"Paytren akan membeli Indonesia!" itulah yang disampaikan Ustadz Yusuf Mansur (YM) saat klarifikasi soal investasi bodong patungan hotel yang pernah digagas oleh YM dan 3.000 anggota arisan yang lain.
Pasalnya, bagi hasil yang dijanjikan setelah hotel tersebut jadi, tidak menghasilkan profit alias sepi pelanggan sehingga tidak ada yang dibagikan. Bahkan YM dilaporkan oleh peserta investasi dengan laporan dugaan penipuan dan penggelapan.
Tak berhenti disitu, YM melalui Paytren mengadakan kerjasama dengan Grab, Startup Asing asal Malaysia yang dikomandoi oleh taipan keturunan Cina, yang izin penggunaan E-Money dibekukan oleh BI karena tidak ada izin. Grab merangkul dan dirangkul YM untuk bekerjasama, padahal Paytren sendiri belum ada izin dari BI untuk pengelolaan hal tersebut (Transaksi Uang Elektronik).
Akan membeli Indonesia dengan merangkul Startup Asing dan Aseng? Akan dibeli atau dijualkah Indonesia ini oleh YM?
Berikut ini fakta tentang YM dan Grab:
Siapa yang tak mengenal Ustadz Yusuf Mansur, beliau adalah seorang pendakwah, penulis buku dan juga pimpinan Pondok Pesantren Daarul Quran Ketapang, Cipondoh, Tangerang. Tapi dalam beberapa tahun terakhir, pria kelahiran Jakarta, 19 Desember 1976 ini juga dikenal sebagai pebisnis. Sejak mendirikan PT Veritra Sentosa International pada 10 Juli 2013 lalu, Ustadz YM selain berdakwah kini kesehariannya disibukkan dengan urusan bisnis.
PT Veritra Sentosa International atau yang biasa disingkat dengan VSI merupakan perusahaan yang bergerak di bidang penjualan dan penggunaan aplikasi atau software PayTren. Dengan latar bekalangannya sebagai pendakwah, Ustadz YM pun mengenalkan kepada masyarakat luas bahwa PayTren merupakan perusahaan aplikasi berbasis syariah.
Tapi belakangan ada yang mengejutkan dari perusahaan yang dirikan oleh Ustadz YM ini. Bukan karena belum mendapat izin layanan isi ulang uang elektronik-nya oleh BI, tapi keinginannya untuk bekerja sama dengan Grab, yakni perusahaan transportasi berbasis aplikasi asal Malaysia yang didirikan pada tahun 2011 oleh dua warga etnis China Malaysia, yaitu Anthony Tan bersama rekannya Tan Hooi. Seperti halnya PayTren, layanan isi uang elektronik Grab pun belum mendapat izin BI.
Pertanyaannya, mengapa Ustadz YM mau menjejaki kerja sama dengan Grab, padahal secara visi sangat berbeda? Pertanyaan ini penting untuk dijawab, karena bagaimana mungkin perusahaan yang diklaimnya berbasis syariah bisa bekerja sama dengan perusahaan seperti pada umumnya yang juga didirikan oleh warga etnis China Malaysia. Bukankah itu merusak spirit bisnis syariah PayTren itu sendiri?
Memang tujuannya bagus, dikutip dari liputan6, kerja sama tersebut merupakan upaya PayTren mengembangkan bisnis dan ekspansi. Ustadz YM ingin PayTren tidak hanya dipakai oleh warga yang tinggal di Indonesia tapi juga di negara-negara lain. Tetapi walau bagaimanapun, kerja sama perusahaan berbasis syariah dengan bentukan etnis China Malaysia patut dipertanyakan.
Mengapa tidak bekerja sama dengan perusahaan-perusahaan yang sesama berbasis syariah dan berasal dari dalam negeri? Ataukah memang YM sudah kerasukan China Malaysia? Yang berdasarkan hitung-gitungan jauh lebih menguntungkan untuk bisnisnya? Jadi, apa maksud bisnis syariah yang selama ini digembor-gemborkan? Apakah itu hanya strategi bisnis agar bisa dengan mudah mengelabui umat?