Mohon tunggu...
PM Susbandono
PM Susbandono Mohon Tunggu... -

Berpikir kritis, berkata jujur, bertindak praktis

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Kematian

7 Oktober 2011   02:23 Diperbarui: 13 Juli 2015   05:43 179
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pagi itu, Kamis, 6 Oktober 2011, lagi terkantuk-kantuk di dalam mobil dalam perjalanan menuju kantor, seorang teman tiba-tiba menelpon saya.  "Saya baru baca di  Detik.com,  Steve Jobs meninggal dunia, barusan".  Mendengar berita itu, saya terhenyak, dan menarik nafas panjang.  Tiba-tiba terpikir, mengapa dia secara khusus menelpon saya, mengabarkan berita duka ini kepada saya.  Siapa Steve Jobs, sehingga sang teman perlu memberitahu saya, seolah-olah Steve adalah teman karib kami atau keluarga dekat, atau  seorang tokoh dunia  yang patut dihormati.  "Ya, saya tahu, kamu adalah pengagum Steve Jobs.  Sering kamu bercerita tentang betapa luar biasanya tokoh ini dalam mengguncang dunia".  Demikian teman tadi menjelaskan, seolah-olah tahu mengapa saya terdiam.  Steve Jobs memang menggemparkan dunia, bukan dengan senjata, bukan dengan berita, bukan dengan teror atau huru-hara, tetapi dengan karyanya.  Sebuah benda bernama gadget, biasanya portable atau sangat kecil ukurannya, dengan merek Apple. Sebetulnya, banyak orang di dunia memang sedang was-was menunggu apa yang akan terjadi, ketika mendengar bahwa Steve mengundurkan diri dari jabatannya sebagai CEO Apple, bulan Agustus lalu.  Masyarakat tahu bahwa sang tokoh mundur, disamping karena memang succession planning di sana mengatakan demikian, tetapi juga karena Steve sedang melawan kanker Pankreas yang sudah didiagnosa 7 tahun lalu.  Nampaknya kekhawatiran orang akhirnya terbukti.  Hanya  2 bulan setelah dia mengucapkan resignation speech dan menulis letter of resignation untuk Apple, Jobs wafat. Siapakah Jobs, sehingga masyarakat dunia terguncang akan kematiannya?  Apa peran dan kontribusi Jobs terhadap peradaban dunia dan mengapa dia begitu dielu-elukan orang, bak seorang pahlawan dan tokoh selebriti dunia dengan gegap-gempita?  Jobs bukan hanya penemu dan pemimpin sebuah produk komputer, tetapi dia juga merupakan fenomena Apple itu sendiri.  Dilahirkan di San Fransisco, 24 Februari 1955,  Jobs berayah kandung seorang Muslim Siria, bernama Abdulfattah John Jandali, yang kemudian diangkat anak oleh pasangan Paul dan Clara Jobs.  Setelah putus-sekolah dari Reed College di Portland, Oregon, padahal baru sekolah 1 semester, pada tahun 1976, Steve Jobs, bersama kedua karibnya, Steve Wozniak dan Ronald Wayne mendirikan sebuah perusahaan asembling komputer.  Yah.... Jobs ketika itu baru berusia 21 tahun, sementara Wozniak 26 tahun.  Kedua Steve yang tergolong anak ingusan memang sudah beberapa tahun kenal dan semula tercatat sebagai pekerja rendahan di industri game, mainan anak-anak, Atari.  Kedua Steve, Jobs dan Woznik itu bahkan hanya menggenggam ijazah SLTA, tetapi mempunyai visi yang sangat kuat dan jelas mengenai apa yang mereka cita-citakan bersama.  Ketika mereka me-recruit John Sculley, ketika itu menjadi seorang Senior Manager Pepsi-Cola, untuk menjabat CEO di Apple,  Jobs menyampaikannya dengan kalimat sinis yang menohok. "Apakah anda ingin tetap jualan air-gula dalam sisa hidupmu, ataukah ikut kami untuk mengubah dunia?".  Steves akhirnya bisa membuktikan bahwa Apple benar-benar mengubah dunia. Ternyata, tidak seperti yang disangka orang, Jobs bukan seorang pemimpin yang "baik hati".  Leadership-nya sangat kuat.  Dia bahkan ditakuti oleh para anak-buahnya dan termasuk atasan yang temperamental, bos yang galak,  mudah marah dan gampang memecat orang.  Prinsip yang dia pegang teguh adalah bahwa seseorang yang berkontribusi kepada kinerja organisasi harus dihargai dan yang  memble harus diberi pelajaran, agar bangkit.  Istilah kerennya, dia penganut sistem meritokrasi.  Tetapi, timnya merasa nyaman, berada dibawah Jobs; kerena meskipun keras, dia menyimpan visi yang jelas dan konsisten mewujudkannya.  Dia pemimpin yang punya warna.  Majalah managemen Fortune pernah menulis bahwa Jobs adalah seorang yang mengidap penyakit jiwa yang terlalu mementingkan diri-sendiri. He is considered one of Silicon Valley's leading egomaniac.  Khas seorang strong leader. Salah satu quote dari Jobs yang saya gemari adalah penutup pidato-ilmiahnya di Stanford University, pada tahun 2005,   ketika Jobs  mengutip ucapan Stewart Brand, pendiri "The Whole Earth Catalog", publikasi hard copy yang akhirnya gulung tikar, karena tak berdaya menghadapi saingan-saingannya yang serba on line dan computerized.  Untuk sukses, manusia harus selalu "lapar", selalu merasa bodoh, stay hungry, stay foolish. Rasa seperti itu yang memacu manusia untuk selalu maju, tidak gampang puas diri dan mencapai moving target yang selalu bergerak Banyak orang seperti mimpi mendengar Jobs meninggal dunia.  Sekejab, mereka tak percaya bahwa seorang seperti Jobs, yang begitu digdaya dalam mencipta dan membangun industri Apple, yang menggemparkan dunia, akhirnya bisa terkapar dan menyerah kepada Sang Khalik.  Betapapun hebat seorang Jobs, dengan produk yang selalu mengguncang peradaban teknologi informasi , seperti iMac, iTunes, iPod, iPad, atau iPhone, kemudian bisa takluk dan bertekuk lutut ke Sang Kehidupan.  Penganut Budhis yang soleh ini, yang hampir  semua produk temuannya selalu menjadi top hits dan meledak di pasar, yang hanya lulus SLTA saja - tetapi sering diminta untuk memberikan pidato-ilmiah di depan para scholar di banyak Perguruan Tinggi elit dunia - akhirnya namanya harus ditulis dalam family's statement, "He died peacefully today surrounded by his family".  Dunia telah kehilangan salah satu tokoh besarnya.  Dia seorang inovator sejati seperti yang dikatakan oleh Presiden Walt Disney Company, Bob Iger, "Steve Jobs was the greatest inventor since Thomas Edison.  He put the world at our fingertips". Apple kehilangan penemunya, seperti yang bisa dibaca dalam website mereka yang mulai dipajang sejak 5 Oktober 2011, sesaat setelah Jobs meninggal, "Apple has lost a visionary and creative genius, and the world has lost an amazing human being......." Kematian Steve Jobs atau tokoh penting dunia lainnya, selalu membuat orang terbelalak matanya, seakan heran bahwa manusia yang luar biasa, yang terkenal, yang dikagumi, akhirnya bisa tiada.  Siapapun dia, sehebat apapun karyanya, sebaik-budi apapun hatinya, sebesar apapun badannya, sekuat apapun ototnya, tak mungkin dia ingkar dari panggilanNya, bila waktunya tiba.  Memang pada umumnya, manusia enggan untuk mati, bahkan sekalipun hanya untuk membicarakannya.  Mati adalah horor yang, kalau bisa, dihindari atau, paling tidak, ditunda.  Ketika menceritakan tentang penyakitnya, Jobs pernah mengatakan bahwa : "No one wants to die. Even people who want to go to heaven, don't want to die to get there."  Kalimat ini sangat mirip dengan apa yang ditulis oleh Komaruddin Hidayat, dalam bukunya berjudul Psikologi Kematian, (2009).  "Membahas kematian bisa menimbulkan sebuah pemberontakan yang menyimpan kepedihan dalam setiap jiwa manusia; yaitu kesadaran dan keyakinan bahwa mati pasti akan tiba serta punahlah semua yang dicintai dan dinikmati dalam hidup ini.  Kesadaran ini lalu memunculkan protes berupa penolakan bahwa masing-masing kita tidak mau mati.  Setiap orang berusaha menghindari semua jalan yang mendekatkan ke pintu kematian". Pak Steve Jobs, you can sleep ceaselessly now that you have accomplished many things wonderful and inspired millions in this world, me included to say the least.  Good bye and may you rest in peace.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun