Puskesmas untuk diuji laboratirum, baru ditetapkan langkah berikutnya.
Menurut Petugas jaga, justru yang membuat suhu badanku makin panas adalah karena buah-buahan yang aku konsumsi selama ini, wah, jadi repot juga nih, padahal ini yang bisa masuk dalam perutku. Muncullah ide untuk mengkonsumsi makanan tradisional 'Jenang dan Godir', sekali lagi sesungguhnya ini bukan keputusan ideal untuk diriku. Karena makanan itu dalam kondisi normal aku tak terlalu suka, namun dalam kondisi terpaksa aku tak bisa menolaknya, demi mempertahankan fitalitas diri.
Alhamdulillah, ketemu varian makanan lain 'Cincau', pikirku aku ada waktu hari Sabtu dan Ahad untuk memaksimalkan pemulihan, sehingga harapananku hari Senin bisa mulai kerja lagi. Benar saja dua hari ini aku gunakan sepenuhnya untuk istirahat dan terus meningkatkan kwantitas dan kwalitas makanan. Mulai dari Madu, Kunir, dan makanan penunjang lainnya.