Mohon tunggu...
susilo ahmadi
susilo ahmadi Mohon Tunggu... Wiraswasta - sekedar menyalur hobi menulis

cuma orang biasa aja

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Anjing Menggonggong, Kafilah Tetap Berlalu

23 Juni 2019   15:24 Diperbarui: 23 Juni 2019   15:55 90
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Beberapa bulan lalu ketika sedang berjoging ria pagi-pagi, saya berpapasan dengan dua orang perempuan separuh usia. Kalau melihat kostum mereka sepertinya mereka adalah para buruh tani yang sedang berangkat ke ladang. Mereka mengendarai sepeda mini tanggung pelan-pelan sambil asyik mengobrol. 

Saya tidak begitu jelas mendengar apa yang sedang mereka obrolkan karena bagi saya hal seperti itu sudah merupakan pemandangan harian jadi saya sama sekali tidak mempedulikannya. Di belakang saya kira-kira jarak 200 m ada istri yang sedang mengendarai sepeda ikutan berolahraga pagi.

Sesampainya di rumah istri bertanya kepada saya apakah saya kenal atau telah mendengar obrolan dua perempuan ketika sedang joging di jalan tadi? Saya jawab mendengar tetapi tidak begitu jelas. Saya heran mengapa istri bertanya seperti itu. Apa maksudnya ya? Segera dia menjelaskan bahwa dua perempuan tadi rupa-rupanya sedang menggunjing diri saya. 

Mereka berdua mengatakan bahwa saya adalah orang gagal dalam hidup ini. Yang membuat saya heran adalah pertama saya tidak mengenal kedua perempuan itu tetapi bagaimana bisa mereka bisa seolah-olah mengenal saya? 

Rupa-rupanya kegagalan hidup saya sudah sedemikian masif sampai-sampai menjadi buah bibir banyak orang dimana-mana ya? Hehe... Yang kedua mengapa mereka sibuk mempersoalkan hidup saya padahal juga saya tidak pernah mengenal mereka sama sekali? Kalau mereka berdua masih kerabat atau sanak saudara atau tetangga, saya masih bisa memakluminya.  

Jujur memang saya orang yang gagal dalam hidup ini. Cita-cita masa lalu yang terwujud dalam hidup ini hingga sekarang mungkin tidak sampai 5%. Sisanya cuma tumpukan puing puing kegagalan. Sebagian memang murni karena kesalahan saya sendiri di masa lalu tetapi sebagian besar lainnya sebenarnya bukan. 

Saya memang bukan orang sukses saat ini. Saya hanyalah orang biasa-biasa saja. Orang kaya bukan, pejabat bukan, pegawai perusahaan bonafit juga bukan, orang dengan banyak prestasi apalagi jelas bukan sama sekali. 

Saya jelas jauh sekali dari gambaran banyak buku-buku dan kutipan-kutipan sukses yang tiap hari membobardir halaman medsos dan web. Akan tetapi bagaimanapun keadaan saya saat ini saya tidak pernah terlalu mempersoalkannya apalagi sampai mem-blow up. Bagi saya label atau predikat dari orang lain itu tak penting. Saya tidak haus atau butuh label ini itu. 

Dulu-dulu awalnya saya selalu berusaha keras melawan hidup saya sendiri tetapi akhirnya di sebuah titik saya tiba pada sebuah kesimpulan akhir bahwa tidak ada gunanya sama sekali untuk terus melakukannya atau saya bisa jadi gila betulan atau mengalami gangguan mental. Saudara sepupu di belakang rumah adalah sebuah contoh sempurna. Belasan tahun dia hidup dalam kesulitan ekonomi terus menerus. 

Saya tahu seperti saya sendiri, awalnya dia berusaha melawan hidupnya sendiri tetapi sampai sayangnya hingga detik ini dia masih terus saja melawan tanpa henti. Walhasil akhirnya dia menderita gangguan mental sejak beberapa tahun lalu. Dia sering berbicara, tertawa, dan berteriak-teriak sendirian. Orang-orang yang baru mengenalnya pasti kaget dan menganggapnya gila tetapi saya yang sudah saban hari mendengar dan melihat perilakunya sadar benar bahwa itu hanyalah sebuah gangguan jiwa. 

Pernah saya menyarankan kepada suami dan ibunya (bibi saya) agar dibawa ke RS jiwa tetapi mereka menolak dengan alasan kemungkinan lebih disebabkan karena gangguan jin atau mahluk halus sehingga kemudian malah datang ke dukun. Yang membuat saya prihatin adalah salah penanganan itu mengakibatkan gangguan kejiwaannya semakin lama justru semakin parah.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun