Mohon tunggu...
Susianti Cmc
Susianti Cmc Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Hoby saya pada karya sastra seperti menulis dan menggambar, saya memiliki beberapa karya antologi puisi yang sudah saya ikuti. Saya memiliki kepribadian yang pendiam dan tekun dalam belajar.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Langit Senja diatas Kampung Nelayan

12 Januari 2025   14:26 Diperbarui: 12 Januari 2025   14:26 23
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Langit senja di atas kampung nelayan bagaikan kanvas raksasa yang dilukis dengan sapuan warna-warna magis. Semburat jingga bagaikan api menari di ufuk barat, berpadu dengan gradasi ungu dan biru yang menenangkan jiwa. Angin laut berbisik lembut, membawa aroma khas asin yang bercampur dengan bau amis ikan segar. Aku mendekatkan diri pada gelombang ombak yang saling bersautan yang terasa sedang membisikkan sesuatu pada diriku.

Di atas hamparan pasir putih yang berkilauan, anak-anak kecil berlarian dengan riang, tawa mereka bagaikan alunan musik yang merdu. Para nelayan sibuk membongkar hasil tangkapan mereka, wajah mereka lelah namun penuh rasa syukur. Perahu-perahu tradisional terombang-ambing di lautan, siluet mereka bagaikan lukisan kaligrafi Tiongkok di atas kanvas biru. Dimana jiwa melukisku meronta-ronta ingin pulang untuk mengambil alat lukisku.

Di kejauhan, terlihat Pulau Dewata yang menjulang anggun, puncaknya diselimuti kabut tipis bagaikan mahkota yang terbuat dari awan. Suara ombak memecah pantai bagaikan alunan simfoni alam yang menenangkan jiwa. Membawa kedamaian untuk diri dan memberikan ketangguhan untuk sang nelayan yang sedang mencari nafkah.

Seorang nenek tua duduk di atas batu karang, matanya menerawang ke arah laut. Wajahnya yang keriput dihiasi garis-garis senyum, penuh dengan kisah dan pengalaman hidup. Dia bercerita tentang legenda nenek moyang mereka yang berasal dari laut, tentang ikan duyung yang cantik dan peri laut yang baik hati. Ia menceritakan bagaimana kisah persahabatan mereka yang penuh haru dan kesetiaan.

Cerita-cerita itu membangkitkan imajinasi anak-anak, membawa mereka ke dunia fantasi yang penuh keajaiban. Langit senja semakin gelap, bintang-bintang mulai bermunculan, bagaikan berlian yang berserakan di atas langit. Lampu-lampu di rumah-rumah mulai dinyalakan, menerangi kampung nelayan dengan cahaya yang hangat dan ramah.

Suara azan Magrib berkumandang, menandakan waktu untuk beribadah. Para nelayan dan penduduk kampung berbondong-bondong menuju masjid, langkah mereka penuh dengan ketenangan dan kedamaian. Langit senja di atas kampung nelayan bagaikan lukisan alam yang sempurna, penuh dengan keindahan dan makna disetiap cahaya yang memancar keseluruh kampung ini.

Hari-hari berganti, senja di kampung nelayan tetap menjadi saksi bisu atas segala perubahan dan kisah yang terukir. Setelah pulang dari melaut, Shamir, pemuda nelayan yang penuh semangat, selalu menyempatkan diri duduk di atas perahu kayu tua milik ayahnya. Dari kejauhan, ia menatap langit yang perlahan berubah warna.

"Mungkin suatu hari nanti, aku akan punya perahu sendiri," gumam Shamir dalam hati. Mimpi itu selalu menghangatinya, menjadi semangat untuk terus bekerja keras.

Suatu sore, langit senja tampak berbeda. Awan-awan gelap berkumpul, angin bertiup kencang, dan ombak mulai menggulung ganas. Para nelayan tua menyarankan agar semua perahu ditarik ke pantai. Namun, Shamir merasa tidak rela melewatkan kesempatan untuk menangkap ikan di tengah badai. Dengan nekat, ia melaut seorang diri.

Badai semakin hebat. Gelombang besar menerjang perahunya, hampir membuatnya terbalik. Shamir berjuang sekuat tenaga, namun perahu itu mulai bocor. Dalam keputusasaan, ia mengingat pesan ayahnya, "Laut itu indah, tapi juga bisa sangat kejam."

Saat hampir menyerah, Shamir melihat sebuah cahaya di kejauhan. Itu adalah lampu mercusuar yang menjadi penanda bagi para nelayan. Dengan sisa tenaga yang ada, ia mengarahkan perahunya menuju cahaya itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun