Mohon tunggu...
Bayu Susatyo
Bayu Susatyo Mohon Tunggu... -

Hanya seorang berkebangsaan dan bertanah air Indonesia yang menginginkan negerinya bener

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Sebuah Tamparan kepada Generasi Muda Rembang

25 April 2014   23:26 Diperbarui: 23 Juni 2015   23:11 25
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

13984176991615986609
13984176991615986609

13984179541265328576
13984179541265328576

Malam itu, saya sangat kaget dengan berita ditangkapnya Bupati Rembang, Bupati di tanah kelahiranku. Memang gonjang – ganjing akan ditangkapnya Bupati Rembang sudah gencar terdengar jauh – jauh hari. Ramai di facebook, teman – teman saya yang juga kuliah di luar Rembang mensyukuri hal itu. Meluapkan kegembiraan yang seakan – akan merupakan sebuah kemenangan besar. Mereka beranggapan sudah sepantasnya Bupati itu ditangkap, karena katanya sih melakukan korupsi.

Suatu ketika saya juga iseng “berselancar” di jejaring sosial masuk di grup SMA yang pernah saya sekolah di sana. Di situ sedang membahas pro kontra pembangunan pelabuhan umum dan pabrik semen. Sungguh saya melihat, kapabilitas teman – teman dan senior saya dalam mengungkapkan pendapatnya yang rata - rata kontra, sangat bagus. Bahkan saya pun pasti kalah kalau adu pendapat dengan mereka. Idealisme yang mereka tunjukkan begitu kuat. Saya sangat salut dengan mereka.

Saya kagum sekali dengan mereka. Namun sayang seribu sayang. Pendapat kontra mereka terhadap pembangunan yang digencarkan untuk memajukan kotaku tercinta, Rembang, tidak ada saran yang membangun. Hampir semuanya berisi kritikan, ketidak sukaan, dan yang membuat saya (maaf) jijik, tatkala mereka mendengung – dengungkan isu lingkungan, dan membawa – bawa kata kesejahteraan rakyat & Rembang. Saya sangat menyangsikan apakah mereka selepas lulus kuliah akan kembali ke Rembang untuk mengabdikan dirinya di kampung halamannya. Mungkin mereka akan pergi ke tempat lain untuk mencari penghidupan mereka sendiri yang lebih layak. Itu tidak salah sebenarnya, tapi yang menjadi permasalahan adalah ketika ada program pembangunan untuk memajukan daerahnya mereka menolak, akan tetapi mereka malah membangun daerah milik orang lain menjadi lebih maju. Atau bahkan yang lebih ekstrim lagi mereka menjadi agen kapitalis dengan bekerja di perusahaan asing yang jelas – jelas mengeruk asset milik bangsa kita tercinta. Dan parahnya mereka mungkin akan sangat bangga dengan pencapaian yang mereka raih.

Sejujurnya saya setuju – setuju saja dengan adanya pembangunan pelabuhan umum dan perusahaan semen. Pertama, untuk pembangunan pelabuhan. Sebuah pelabuhan mutlak dibutuhkan untuk sebuah daerah pesisir. Sejarah selalu mencatat bahwa kota yang maju dan besar adalah kota yang memiliki pelabuhan. Kita lihat di Liverpool. Kota itu selain terkenal akan klub sepak bolanya, juga terkenal dengan kota pelabuhan. Kota tersebut sangat maju di jamannya, bahkan sampai saat ini. Aktivitas perdagangan di sana sangat tinggi. Tentu saja akan meningkatkan taraf hidup masyarakat. Dan yang terpenting dari itu, pelabuhan dengan aktivitas perekonomian yang sangat tinggi akan mengubah budaya konsumtif menjadi budaya produktif masyarakatnya.

