Momen lebaran kini sudah bukan dominasi umat muslim lagi. Saya melihat umat-umat lain juga ikut mudik atau mengunjungi saudaranya yang muslim saat lebaran tiba. Alkisah kira-kira 4 km di selatan kampung saya ada sebuah desa sebut saja S.Â
Wilaya desa ini memang agak terisolasi. Lokasinya berada di pinggir hutan sehingga akses cuma bisa ke utara mengarah ke desa kami. Antara kami dan desa itu memang dipisahkan oleh "bulakan" panjang yang sudah terkenal rawan begal jika malam tiba.Â
Penduduknya cukup padat dan yang unik adalah 100% warganya beragama Katolik. Tidak ada satupun warganya yang beragama selain Katolik. Saya tidak tahu bagaimana sejarah desa ini dulu hingga bisa seperti ini padahal warna kulit dan bahasa persis dengan kami. Mereka benar-benar umat beragama yang taat. Di sebelah rumah saya ada pak ustadz sebut saja pak L.Â
Sejak era Suharto jika hari natal tiba maka pak L ini diundang ke rumah salah satu kenalannya di desa S ini begitu pula sebaliknya saat lebaran kenalannya ini datang ke rumah pak S. Tradisi saling mengunjungi ini masih terus berlangsung sampai sekarang. Indah sekali bukan? Â Â
Kalau di kampung saya sendiri relatif homogen warganya, artinya agama, pekerjaan, dan suku relatif sama jadi rasa keberagaman itu agak kurang. Hanya ada beberapa warga yang beragama lain (bahkan ada yang masih menganut kepercayaan menyembah matahari) tetapi biasanya jika ada acara makan-makan atau selamatan jelang atau saat lebaran mereka juga ikut diundang.
Satu kalimat yang pernah disampaikan oleh bapak dulu yang masih saya ingat-ingat hingga kini adalah untuk terus bersilaturahmi dengan para kerabat yang kemampuan ekonominya kurang atau miskin. Karena itulah sampai sekarang sebelum lebaran datang saya selalu membuat daftar siapa-siapa kerabat yang saya anggap memiliki status tersebut.Â
Daftar ini bisa berubah setiap tahun karena sebagian ada yang sudah meninggal atau pindah domisili. Daftar ini memang tidak pernah saya tulis tetapi selalu saya ingat baik-baik supaya tidak terlupa untuk mengunjungi rumah mereka nanti.Â
Jangan sampai muncul anggapan di kalangan para kerabat ini bahwa kami cuma peduli dengan orang-orang yang berada saja atau bahwa jika lebaran bukan untuk mereka. Â Â
Bagi kami semua tetangga dan kerabat adalah sama dan saat lebaran adalah saat spesial kita semua kembali menjalin dan mempererat tali silaturahmi dengan siapapun juga tanpa mempedulikan agama, suku, politik, golongan, warna kulit, ataupun status ekonomi. Saat lebaran adalah saat semua hati tengah terbuka dengan penuh keikhlasan untuk meminta dan memberikan maaf. Â Â Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H