Mohon tunggu...
PM Susbandono
PM Susbandono Mohon Tunggu... -

Berpikir kritis, berkata jujur, bertindak praktis

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Kesepian

10 Desember 2012   02:43 Diperbarui: 24 Juni 2015   19:55 692
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1355107261858449668

Kesepian, kesendirian, keterasingan, kesenyapan adalah perasaan tak enak yang menghinggapi seseorang karena adanya kekosongan jiwa.Seolah hidup tanpa teman, sahabat, kerabat atau bahkan keluarga.Dalam bahasa Inggris, ia disebut loneliness.Sebabnya bermacam-macam.Bisa faktor sosial, fisik, mental, emosional, atau spiritual.Kini, kesepian menjadi “penyakit jiwa”, yang menurut statistik diderita oleh 20% warga Amerika.

Mengapa kesepian digolongkan sebagai suatu “penyakit”?Pada dasarnya orang tidak suka “menderita” kesepian.Manusia normal enggan mengalami kesepian.Ini karena secara alamiah, manusia adalah makhluk sosial.Aristoteles (384-322 SM), seorang pemikir ulung Yunani mengatakan :“Zoon Politicon”.Sama dengan gajah atau beberapa jenis burung, manusia senang berkumpul dengan sesamanya.Manusia makhluk yang tak akan bertahan bila hidup seorang diri.Ia mencari teman, berkumpul dan bersosialisasi.Itulah sebabnya, bila seseorang merasa ditinggalkan sesamanya – apakah secara fisik atau hanya perasaan – dia menderita kesepian.

Karena sifatnya “rasa”, maka kesepian bisa dialami oleh mereka yang sendirian mau pun sedang berada dalam keramaian.Ahli Psikologi mengatakan bahwa manusia dalam “kesepian sosial” (social loneliness) adalah mereka yang memang benar-benar tidak mempunyai jejaring-sosial.Bila ia sedang merasa sendirian dan ditinggal sesamanya, disebut sebagai “kesepian emosional” (emotional loneliness).

Perasaan kesepian yang paling mendera manusia, adalah bila ia menderitanya saat menuju kematian.Kesepian menjelang ajal adalah penderitaan mendalam yang secara psikologis sangat sulit diukur.Tetapi, simulasi yang pernah dilakukan berhasil menggambarkan bagaimana kesepian itu mendera dia lebih dari penyakit fisik yang dideritanya.Seolah seluruh manusia, bahkanTuhan juga meningggalkannya.

Seorang teman yang tinggal seorang diri dan diketemukan meninggal di ruang keluarga, menyisakan gagang telepon yang masih tergeletak terbuka.Nampaknya dia mencoba menghubungi teman atau keluarganya, dan tidak berhasil.Tak seperti biasa, pintu kamar terbuka lebar-lebar danjejak langkah menuju pintu keluar tergambar di sana-sini.Semua ini dicoba dirangkai yang menggambarkan penderitaan begitu mendalam karena kesepian.Kesepian menjelang ajal adalah penderitaan yang paling dalam.

Itulah sebabnya, saya ikut terlarut sedih ketika mendengar seorang pemain sepakbola dari Paraguay, Diego Mendieta, meninggal dalam kesepian di Solo.Beberapateman dan simpatisan menungguinya saat ajal akan tiba.Tetapi, itu tidak cukup.Perasaan ditinggal sesama, dugaan saya begitu mendera Mendieta.Dia menderita 2 jenis kesepian sekaligus, baik sosial mau pun emosional. Isteri dan kedua anaknya yang masih kecil menunggu sang suami dan ayah yang tak kunjung tiba.Sementara di sini, Diego tak akan pulang sebelum gaji yang dihutang klub sepak bolanya, yang “hanya” sebesar130 juta, belum dibayar.Diantara demam yang tinggi,Diego selalu menanyakan : “Kawan, kapan gajiannya?”.Sebuah pertanyaan yang tragis.

Diego Mendieta bukan pemain andalan.Dia bukan Christian Gonzales atau Michiels Diego, pemain asing yang justru dirangkul menjadi warganegara Indonesia.Gajinya kecil, itu pun dihutang selama 6 bulan.Sewa kamar tak mampu dibayar dan hutang terus menumpuk.Dia harus ikut beberapa pertandingan antarkampung untuk sekedar mengganjal perut sehari-hari.

Dalam kondisi sakit semakin parah, plus kesepian yang menderitanya,Mendieta juga harus melawan rasa rindu akan keluarganya.Dilain pihak, rasa malu dan harga diri akan hak yang harus diperoleh membuat sakitnya bertambah parah.Diego mampu menahan rindu, tetapi harus kalah dengan ajal.Diego meninggal dalam kesepian.Penderitaan paling mendalam karena merasa ditinggal sesamanya.Diego, selamat jalan.Istirahatlah dalam damai Tuhan.

Itulah nampaknya yang menyentuh Bunda Teresa, biarawati Misionaris Cinta Kasih (Missionaries of Charity) membuka “Home for the Dying”.Suster Katolik yang bernama asli Agnes Gonxhe Bojaxhiu ini, memimpin para suster dalam komunitasnya di India, untuk juga peduli kepada mereka yang sedang sekarat.

Mulanya, banyak orang mencemooh sang Bunda.Bukankah mereka tak mungkin sembuh?Bukankah lebih baik bila usaha, tenaga, dana dan waktu yang ada digunakan untuk orang-orang sakit yang masih bisa sembuh?Mother Teresa bergeming.“Biarkan aku membantu menghilangkan rasa sepi mereka.Biarkan mereka tahu bahwa semua manusia ada yang mencipta.Pasti ada pula yang mencinta”.

Lama-lama, inspirasi Bunda Terasa mulai bisa dipahami.Bahkan pemerintah kota tertarik dengan usaha cinta sang Bunda.Lahan pertama untuk membangun rumah bagi mereka yang “kesepian menuju ajal”, berasal dari pemerintah kota Kalkuta. Kini, belasan rumah serupa dibangun di banyak kota di dunia.Di rumah itu, pasien miskin yang dalam perjalanan menuju maut diambil, dibersihkan, dipelihara dan diobati sebisanya.Para suster sadar bahwa waktunya tak lama lagi bagi mereka menghadap Tuhan.Tetapi justru di sanalah karya kasih diwujudkan.“Kesepian menuju ajal” dihilangkan, diganti dengan “kehangatan menuju Tuhan”.

Peduli dan pengobatan (care and cure) mengantar mereka untuk meninggal dalam kemuliaan namaNya.Mereka diantar menghadap Tuhan dengan ritual agamanya masing-masing.Pasien Muslim diiringi dengan ayat-ayat suci Al Quran,Hindu menerima air sungai Gangga, dan Katolik menerimasakramen perminyakan.“Meski pun mereka hidup menderita dalam kemiskinan, tetapi mati seperti malaikat.Punya rasa dicintai dan diinginkan”, demikian kira-kira semboyan para suster Misionaris Cinta Kasih dalam menangani para pasien yang menderita kesepian menuju ajal.

Kemiskinan, kebodohan dan ketidak-adilan adalah musuh manusia masa kini.Salah satu produknya adalah kesepian. Sesuatu yang sangat menakutkan.Dunia moderen justru membuat semakin banyak manusia menderita karena kesepian.Itulah mengapa kisah seperti Diego Mendieta tidak boleh terulang bagi manusia lainnya.Kemiskinan yang paling menyakitkan adalah ketidak-adanya kasih sehingga manusia menjadi merasa sendiri.Dia kesepian.“The most terrible poverty is loneliness, and the feeling of being unloved”.(Mother Teresa)

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun