Tri Susilo Wahyu Aji, mahasiswa Akuntansi FE-UMY
Ketika mendengar kata “akuntansi” paradigma yang ada pada masyarakat adalah sesuatu hal yang rumit mengenai keuangan. Masyarakat terlanjur berfikir bahwa akuntansi adalah ilmu yang sulit tentang perhitungan uang dalam suatu perusahaan atau pemerintah. Padahal dunia akuntansi tidaklah serumit yang mereka bayangkan. Sebenarnya praktik ilmu akuntansi sangat mudah ditemui di masyarakat misalnya dengan kita mencatat bagaimana pemasukan dan pengeluaran bulanan atau tahunan kita atau bahkan harian, hal tersebut sudahlah dapat dikatakan suatu proses akuntansi. Berdasarkan hal tersebut dapat dikatakan ketika terjadi arus uang dan terdapat pencatatan didalamnya hal tersebut dapat dikatakan suatu praktik Akuntansi.
Dewasa ini praktik kauntansi secara formal telah merambah berbagai sektor misalkan perusahaan pada umunya pemerintahan kantor – kantor pelayanan publik hingga yang masih hangat tentang ketentuan adanya akuntan pada setiap kantor pemerintahan di daerah – daerah. Hal ini semakin memperjelas eksistensi Akuntansi tersendiri hingga pentingnya sebuah informasi akuntansi di setiap lini organisasi. Berdasarkan hal tersebut muncul sebuah ide untuk turut dihadirkannya praktik akuntansi pada lembaga keagamaan Masjid. Ide tersebut didukung oleh adanya sebuah struktur organisasi atau kepengurusan yang disusun secara baik dalam lembaga keagamaan tersebut. Dimana akuntansi sangat dibutuhkan dalam sebuah organisasi untuk dapat menghadirkan sebuah informasi keuangan untuk pengambilan keputusan yang baik.
Selain itu, alasan yang me latar belakangi ide tersebut adalah interpretasi dari hadirnya PSAK No. 45 tentang Akuntansi untuk Entitas Peribadatan. Menurut PSAK No. 45 organisasi Nirlaba yang diterbitkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) yang dapat dijadikan dasar untuk seluruh organisasi nirlaba nonpemerintah. Terdapat dua jenis organisasi nirlaba, yaitu pemerintahan dan nonpemerintah. Praktik akuntansi pada kedua jenis organisasi ini memiliki literatur yang berbeda dalam penerapannya. Pada organisasi nirlaba pemerintah diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 24 tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan. Sementara itu pada organisasi nirlaba Non pemerintah turut diatur dalam Pernyataan Standar Auntansi Keuangan (PSAK) No. 45.
PSAK No. 45 menghendaki penerapan akuntansi akrual bagi organisasi nirlaba (Non Laba). Dalam PSAK No. 45 yang menjadi karakteristik untuk entitas nirlaba ini yaitu sumber daya entitas berasal dari para penyumbang yang mana tidak mengharapkan adanya hasil, imbalan atau keuntungan komersial lain. Sesuai dengan jenis organisasi yaitu Nirlaba atau Non-laba atau bisa dikatakan non profit oriented.
Pada penelitian – penelitian yang telah diselenggarakan sebelumnya menunjukkan bahwa, LSM, Parpol dan sekolah masih menggunakan basis kas, namun belum melihat bagaimana akuntansi di organisasi keagamaan. Lembaga keagamaan berupa masjid hadir dengan tanggung jawab pengelolaan dana yang diberikan oleh jamaah. Dimana para jamaah menyerahkan dana nya untuk tujuan sosial keagamaan yang tentunya tidak mengharapkan imbalan secara langsung kepada dirinya. Namun sebagai nilai keagamaan atau kepercayaan yang ia jalin antara dirinya kepada sang pencipta Allah SWT. Sebagaimana didirikannya lembaga masjid ini sebagai sarana peribadatan umat muslim kepada Allah SWT yang didalamnya tidak hanya terdapat tujuan beribadah. Namun juga sebagai sarana pemberdayaan umat terutama disekitar wilayah masjid tersebut.
Perberdayaan ini dilaksanakan berdasarkan kemampuan masjid untuk menggerakkan umat berdasarkan dana yang diterima pengurus masjid. Beberapa bentuk pemberdayaan yang nyata dijalankan yaitu Taman Pendidikan Al Quran, Lembaga Zakat dan Taman Pendidikan Kanak – kanak. Dengan adanya kegiatan – kegiatan tersebut, hadirnya akuntansi dirasa sangatlah penting terutama dalam hubungannya untuk menghasilkan informasi akuntansi keuangan organisasi. Karena dengan adanya sistem informasi akuntansi yang baik, pengurus masjid atau takmir akan dapat mudah menentukan keputusan tentang pembangunan pengelolaan dan pemberdayaan masjid.
Selain itu, disisi pengurus takmir masjid diperlukan suatu penyampaian informasi yang dapat meningkatkan kredibilitasnya meskipun posisi tersebut hanya sebatas kerelaan. Kredibilitas inilah yang akan meningkatkan kepercayaan masyarakat. Penerapan akuntansi sendiri merupakan suatu bentuk akuntabilitas yang dapat mengurangi kesenjangan informasi antara takmir masjid dengan masyarakat. Tentu sudah dapat diketahui bahwa PERLU atau HARUSLAH Akuntansi sudah mulai masuk dalam agenda pengurus masjid di dalam pengelolaan masjid tersendiri.
Lalu, bagaimana dengan teknis akuntansi nya?
Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 45 menghendaki akuntansi di organisasi nonlaba menggunakan metode akrual. Namun di lapangan jika organisasi masjid menerapkan praktik akuntansi dengan konsep akrual dirasa tidak relevan. Hal ini beralasan, karena tujuan utama organisasi masjid ini bukanlah laba, sehingga pencarian angka laba tidak relevan untuk istilah pengukuran kinerja pengurus masjid. Sehingga metode yang tapat dalam praktik akuntansi masjid yaitu menggunakan basis kas, yakni dengan mengakui pendapatan dan biaya pada saat kas diterima dan dibayarkan. Selain itu, akuntansi masjid dapat menggunakan metode pembukuan tunggal (single entry method) dimana takmir masjid tidak perlu membuat jurnal, buku besar, dll.