Jikalau ada sanggahan bahwa kita bukan Inggris, tapi kita Indonesia. Justru karena ini Indonesia kita butuh pelabuhan bung. Kita Indonesia, kita punya lautan yang menghubungkan pulau – pulau di seluruh penjuru tanah air. Adanya alasan yang menyangkut pautkan tentang lingkungan itu sebenarnya kurang tepat. Dalam setiap pembangunan sesuatu, pastinya sudah ada AMDAL sebagai syarat layak atau tidaknya proyek tersebut dijalankan. Ini waktunya kita untuk berbenah. Membenahi kota kita tercinta. Dengan adanya pelabuhan umum juga, tenaga – tenaga ahli pasti akan dibutuhkan. Dan itu kesempatan emas yang jangan sampai disia – siakan. Generasi muda dari Rembang tentunya akan sangat diutamakan untuk mengelola karena memang itu daerah mereka sendiri.

Namun yang menjadi ketakutan saya adalah saat mereka yang sangat “manis” pendapatnya, saat mereka lulus kuliah kemudian mengabdi kepada yang lain demi mencukupi kebutuhan hidupnya, Rembang yang notabene adalah kampung halamannya, ditinggalkan dan dikelola oleh orang lain yang belum tentu pintar. Dan yang terjadi adalah kesemrawutan, karena “medan” tidak dikuasai oleh pengelola dari daerah lain tersebut. Peluang emas ini sekali lagi, jangan sampai disia – siakan oleh kita, generasi muda Rembang.

Dan yang kedua adalah pembangunan pabrik semen. Hal ini hampir sama dengan yang tadi. Bahwa dari perusahaan semen tersebut, para warga Rembang yang tidak memiliki pengahasilan tetap dapat bekerja di sana. Peningkatan taraf hidup pun terjadi. Harusnya mereka jangan langsung menolak mentah – mentah program pembangunan itu. Namun, memberikan tawaran – tawaran sebagai persyaratan pembangunan pabrik semen itu. Dua hal penting yang jadi persyaratan adalah petinggi – petinggi dari jajaran Direksi semuanya harus orang Rembang atau minimal sebagian besar jajaran Direksi harus orang Rembang. Dan juga Pemerintah Kabupaten Rembang harus yang memiliki minimal 20% saham kepemilikan. Toh perusahaan semen itu juga merupakan BUMN yang harusnya lebih kooperatif dalam menanggapi persyaratan itu.

Saya sungguh menyayangkan sikap dari teman – teman yang langsung menolak mentah – mentah program pembangunan dua proyek besar itu. Yang lebih (maaf) jijik lagi, mereka menolak tanpa ada solusi yang konkret untuk kemajuan Rembang juga mereka setelah lulus belum tentu mau untuk mengabdikan dirinya di kota Rembang tercinta sehingga Rembang selalu saja menjadi kota tertinggal. Saya punya kepercayaan yang sangat tinggi bahwa orang – orang Rembang itu semua sangat pintar dan cerdas. Bukan ingin membuat sebuah konflik baru, tapi saya berharap tulisan saya ini menjadi renungan dan tamparan bagi teman – teman semua. Kalo mereka berani menolak dua program tadi, harus ada solusi dari mereka yang lebih baik dan tentunya mereka harus mau kembali ke Rembang sebagai kampung halamannya untuk mengabdikan diri dan memajukannya. Jika hal itu sudah disadari tentunya tidak akan ada dari orang Rembang yang hanya bisa mengeluh, menyalahkan pemerintah, menggerutui kebijakan – kebijakan yang diterapkan, tapi lebih memberikan bukti nyata untuk pembangunan daerahnya.

Tentunya hal ini bukan hanya untuk teman – teman saya, tetapi untuk seluruh generasi muda bangsa Indonesia. Kalau mereka mau mengembangkan dan mengabdikan dirinya untuk kotanya, maka Indonesia akan maju, benar -benar maju. Semoga hal ini juga dapat membuka mata para pengambil kebijakan bahwa orang – orang kita, orang – orang Indonesia juga bisa. Supaya orang – orang Indonesia yang benar – benar berkompeten dan ahli di bidang apapun tidak diambil oleh asing dan mengabdi kepada mereka, tetapi mengabdi kepada negerinya, tanah tumpah darahnya. Ayo, mengabdi ke Rembang, mengabdi ke Indonesia. Rembang Bangkit!!!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun