Mohon tunggu...
susilo ahmadi
susilo ahmadi Mohon Tunggu... Wiraswasta - sekedar menyalur hobi menulis

cuma orang biasa aja

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Memberi Sedekah di Jalan: Saya Lebih Suka Main Aman

15 Mei 2019   09:19 Diperbarui: 15 Mei 2019   09:28 49
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Coba kalau kasusnya seperti ini siapa yang tidak malas kasih sedekah? Yang ketiga banyak pengemis sekarang mulai main paksa. Saat sore ketika istri sedang menjemur gabah di halaman datang pengemis yang masih remaja. Melihat gabah sedang dijemur dia tergiur lalu meminta gabah. Yang saya ingat kala itu harga beras memang sedang mahal-mahalnya. 

Gabah itu sebenarnya adalah milik emak (mertua istri) sehingga istri menolaknya karena merasa itu bukan miliknya dan menggantinya dengan uang. Si pengemis tetap terus memaksa dan jadilah pertengkaran di antara mereka (waktu saya tidak ada di rumah). 

Ujung-ujungnya si pengemis mau menerima dengan penuh rasa dongkol. Yang keempat ada satu pengemis seorang lelaki usia sekitar 50-60 yang rutin datang ke rumah sepekan sekali. 

Nah suatu hari tanpa sengaja si istri berjumpa di jalan dengannya tetapi dengan dandanan yang necis dan motor bagus. Bisa saja sih baju dan motor itu pinjam dari orang lain tetapi yang aneh adalah dia membuang muka seolah-olah takut dikenali oleh istri padahal istri sangat yakin jika dia adalah pengemis yang rutin datang ke rumah. 

Di sinilah muncul kecurigaan bahwa sebenarnya dia tidak miskin tetapi memang malas bekerja dan menjadikan mengemis sebagai profesinya. 

Padahal sebenarnya ada banyak sekali orang-orang yang jauh lebih terpuruk tetapi mereka tetap mau bekerja keras dan berusaha untuk tidak meminta-minta (bahkan ada acaranya di TV). 

Orang-orang seperti inilah yang sebenarnya malah layak mendapatkan bantuan sedekah. Yang menarik adalah kisah terakhir. Seorang guru SD (jelas bukan pengemis) yang saya kenal datang suatu malam ke rumah meminta sumbangan uang untuk diberikan kepada tetangganya GAKIN (warga miskin) yang sedang diopname di RS. Berhubung saya kenal baik maka saya kasih uang. 

Yang mengiris hati saya adalah sebulan kemudian beredar kabar jika bapak guru ini telah melakukan sunatan pada sumbangan uang itu. Masyaallah! Masih seabrek kisah-kisah lain yang bisa saya tuliskan disini yang akan sangat panjang tetapi intinya adalah bagi saya sudah bukan masanya lagi asal memberikan sedekah kepada para pengemis, anjal, orang yang kita kenal (fund raiser), ataupun pengamen di jalan atau yang datang sendiri ke rumah.

2. Dari pihak Dinsos sendiri juga sudah sangat lama menganjurkan untuk tidak memberikan sedekah di jalan. Di dalam UUD sudah jelas bahwa fakir miskin dan anak-anak terlantar menjadi kewajiban negara untuk melindunginya dan Dinsos merupakan lembaga yang berwenang untuk itu. Ada begitu banyak program bantuan pemerintah saat ini yang ditujukan untuk GAKIN seperti bantuan beras Raskin, BLT, subsidi listrik, KIS PBI, rumah sangat sederhana, dll. Jadi sekarang sama sekali sudah tidak ada alasan jika sampai ada GAKIN yang terlantar. Jika itu terjadi maka itu mutlak kesalahan para RT, RW, atau lurah setempat yang tidak peduli dengan keadaan warganya. 

Seandainya melihat GAKIN yang belum terdaftar oleh pemerintah pun kita bisa proaktif untuk mengusulkannya ke kantor desa atau kecamatan untuk dicatat. Ingatlah bahwa kita tidak hidup di tengah hutan belantara atau di planet Pluto yang tidak ada pemerintah yang bisa melindungi kita. Saya melihat pemerintah kita sudah sangat amanah dalam melindungi GAKIN ini.

Karena itulah untuk bersedekah saya lebih suka memberikannya kepada lembaga-lembaga sedekah yang memiliki badan hukum atau paling tidak masjid. Pembayarannya pun juga lebih mudah bisa dilakukan dengan banyak cara (tidak melulu tunai) seperti transfer bank, uang elektronik, ataupun lewat minimarket. Saya yakin lembaga-lembaga ini lebih dapat dipercaya dan lebih bertanggung jawab. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun