Mohon tunggu...
PM Susbandono
PM Susbandono Mohon Tunggu... -

Berpikir kritis, berkata jujur, bertindak praktis

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Tangan Tuhan

23 Juni 2016   21:14 Diperbarui: 23 Juni 2016   21:23 24
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

“Tangan Tuhan” berkarya lagi. Kali ini ia mencetak gol “ajaib” ke gawang kesebelasan Brasil, di Piala Copa America. Pelakunya adalah Raul Ruidiaz, pemain cadangan kesebelasan Peru yang baru masuk lapangan, 11 menit sebelum kejadian itu.

Raul, yang disebut-sebut sebagai Lionel Messi dari Peru, berada hanya sekitar 1 meter dari kiper Brasil, Allison. Dia langsung menyambut bola muntah yang gagal dipeluk Allison, tapi tidak dengan kakinya, melainkan dengan lengan kanannya.

Bola masuk ke gawang Brasil. Skor 1-0 sudah ditulis di papan pengumuman, sebelum hakim garis memberitahu wasit bahwa scrimmage itu melibatkan “Tangan Tuhan”. Wasit bergeming. Brasil tersisih, setelah gagal membalas gol yang dicetak Raul. Brasil tak kalah melawan Peru. “Tangan Tuhan” yang menaklukkannya.

Ini bukan kejadian pertama. Raul Ruidiaz adalah pelaku gol “Tangan Tuhan”, setidaknya yang kedua. Yang pertama ditoreh oleh Maradona, pada pertandingan perempat final, Piala Dunia 1986, yang berlangsung di Mexico City. Gol Maradona saat itu tidak hanya kontroversial, tetapi juga spektakuler, dan kemudian menjadi legendaris. Korbannya adalah kesebelasan Inggris.

Argentina menekuk Inggris dengan skor 2-1. Gol pertama lahir dari tangan Maradona, setelah memenangi duel udara dengan kiper Peter Shilton, yang memukau penonton. Tapi, apa dikata, Maradona menggunakan tangannya untuk menyeploskan si kulit bundar ke gawang. Gol yang ironis, sekaligus fantastis.

Istilah “Tangan Tuhan”  lantas masuk perbendaraan sepak bola dunia. Praktek “Tangan Tuhan”, sesuatu pelanggaran – tetapi karena luput dari penglihatan wasit – disahkan sebagai gol dan dicatat menjadi skor permainan. “Tangan Tuhan” berkonotasi hebat, meski berbau mengelabui. “Tangan Tuhan” seperti mukzijat. Sesuatu yang dilarang – tetapi karena kealpaan si pembuat keputusan – dianggap sah.

Istilah “Tangan Tuhan” jelas tak tepat. Ini plintiran, atau plesetan. Hanya bahan candaan belaka. Ada rasa sinis terhadap kecurangan yang dilakukan mereka berdua dan yang pasti, bukan Tuhan yang melakukan kecurangan.

Tangan Tuhan sesungguhnya bekerja untuk sesuatu yang membawa kemaslahatan sesama atau umat. Karya luar biasa yang dibuat oleh manusia biasa, yang semula terlihat mustahil, namun terwujud berkat Tangan Tuhan. Tangan Tuhan bekerja bila terkesan ada mukzijat yang ikut campur. Manusia biasa tak mungkin melakukannya, tapi Tangan Tuhan membimbingnya, menariknya, atau mewujudkannya. Lantas apa yang tepat untuk mendapat julukan “sesuatu terjadi berkat Tangan Tuhan”?

Saya mempunyai 2 contoh peristiwa bagaimana Tangan Tuhan bekerja. Keajaiban yang mewujudkan karya kemanusiaan, yang semula tak bisa dibayangkan, mampu dikerjakan oleh manusia.

Yang pertama adalah kisah mengenai Suharyono, biasa dipanggil Yono, di Kampung Babakan Mustika Jaya, Bekasi. Yono bukan orang ternama, bukan orang pandai, apalagi orang kaya. Yono orang biasa saja, namun mampu melahirkan karya kemanusiaan yang luar biasa. Kisahnya diangkat oleh Kompas, Selasa, 21 Juni 2016, halaman 16.

Yono mengurus Panti Sosial Rehabilitasi Masalah Kejiwaan Yayasan Jamrud Biru. Saat ini ada 25 pasien penyakit jiwa – pernah sampai 100 orang – dirawat di sana. Sementara daya tampungnya hanya sekitar 30 pasien. Yono mendapatkan pasien yang diantar oleh keluarganya, diantar oleh polisi, Dinas Sosial atau masyarakat. Beberapa diantaranya hasil buruan Yono atau 3 asisten yang tak berbayar, bila menemukan pasien terlantar di jalan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun