Di sebuah pos ronda sebuah desa di pinggiran kota. Tiga orang peronda yang berkerudung sarung menahan dingin malam sedang asyik duduk bercerita. Satu orang peronda berkumis dengan tubuh tipis mulai bercerita tentang kondisi di lingkungan RWnya.
"Si Anu anaknya si Waru itu katanya sudah tak lagi sekolah. Bahkan menurut kabar dari saudaranya, besok Bulan Sadran nanti ia akan dinikahkan dengan anak si Dadap dari desa tetangga. Mereka kecelakaan hamil duluan," kata pria berkumis tipis.
"Buat anak coba-coba. Namanya juga anak sedang labil, memang berbuat dulu baru berpikir kemudian. Tapi sepertinya sekarang sudah jamannya apa yah?" kata si Gendut berhidung besar menimpali.
"Hus, hati-hati Ndut. Kamu juga punya anak perempuan lho. Masih kecil-kecil lagi. Hati-hati kalau sudah besar nanti pasti banyak mengincarnya," kata si Botak mengingatkan si Gendut yang punya tiga orang anak perempuan itu.
"Ngomong-ngomong sudahlah, jangan bicarakan kejelekan orang lain. Itukan dosa, ibaratnya makan daging saudara sendiri," kata si kumis kembali memotong.
"Hehehehe. Hitung-hitung kita berbagi pahala dengan orang yang kita bicarakan. Yang penting kalau bicara kita tak sebut nama. Kaya di sinetron saja, biar kan ini jadi fiktif belaka," kata si Gendut yang lulusan SMA.
Pembicaraan mereka terus ngelantur, sebagaimana malam yang terus merambat hingga dini hari. Sementara mereka tengah asyik berbicara di pos ronda. Di jalan setapak pojok kampung, terlihat sebuah sepeda motor melaju pelan. Seorang pemuda dan pemudi tengah berboncengan pulang menuju ke sebuah rumah di pojokan lingkungan RW itu.
Usai sampai di rumah pojok kampung sang pemudi turun. Di tengah remang malam, sang pemudi turun diiring gandengan tangan pemuda di sampingnya. Sesampai di depan rumah, sang pemuda melepas sang pemudi. Tak lupa cipika cipiki. Dasar anak muda jaman edan.
Suara kentongan dan dentingan saka listrik yang ditabuh oleh para peronda terdengar dari kejauhan. Suaranya sayup ditelan suara binatang malam. Sepeda motor yang ditunggangi pemuda pengantar pemudi itu telah berlalu di hadapan pos ronda. Namun tiga peronda itu seakan tak peduli, mereka tetap asyik dengan cerita masing-masing.
Cerita tentang kehidupan lingkungan dan orang-orang di sekitarnya memang lebih menarik dibandingkan dengan cerita politik kelas elit. Mereka telah bosan dengan cerita naik turunnya harga bensin ataupun solar. Cerita tentang tetangga menjadi hiburan di tengah merangkaknya harga kebutuhan pokok sehari-hari.
"Kalau dihitung di RW ini sudah ada tiga anak sekolah yang hamil duluan sebelum nikah. Kayaknya sebelum bulan Puasa ini kita harus ruwat dulu untuk membuang kesialan yang ada," kata Si Kumis.