Mohon tunggu...
Susianah Affandy
Susianah Affandy Mohon Tunggu... wiraswasta -

Komisioner BPKN RI (Badan Perlindungan Konsumen Nasional). Bekerja untuk sejahteraan rakyat. Mengenyam pendidikan secara linier dengan pekerjaan. Lulus S1 dari jurusan Pengembangan Masyarakat Islam UIN Jakarta. S2 Program Studi Sosiologi Pedesaan IPB.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Menggerakkan Modal Sosial Ormas Perempuan dalam Upaya Perlindungan Konsumen di Indonesia (1)

12 Maret 2014   05:51 Diperbarui: 24 Juni 2015   01:02 244
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Organisasi perempuan dari masa ke masa mafhum kita pahami telah mengambil peran signifikan. Di masa orde baru, organisasi perempuan melalui asas tunggal embedded dengan organisasi induk (yang dipimpin kaum pria) seperti keterlekatan Dharma Wanita dengan peran suami yang nota bene anggota PNS sampai PKK yang strukturnya dipimpin oleh seseorang yang memiliki keterlekatan dengan struktur pemerintah di semua tingkatan mulai dari tingkat desa (istri Kepala Desa), Kecamatan (istri Camat), Kabupaten (istri Bupati), Propinsi (istri Gubernur) sampai di tingkat pusat (Istri Menteri Dalam Negeri).Ketika itu organisasi perempuan banyak mengambil peran di sector pendidikan, sosial dan pemberdayaan.

Kini, Kementerian Perdagangan dalam rangka percepatan penyelenggaraan perlindungan konsumen juga menjadikan organisasi perempuan sebagai mitra strategis. Dalam pandangan penulis, organisasi perempuan memiliki modal sosial yang besar sehingga posisi dan perannya dapat dioptimalkan dalam mencapai target pembangunan, salah satunya adalah pembangunan di bidang perlindungan konsumen.

Makna modal sosial

Kosa kata modal sosial bagi kita bukanlah hal baru. Modal sosial berbeda dengan modal-modal lain seperti kita kenal dalam studi ilmu ekonomi yakni modal alam (natural), modal teknologi (human mode) dan modal manusia (Solow, 1997). Modal sosial menjelaskan mengapa masyarakat bertindak dan mengalami hambatan dalam mencapai tujuan. Putman (1993) memerinci modal sosial sebagai seperangkat nilai-nilai, norma-norma dan kepercayaan anggota masyarakat yang satu dengan anggota masyarakat yang lain dalam komunitasnya (organisasi) yang dapat mempermudah masyarakat yang bersangkutan saling kerjasama secara efektif dan terkoordinasi mencapai tujuannya (organisasi).

Modal sosial melekat dalam asosiasi-asosiasi horizontal yang memiliki efek produktifitas komunitas terdiri atas jaringan-jaringan kelompok warga masyarakat dan normal sosial (Putman, 1993). Berbeda dengan modal alam, teknologi dan manusia, modal sosial melekat pada struktur antar aktor sosial.

Modal sosial merupakan pencerminan dari struktur kepercayaan sosial yang di dalamnya melekat jaminan dan harapan-harapan atas tindakan sosial. Hampir semua ilmuwan sosial sepakat terdapat tiga sumber dalam modal sosial yakni jaringan,rasa percaya (trust) dan nilai (norma). Sebagaimana kapital, modal sosial juga bisa mengalami penyusutan (deficit) manakala terjadi penurunan dari tiga sumber tersebut (nilai, kepercayaan dan jaringan).

Modal Sosial Ormas Perempuan

Sebagaimana disebutkan di atas, sumber modal sosial yang melekat dalam ormas perempuan yang dapat digerakkan untuk percepatan penyelenggaraan perlindungan konsumen di Indonesia antara lain :

Pertama, jaringan. Organisasi perempuan memiliki jaringan struktur dari pusat, propinsi, Kabupaten/Kota sampai di tingkat desa/kelurahan. Jaringan struktur tersebut melekat dengan sistem dan struktur sosial yang ada di masyarakat sehingga semua aktifitas, kegiatan dan program kerja merupakan bagian dari denyut nadi masyarakat karena semua kegiatan dilakukan untuk menjawab permasalahan yang ada di masyarakat.

Dari cacatan dokumentasi, selain jaringan struktur yang melekat sampai tingkat desa, organisasi perempuan seperti Muslimat NU memiliki kerja di bidang pendidikan di akar rumput sebanyak 9800 TPA/RA, 4.657 Kelompok Bermain, 13.568 TPQ, 56.000 majlis taklim. Di bidang kerja pengembangan ekonomi kecil, Muslimat NU memiliki 131 koperasi primer berbadan hukum. Di bidang kerja sosial dan kesehatan, Muslimat NU memiliki 103 panti asuhan, 74 BKIA atau rumah bersalin atau rumah sakit.

Dengan mengoptimalkan jaringan tersebut, percepatan penyelenggaraan perlindungan konsumen sebagaimana harapan Pemerintah dapat dilakukan secara efektif. Jaringan organisasi perempuan ini pula yang dulu di masa Orde Baru digunakan oleh Pemerintah untuk mensukseskan program KB sampai tingkat desa ketika program tersebut mendapat resistensi yang kuat dari banyak kalangan agamawan karena dianggap menentang takdir Tuhan.

Atas kekuatan jaringan organisasi perempuan di parlemen, UU dan regulasi yang mengatur tentang kehidupan perempuan yang lebih berkeadilan juga telah di rumuskan dan disahkan antara lain UU No 23/2002 tentang Perlindungan Anak, UU No 23/2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga, UU No 39 tahun 2004 tentang Penempatan Perlindungan Tenaga Kerja di Luar Negeri, UU No 21/2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang, UU 52/2009 tentang Kependudukan, UU No 36/2009 tentang Kesehatan dan lain sebagainya.

Jaringan struktur dan jaringan akar rumput yang dimiliki organisasi perempuan dapat efektif digunakan dalam upaya perlindungan konsumen manakala diintegrasikan dengan sumber modal sosial lainnya. Sumber kedua modal sosial adalah kepercayaan (trust). Mengakarnya gerakan perempuan sampai di akar rumput karena faktor “kepercayaan”. Kepercayaan terbangun di antara anggota kepada pemimpinnya, demikian juga sebaliknya kepercayaan pemimpin masyarakat kepada anggotanya menjadi penentu soliditas gerakan sosial. Selain faktor percaya, sumber modal sosial ketiga adalah nilai (norma). Norma yang dimaksud sebagai sumber modal sosial adalah nilai bersama yang mengatur perilaku individu dalam suatu masyarakat atau kelompok (Vipriyanti, 2007).

Besarnya animo anggota masyarakat pedesaan menggabungkan diri dalam organisasi perempuan seperti Muslimat NU, PKK, Dharma Wanita dalam pandangan penulis karena adanya kesadaran di antara masyarakat akan besarnya kompleksitas permasalahan hidup yang harus disikapi dengan efektif dan efesien. Kehidupan pedesaan yang semakin kompleks dan selalu berubah menjadi motivasi seseorang untuk ikut dalam proses perubahan tersebut. Dalam hal ini Himes (1976) dalam tesisnya menggambarkan bahwa masyarakat pedesaan cenderung mengalami empat hal yakni memudarnya sistem kekerabatan, masyarakat semakin mengenal spesialisasi dalam pemenuhan kebutuhan hidup, cenderung mengembangkan sekularisasi kehidupan dan mengunggulkan rasionalitas dan dengan perubahan yang terjadi secara dramatis di pedesaan seperti tersebut diatas membuat masyarakat semakin terdorong akan kebutuhan organisasi.

Dengan berorganisasi meminjam tesisnya Etzioni (1982) masyarakat pedesaan memiliki harapan yang besar agar organisasi perempuan menjadi wadah yang ampuh dalam mengikat sumberdaya dan sumber manusia dari berbagai latar belakang keluarga, kekerabatan, suku sehingga organisasi seperti ini dapat mengikatkan anggota dengan pemimpinnya, menggabungkan kelompok (group), dan juga menggabungkan sarana produksi dan bahan mentah menjadi suatu hasil yang bernilai bagi kehidupan. Dari hasil penelitian yang penulis lakukan tentang kepemimpinan perempuan di pedesaan mengambil kesimpulan bahwa masyarakat pedesaan menaruh kepercayaan yang besar terhadap organisasi sebagai wadah pelayanan berbagai kebutuhan masyarakat dengan lebih efektif dan efesien dibandingkan dengan pengelompokan lainnya seperti keluarga, kekerabatan dan persabahatan.

Ketika kaum perempuan pedesaan bergabung dengan organisasi perempuan seperti Muslimat NU, banyak isu yang sebelumnya dilihat sebagai kepedulian pribadi dan domestik seperti kesehatan Ibu, pendidikan anak, pendapatan keluarga dan gizi menjadi isu publik dan politik. Anggota masyarakat yang dulunya sebelum bergabung dengan organisasi perempuan memiliki anggapan bahwa masalah domestik adalah hal tabu dibicarakan di ruang publik seperti kekerasan dalam rumah tangga, masalah kesehatan reproduksi, hak dan kewajiban suami istri, setelah bergabung di organisasi perempuan seperti Muslimat NU sebagian besar dari mereka menjadi pionir baik itu sebagai ustadzah majlis taklim maupun sebagai guru di madrasah untuk mensosialisasikan masalah berbagai masalah dengan bingkai nilai-nilai agama. Bersambung

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun