Mohon tunggu...
susilo ahmadi
susilo ahmadi Mohon Tunggu... Wiraswasta - sekedar menyalur hobi menulis

cuma orang biasa aja

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Gagal Menyaksikan "Blue Fire"

21 Oktober 2019   08:29 Diperbarui: 21 Oktober 2019   08:46 135
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Akan tetapi salah seorang mulai merasakan tidak beres pada perutnya (mulas) yang membuatnya terpaksa putar balik. Tak beberapa lama kemudian ada yang merasa sudah tidak mampu melanjutkan perjalanan. Katanya dia memang memiliki penyakit jantung. Ahh.. seharusnya dia tidak perlu ikut mendaki jika memiliki penyakit yang satu ini. 

Dia pun kemudian putar balik. Tinggallah kami berlima terus melanjutkan perjalanan. Hawa yang semula dingin jadi terasa panas karena tubuh bergerak terus sehingga sarung tangan dan penutup kepala saya copot.

Jalan ramai dengan orang-orang yang terburu-buru mendaki. Mungkin mereka sedang ingin mengejar blue fire. Saya pun juga ingin cepat-cepat menyaksikannya tetapi persoalannya teman-teman mendaki tidak bisa bergerak cepat padahal sebenarnya usia mereka jauh lebih muda. Tiap beberapa menit kami berhenti. 

Kadang waktu berhenti bisa mencapai 15 menit yang membuat tubuh saya kembali mendingin dan menggigil. Maklumlah namanya juga pendaki hore-hore. Meskipun demikian beberapa kali rasa haus menyergap. Suasana gelap, yang terlihat hanya kilatan lampu headlamp para pendaki.

 Saya bisa mendengar obrolan mereka dalam berbagai bahasa. Sesekali taksi ijen menyela kami dari belakang. Taksi ijen ini disopiri oleh 3 awak, 2 orang di depan menarik dengan kain sarung, sedangkan yang belakang mendorong dan mengarahkan taksi. 

Ongkosnya Rp 800 ribu sekali jalan naik dan Rp 300 ribu turun. Saat turun taksi cuma disopiri oleh satu orang sehingga lebih murah. Banyak juga yang menggunakan jasa mereka.

Hingga kami kemudian bertemu dengan kantin Ijen dan jalan mulai menanjak curam + makin sempit. Durasi dan frekuensi berhenti kami makin banyak saja. Saya pesimis jika akan tiba di puncak sebelum subuh. Saya tengok ke belakang jalan sudah sangat sepi. Jadi kami sudah jauh tertinggal dengan pendaki lainnya. 

Ya sudahlah tak apalah tidak bisa menyaksikan blue fire. Saya toh tak mungkin meninggalkan teman-teman. Makin lama aroma belerang makin tercium tajam. Salah seorang teman mengeluhkan pusing dengan aroma itu walaupun bagi saya tidak begitu mengganggu. 

Akhirnya lewat subuh (sekitar pukul 4.15) barulah kami tiba di puncak Ijen. Hawa sangat dingin dan kami pun harus segera melakukan shalat. Sayang tidak ada air sehingga kami melakukan tayamum. Usai shalat kami duduk makan-makan bekal sembari berfoto sepuasnya.

Hampir satu jam kami berada di puncak. Sayangnya kabut lumayan tebal sehingga jika memandang jauh hanya tampak warna putih melulu. Di puncak suasana seperti pasar aja, ramai bukan main. Ada shelter buat duduk-duduk. Akhirnya kami pun turun dan ternyata jalan menurun sama tidak mudahnya dengan naik. 

Debu di atas jalan sangat tebal sehingga saya sebentar-sebentar terpeleset. Untuk menyiasatinya saya kadang lewat selokan kering yang berada di sisi kanan kiri jalan. Waktu turun yang saya kira cepat ternyata tidak seperti perkiraan semula. Saya harus benar-benar ekstra hati-hati memilih pijakan kaki di jalan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun