Kalau ada yang mengamati pertumbuhan ekonomi Indonesia, pasti orang itu akan terkagum-kagum dengan kemajuannya. Ekonomi bangsa ini bisa tumbuh diatas 6 % selama 8 tahun berturut-turut(lompat tahun 2008 yang hanya 4%). Angka itu termasuk besar jika dibandingkan negara lain. Apalagi resesi global sejak 2008. Tahun ini saja, Amerika Serikat berkoar-koar tumbuh 1 %, sedangkan Jepang “ngos-ngosan” untuk bertahan di angka 0 %. Indonesia masih pede mematok 6 %!
Tapi, orang yang mengamati pertumubuhan itu juga akan juga pasti mendengar “alarm” devisa. Devisa Indonesia memang naik, tahun 2011 sekitar 120 Milyar US Dollar, naik 6 kali lipat dibandingkan 1998. Tapi tahun 2012 turun menjadi sekitar 110 Milyar US Dollar. Bahkan per 28 Juni 2013, anjlok menjadi 98 Milyar US Dollar. Kenapa turun padahal ekonomi Indonesia terus tumbuh?
Jika dianalogikan, devisa itu ibarat “dompet”nya Indonesia yang uangnya dipakai untuk “belanja”. Isi dompet itu akan bertambah seiring banyaknya turis asing yang belanja di sini, dan juga kiriman uang dari TKI. Tapi, isi dompet itu juga berkurang seiring banyaknya wisatawan kita yang jalan-jalan ke luar negeri. Dari sisi neraca perdagangan, isi dompet akan bertambah jika Indonesia mengekpor barang, tapi juga akan berkurang jika kita mengimpor barang.
Pentingkah devisa negara? Penting!
Tanpa devisa, kita tidak bisa impor barang-barang elektronik, seperti HP atau laptop. Devisa ini juga dipakai untuk belanja BBM agar kenalpot kendaraan kita bisa tetap mengepul.
Apakah jumlah devisa harus banyak? Harus!
Devisa ini bisa dijadikan “tameng” krisis ekonomi. Jika tahun 1997 yang jumlahnya sekitar 20 Miliyar US Dollar (katanya) hanya bisa menahan 6 bulan krisis ekonomi Asia(dan sialnya masa krisis lebih dari 6 bulan sehingga tahun 1998 Indonesia kolaps), maka 120 Miliyar US Dollar bisa menahan krisis bertahun-tahun, bahkan krisis global yang lebih besar dari krisis Asia sekalipun. Buktinya, sekarang tidak ada provinsi yang pertumbuhannya negatif. Lowongan pekerjaan masih sering digelar di berbagai kampus. Kursus LP3I juga masih bangga promosi lulusannya cepat dan mudah bekerja.
Bagaimana jika devisa kita sedikit? Negara mengalami krisis!
Gara-gara krisis global 2008, Tahun 2009 Timur Tengah dilanda wabah Arab Spring. Kekacauan dimana-mana, mulai dari Tunisia, Libya, Mesir, Suriah, Iran, sampai Yaman. Daerah sekitar Iraq maupun Afganistan tidak perlu disebut, karena sudah ricuh sebelum krisis global. Bahkan yang kata orang ekonominya fantastis, Turkey dan India pun mulai goncang.
Kenapa jumlah devisa tahun 2012 turun? Karena rakyat kita semakin kaya.
Gara-gara kaya, rakyat jadi konsumtif beli barang impor dan makin hobi safari ke luar negeri. Semakin kaya itu pertanda baik, negara ini berkembang dan rakyat makin sejahtera. Tapi juga tidak boleh terlena dengan kekayaan.