Mohon tunggu...
Susianah Affandy
Susianah Affandy Mohon Tunggu... wiraswasta -

Komisioner BPKN RI (Badan Perlindungan Konsumen Nasional). Bekerja untuk sejahteraan rakyat. Mengenyam pendidikan secara linier dengan pekerjaan. Lulus S1 dari jurusan Pengembangan Masyarakat Islam UIN Jakarta. S2 Program Studi Sosiologi Pedesaan IPB.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Menggerakkan Modal Sosial Ormas Perempuan dalam Upaya Perlindungan Konsumen di Indonesia (2)

16 Maret 2014   07:15 Diperbarui: 24 Juni 2015   00:53 43
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13949035531052402934

Percepatan Penyelenggaraan Perlindungan Konsumen di Akar Rumput

Tidak sulit mengajak anggota masyarakat memiliki kesadaran untuk hidup sederhana, tidak konsumtif dan menjadi konsumen cerdas jika starting-nya dimulai dari rumah. Kaum perempuan yang mengerti dan memahami kebutuhan rumah tangga dengan sendirinya akan ikut mengkampanyekan kepada anggota keluarganya menjadi konsumen cerdas yakni konsumen yang memahami hak dan kewajibannya dan menjadi penentu dalam peredaran barang dan jasa di pasaran.

Materi perlindungan konsumen jika dilihat secara sederhana berkaitan dengan K3L. Materi ini sejalan dengan nilai-nilai yang dianut masyarakat di tingkat akar rumput dalam pola konsumsi. Sejak duduk di bangku sekolah TK, anak-anak kita sudah dikenalkan dengan prinsip konsumsi yang “halal dan baik (halalan thoyyiban)” yang mana pengaturannya di Indonesia untuk kategori “halal” menjadi urusan MUI, sedangkan “thoyyiban” diserahkan kepada Badan POM Kementerian Kesehatan. Maka menyerukan atau mensosialisasikan materi perlindungan atas konsumsi pangan kepada masyarakat menjadi sangat mudah ketika kita bisa menggunakan nilai-nilai yang dianut oleh masyarakat sebagaimana sumber modal sosial. Karena sejatinya acuan dasar masyarakat Indonesia apapun agamanya, berkonsumsi berlandaskan pada ajaran agama masing-masing.

Terhadap konsumsi barang selain pangan, prinsip keamanan, kenyamanandan lingkungan juga telah diatur dalam ajaran agama. Bahwa dalam berkonsumsi kita dilarang berlebih-lebihan. Bahwa dalam berkonsumsi kita dilarang menggunakan bahan yang membahayakan diri sendiri dan lingkungan. Maka terkait dengan materi pola konsumsi di luar pangan, sangatlah mudah jika kita mensosialisasikannya melalui perangkat yang dimiliki organisasi perempuan dengan modal sosialnya seperti majlis taklim, sekolah, kelompok arisan dan lain sebagainya.

Penggunaan modal sosial di pedesaan dalam upaya percepatan penyelenggaraan perlindungan konsumen di Indonesia pada saat ini sangat bisa efektif di dilakukan sector pencegahan. Artinya anggota masyarakat desa melalui kekuatan jaringan, sistem nilai, dan kepercayaan di antara mereka sebagaimana terbungkus dalam modal sosial dapat digunakan untuk mensosialisasikan pentingnya individu menjaga diri dari pola konsumsi yang tidak aman, yang tidak nyaman dan menggangu lingkungan. Aspek penyecegahan dalam sosialisasi perlindungan konsumen dilakukan dengan memberikan pemahaman kepada masyarakat desa akan hak dan kewajiban konsumen, teliti sebelum membeli, memahami produk berstandar mutu sesuai K3L dan beli sesuai kebutuhan bukan keinginan.

Masyarakat desa yang budaya literasinya masih sangat lemah sulit diharapkan untuk ikut terlibat dalam penanganan kasus perlindungan konsumen sehingga mencegah bagi mereka sangat sesuai dengan nilai-nilai yang mereka anut. Mencegah mengkonsumsi barang atau jasa akan sangat mudah dilakukan karena keuntungannya ada dipihak masyarakat sebagai konsumen. Ceritanya akan berbeda ketika terjadi kasus kerugian yang dialami konsumen. Mereka sulit diharapkan pro aktif mengadukan kerugian yang diterimanya karena selama ini upaya tersebut kerap kali terganjal dengan adanya kriminalisasi oleh pihak pelaku usaha berdalih pencemaran nama baik. Atas hal tersebut, belajar dari pengalaman kasus Pritra Mulya Sari langkah yang efektif dalam gerakan perlindungan konsumen adalah mengefektifkan modal sosial khususnya jaringan media sosial yang murah.

Di atas segala-galanya, peran serta masyarakat dalam perlindungan konsumen dengan menggerakkan modal sosial yang ada di dalamnya tetap tidak membenarkan Pemerintah untuk lepas tanggung jawab sebagaimana tertuang dalam UU 8/1999. Di antara kewajiban Pemerintah dalam upaya perlindungan konsumen adalah hak bagi anggota masyarakat yang merupakan konsumen yakni menyelenggarakan pendidikan atau edukasi konsumen.****

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun