Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) adalah warga negara Republik Indonesia yang baru lulus dalam mengikuti tes seleksi penerimaan Calon Pegawai Negeri Sipil pada tahap pertama sebelum menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS).
Sebagai negara yang berdemokrasi, wajib untuk mensejahterakan warga negaranya dengan memberikan atau membukakan lapangan kerja, demi memenuhi kebutuhan dasar yang layak, serta mengurangi angka pengangguran ataupun tingkat fakir miskin, sekalipun jelas diatur dalam Pasal 34 ayat 1 UUD 1945 bahwasannya fakir miskin dipelihara oleh negara, namun realitanya regulasi hukum itu belum teralisasikan oleh negara sepenuhya, sehingga masih banyak fakir miskin dan anak terlantar di temui hingga saat ini.
Adapun program pemerintahan untuk membukakan peluang serta kesempatan bagi setiap warga negara terkhususnya mulai dari yang baru lulus hingga yang sudah lama lulus atau bahkan yang sudah bekerja secara honor selama ini, artinya yang berkeinginan untuk mengabdikan diri kepada negara melalui instansi pemerintahan yang merupakan sebagai bukti cinta akan tanah air pada negeri ini, sehingga ribuan bahkan jutaan warga negara mencoba kesempatakan tersebut, dengan memperhatikan beberapa kebijakan yang telah dibuat oleh pemerintah dalam proses perekrutan calon pegawai negara sipil (CPNS) demi mencari karaktek PNS yang profesional dan memiliki kompetensi tinggi sebagaimana yang sudah tertuang dalam Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian
Dalam hal ini, sebelum berbicara cukup jauh terkait sosok karakter PNS yang diinginkan oleh pemerintahan, ada kalanya perlu diketahui apa yang menjadi problematika yang terjadi akhir-akhir ini yang mengakibatkan banyak dampak dirasakan oleh masyarakat luas, hingga membuat beberapa pihak harus angkat bicara untuk memberikan kritik dan masukan demi mendapatkan solusi, di samping itu juga agar pemerintah dapat bertindak cepat untuk menanggulangi masalah tersebut meskipun harus melibatkan banyak pihak terkait.
Setelah menuai banyak informasi dari beberapa media massa elektronik, seperti media sosial maupun media cetak, mungkin tidak sedikit lagi masyarakat yang tidak mengetahui akan berita terkait pembubuhan e-materai pada tahap awal yakni proses pendaftaran CPNS dengan melalui pembelian/transaksi pembayaran pada media plafrom online yang sudah disediakan atau bekerjasama dengan pemerintah, yang sangat disayangkan para calon pendaftar saat itu mendapatkan banyak keluhan dan kendala, yakni berupa masalah server error, pembelian e-materai tidak tersedia, pembelian gagal namun sudah berulang kali di lakukan pembayaran bahkan dengan harga yang berbeda dari harga e materai pada umumnya pun masih ada yang dalam arti mau tidak mau harus membelinya dikarenakan banyaknya persoalan yang terjadi saat itu padahal untuk biaya harga materai itu sudah ada ketentuannya, sebagaimana dasar hukum untuk meterai elektronik. UU No 10 tahun 2020 menetapkan tarif tunggal bea meterai, untuk tempel dan elektronik, sebesar Rp10.000, yang berlaku mulai Januari 2021, tapi nyatanya sebagian pihak memanfaatkan keadaan dan kesempatan tersebut dengan membuat harga diluar nulur, dan lain sebagainya, belum lagi bukan hanya sedikit warga negara yang terkendala dengan pembubuhan e materai, jika di lihat dan di hitung mundur waktu ke belakang, beberapa hari terakhir sebelum pendaftaran di tutup ada sebanyak 3,2 juta warga negara yang hampir belum menuntaskan prosedur pendaftaran hal itulah yang membuat para calon pendaftar dan orangtua sangat khawatir dan merasa sangat dirugikan apabila nantinya tidak dapat melakukan pendaftaran dan refund e-materai kembali, yang menjadi pertanyaan saat ini, ada apa ini?, apa yang terjadi?, kebijakan pemerintah seperti apa ini?, jika sudah begini, siapa yang harus disalahkan?, bukankah persiapan untuk pembukaan pengadaan calon aparatur sipil negara (CPNS) ini sudah dipersiapkan jauh-jauh hari, bulan, dan bahkan dari tahun 2021 terkait penggunaan materai elektronik ini, dan tentunya dari segala aspek dan pihak teknis terkait juga sudah melakukan pengujian untuk digitalnya, dan pemerintah pun pastinya sudah melakukan berbagai pertimbangan untuk uji coba yang sudah dilakukan, apa iya itu masih kurang cukup, lalu harus bagaimana pemerintah melihat persoalan dan menanggapi keluhan-keluhan masyarakat ini!, bagaimana sebenarnya infrasruktur digital indonesia saat ini?, atau ada hal lain yang ingin bermain dengan memanfaatkan situasi dan keadaan saat ini, ini masih dugaan sementara, semoga saja tidak benar.
jika berbicara terkait penerimaan negara dari E materai, Pada 2021, atau setahun setelah UU No 10 tahun 2020 disahkan, pemerintah memproyeksikan penerimaan pajak dari bea meterai dan penjualan benda meterai sebesar Rp10,6 triliun—naik 57% dari tahun 2020. Proyeksi itu muncul dalam Nota Keuangan Rancangan APBN 2020 yang disampaikan pada 18 Agutus 2021 di DPR. Direktorat Jenderal Pajak memproyeksikan potensi penerimaan negara sebesar Rp30 triliun, hanya dari penjualan meterai elektronik. yang mana pendapatan itu akan signifikan bagi program pemerataan pembangunan.
lagi-lagi Pembangunan yang dibicarakan, pembangunan yang mana satu ini pak, kita tahu, dengan beralaskan pembangunan supaya keluar APBN, belum lagi yang saat ini Pembangunan IKN yang dana utamanya dari APBN itu sendiri,belum lagi kebijakan pemerintah yang minta IKN sudah harus dituntut cepat selesai pembangunannya, agar presiden sudah mulai mengantor dari ikn, emang segampang dan secepat kilat pak membangun IKN, tolong pikirkan kebijakan pemerintah yang kalian buat ini bisa mendatangkan manfaat untuk jangka panjang bagi masyarakat luas, jangan dipaksa itu APBN keluar terus, gimana utang negara tidak bertambah terus pak, disamping itu yang kabarnya IKN akan dibangunkan gereja Khatolik, yang kementerian PUPR anggarkan Rp. 704,89 Miliar, inilah yang membuat negara kita sibuk dengan pembangunan tanpa memikirkan bagaimana keuangan negara ini bisa stabil dan mampu mensejahterakan dan memakmurkan warga negaranya yang tidak hanya melihat dari segi ekonomi saja melainkan lebih ke memberikan bekal masa depan generasi bangsa ini supaya melalui pendidikan, penerus bangsa dapat memajukan indonesia lebih baik lagi
Terkait dengan aspek penerimaan negara inilah yang membuat pakar hukum tata negara angkat bicara rubus Rahardiansah membebani para pendaftar seleksi CPNS termasuk proses penyediaannya yang berpotensi menghambat nasib “calon pegawai negeri”. “Kepentingan di balik ini adalah pendapatan negara, ada cuan yang masuk ke kas negara. Kalau mau adil, seharusnya pembubuhan meterai diwajibkan saat yang bersangkutan telah dipastikan diterima, bukan saat mendaftar", saya sangat setuju dengan pernyataan dari bapak pakar kita, Terlihat sekali negara mengharapkan keuntungan dari proses seleksi CPNS ini. Kepentingannya tentang pemasukan negara, bukan soal pelayanan publiknya, miris bukan pemerintah indonesia sendiri yang menjajah warga negaranya, tidak ada artinya indonesia sudah merdeka, jika sistem pemerintahnya saja begini, yang justru orang-orang pemerintahan itu sendiri yang tidak amanah dalam menjalankan wewenangnya, dan malah sebaliknya lebih mengutamakan wewenangnya atas kekuasaan yang di miliki, saya sangat kecewa dengan sistem pemerintahan yang begini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H