Tugas, ujian, skripsi, laporan, dan hal lain menjadi rutinitas bagi kalangan mahasiswa. Mahasiswa dituntut untuk membagi waktu antara kuliah, organisasi, keluarga, dan waktu untuk dirinya sendiri. Banyak mahasiswa yang sukses dapat membagi waktu dengan baik. Namun, tak jarang banyak juga yang gagal dan berakhir dengan bunuh diri. Kasus bunuh diri oleh mahasiswa banyak terjadi dalam beberapa waktu terakhir. Sebut saja aksi bunuh diri yang dilakukan TSR mahasiswa Institut Teknologi Sumatera (ITERA) semester VI Jurusan Geofisika belum lama ini membuat heboh masyarakat indonesia. Data WHO 2016 mencatat pada tahun 2012 terdapat 800.000 orang bunuh diri setiap tahunnya di berbagai belahan dunia. Angka bunuh diri tertinggi terjadi di Korea Selatan yaitu 36,8 dari 100.000 penduduk. Sementara di Indonesia kasus bunuh diri sebesar 3,7 per 100.000 penduduk yang menempatkan Indonesia pada urutan 114 dunia. Setiap tahunnya ada kasus bunuh diri yang terjadi. Beberapa kasus lainnya yang ditemukan diantaranya ialah korban berinisial MB, mahasiswa Program Studi Ilmu Sejarah Unpad 2012, meninggal 18 Desember 2018. Lalu, RWP, mahasiswa Fakultas Perikanan dan Ilmu Keluatan (FPIK) Unpad ditemukan tak bernyawa di kamar kontrakannya dekat kampus. Keduanya merupakan mahasiswa semester 13 yang belum menyelesaikan skripsi dan mengalami masalah keuangan. Ada juga mahasiswa Universitas Sriwijaya, BCS (22 tahun) yang merupakan mahasiswa semester akhir yang memilih mengakhiri hidupnya karena depresi mengenai skripsi, juga FAP (24 tahun) mahasiswa Universitas Sumatera Utara ditemukan tewas di pintu kamar kosnya. Korban bunuh diri diduga karena stres memikirkan skripsi yang tak kunjung selesai. Selain itu, dari keterangan rekan korban, laptop korban juga hilang yang membuatnya bertambah stres.
Ahli Kedokteran Jiwa dari UGM, Dr.dr. Carla Raymondalexas Marchira, Sp.KJ (K)., menyebutkan bahwa bunuh diri dipengaruhi oleh berbagai macam faktor. Berdasarkan beberapa kasus di atas, rata-rata salah satu faktor penyebab kasus bunuh diri di atas adalah karena skripsi. Skripsi bisa menjadi beban bagi mahasiswa. Beban diperkuat dengan tekanan untuk segera lulus, jika tidak mau menyandang beban sebagai mahasiswa drop out (DO). Tidak semua kegagalan skripsi berakhir dengan bunuh diri, dorongan bunuh diri muncul dari perasaan kuat jika dirinya tak mampu lagi menanggung beban atau tekanan hidup yang dirasakan saat ini. Dorongan bunuh diri juga muncul karena mahasiswa mengalami disengaged terhadap hal-hal yang hendak dijalaninya. Perasaan disengaged ini bersifat subjektif karena menyangkut persepsi, penilaian, dan pemaknaan diri pribadi.
Akibat dari kompilasi berbagai faktor lainnya juga, memunculkan beberapa gejala yang terjadi pada mahasiswa yaitu tidak percaya diri, menyalahkan diri sendiri, depresi, stress, frustasi, dan memiliki tekanan hidup yang berat. Hal-hal tersebut dapat mendorong seorang mahasiswa untuk melakukan tindakan yang tidak diharapkan. Akibatnya dapat diawali dengan munculnya disengaged yang berkepanjangan yang kemudian dipengaruhi juga oleh faktor ekonomi, sosial, genetik, dan lingkungan. Ketika terdapat tanda-tanda disengaged maka perlu diwaspadai oleh diri sendiri dan lingkungan sekitar.
Untuk mencegah agar kasus bunuh diri ini tidak terjadi lagi di kalangan mahasiswa, maka menjadi sangat penting untuk menghilangkan perasaan disengaged mahasiswa terhadap perguruan tinggi dan jurusannya. Dalam kaitannya dengan organisasi, kita anggap perguruan tinggi dan jurusan kuliah tersebut sebagai organisasi. Pada dasarnya engagement di tiap organisasi berbeda-beda, namun secara umum terdapat tiga klaster utama yang menjadi penggerak engagement dalam organisasi diantaranya, organisasi itu sendiri, manajemen dan kepemimpinanya, serta working life di dalam suatu organisasi.
Pertama organisasi, di suatu perguruan tinggi sangat penting untuk memperhatikan budaya yang ada di dalamnya, visi dan nilai nilai yang dianut oleh perguruan tinggi tersebut. Selanjutnya yang perlu diperhatikan adalah manajemen dan kepemimpinan dalam organisasi, dalam hal ini para pemimpin fakultas dan dosen-dosen yang bertatap muka langsung dengan mahasiswa di kelas, dan untuk menciptakan engagement mahasiswa dibutuhkan tenaga pendidik yang konsisten dalam mengajar dan menanamkan nilai nilai baik pada mahasiswa. Terakhir yang perlu diperhatikan adalah working life dalam suatu organisasi, atau bisa dikaitkan dengan lingkungan dan gaya belajar di suatu perguruan tinggi, kebijakan-kebijakan yang ada di perguruan tinggi hendaknya harus mempertimbangkan antara organisasi, waktu pribadi, dan juga keluarga dari mahasiswa, dan seharusnya mahasiswa juga dilibatkan dalam mengambil beberapa kebijakan yang nantinya berhubungan langsung dengan mahasiswa tersebut.
Solusi nyata yang dapat diterapkan ialah dengan menyediakan “Ruangdosen” di setiap kampus. “Ruangdosen” dapat berupa aplikasi yang menghubungkan antara mahasiswa dengan dosen. Dengan adanya hal tersebut, mahasiswa diharapkan dapat berkomunikasi lebih intens dengan dosen yang ada di kampus, mendiskusikan masalah dan kesulitan yang dihadapi, serta menyelesaikan bersama masalah tersebut. Solusi ini terinspirasi oleh adanya aplikasi platform pendidikan yang bernama “Ruangguru” yang sukses menyelesaikan masalah tentang belajar siswa.
Langkah jangka panjang lainnya untuk yang dapat dilakukan ialah dengan memperbaiki masa orientasi kampus yang tidak hanya bersifat eventual saja tetapi berkelanjutan,selain melatih mahasiswa sejak awal masuk agar dapat berkomitmen pada kampus serta menanamkan rasa cinta terhadap kampus, nilai-nilai dan budaya kampus, kedisiplinan serta kepedulian terhadap sesama. Perlu adanya pengawasan pasca orientasi yang dilakukan oleh orang-orang yang memiliki kaitannya dengan orientasi seperti pelaksana,dosen dan lingkungan sekitar lainnya.
Dengan demikian, engagement dapat tercipta di lingkungan perkuliahan, sehingga disengaged dapat ditekan dan dapat mencegah salah satu faktor dari tindakan bunuh diri pada mahasiswa.
“Tidak perlu merasa malu untuk mengakui ketika anda merasakan depresi. Depresi bukan hal yang sepele dapat menimbulkan dorongan bunuh diri sehingga amat disarankan untuk menghubungi dan berdiskusi dengan orang terdekat yaitu keluarga atau kerabat dekat serta jasa konseling seperti psikolog, psikiater,klinik kejiwaan atau layanan hotline psikologi.”
Hotline klinik psikologi
- Indopyscare
Surel :
admin@indopyscare.com
- International Wellbeing Center