Mohon tunggu...
Susanto
Susanto Mohon Tunggu... Mahasiswa - Praktisi Teknologi Informasi

Universal

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Pajak Daerah dan Pembangunan Sosial

6 November 2024   19:48 Diperbarui: 6 November 2024   20:17 23
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Merujuk pada Undang-undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (UU HKPD) dengan tegas diterangkan bahwa Pajak Daerah adalah kontribusi wajib kepada Daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan Daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Daerah yang dimaksut terdiri dari Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota.

Pajak daerah yang menjadi kewenangan Pemerintah Provinsi satu diantaranya adalah Pajak Kendaraan Bermotor, sementara yang menjadi kewenangan Pemerintah Kabupaten/Kota antara lain Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2).

Dalam ruang lingkup Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, pajak daerah menjadi sumber penerimaan yang paling diandalkan dan lebih dikenal dengan istilah Pendapatan Asli Daerah (PAD) serta dituangkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).

Dilihat ke belakang, awal mula timbulnya pajak sebenarnya hanya merupakan pemberian sukarela  dari rakyat kepada rajanya namun bukan merupakan paksaan dan kewajiban masyarakat ke negara seperti pajak yang ada pada zaman sekarang. Pajak mulai menjadi pungutan wajib sejak jaman Romawi (tahun 509-27SM) dimana pada saat itu sudah dikenal beberapa jenis pungutan seperti censor dan questor (Dwikora Harjo - 2019).

Perpajakan di Indonesia sendiri sudah dimulai sejak era Belanda masuk terutama setelah berdirinya VOC, dimana pungutan bisa berupa upeti ataupun dengan kerja paksa. Pengenaan pajak secara sistematis dan permanen dimulai dengan pengenaan pajak terhadap tanah atau sesuatu yang berhubungan dengan tanah. Seiring dengan kemerdekaan dan diikuti dengan pemberian otonomi dan desentralisasi kepada pemerintah daerah kewenangan pemungutan pajak juga mengalami reformasi perpajakan secara signifikan.

Fungsi pajak adalah kegunaan pokok dan manfaat pokok dari pajak itu sendiri, yang secara umum memiliki 2 macam fungsi pajak, yaitu budgetair (fungsi anggaran) dan regulerend (fungsi mengatur). Fungsi anggaran disebut sebagai fungsi untuk memasukkan uang sebanyak-banyaknya ke dalam khas daerah. Untuk membiayai pengeluaran daerah, melaksanakan tugas-tugas rutin daerah dan melaksanakan pembangunan. Fungsi mengatur adalah fungsi tambahan, yaitu fungsi dimana pajak dipergunakan oleh pemerintah daerah sebagai alat untuk mencapai tujuan tertentu. Menurut Mar'ie Muhammad seperti dikutip oleh Ali dalam Marihot (2010), fungsi pajak di negara berkembang seperti Indonesia adalah (a) pajak merupakan alat atau instrumen penerimaan daerah, (b) pajak merupakan alat untuk mendorong investasi, dan (c ) pajak merupakan alat redistribusi.

Untuk lebih mengoptimalkan potensi keuangan daerah dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan, maka pemerintahan daerah diharapkan untuk mampu menggali segenap potensi yang dimiliki oleh daerah tersebut berdasarkan asas keadilan dan asas manfaat (Ibnu Syamsi ). Keuangan daerah merupakan salah satu indikator untuk mengetahui kemampuan daerah dalam melaksanakan pemerintahan secara baik.

Daerah berkewajiban melakukan upaya percepatan pembangunan ekonomi daerah yang efektif dan kuat dengan memberdayakan pelaku dan potensi ekonomi daerah, dan memperhatikan penataan ruang, baik fisik maupun sosial sehingga terjadi pemerataan pertumbuhan ekonomi sejalan dengan pelaksanaan otonomi daerah. Upaya ini merupakan sinergi dari berbagai upaya pengentasan kemiskinan yang masih memerlukan perhatian yang serius dari pemerintah daerah dan masyarakat luas.

Dalam perekonomian Provinsi Jawa Timur Pajak Kendaraan Bermotor merupakan unsur pendulang terbesar pendapatan asli daerah. Dalam 5 (lima) tahun terakhir pajak kendaraan selalu mampu melampaui target penerimaan dengan rata-rata realisasi tiap tahunnya melebihi 6,5 (enam setengah) triliun rupiah. Sejalan dengan pajak kendaraan sebagai salah satu komponen yang mendominasi, realisasi pendapatan asli daerah Provinsi Jawa Timur dalam perjalanan 5 (lima) tahun terakhir juga melampaui target penerimaan. Tercatat 2 tahun terakhir pada tahun 2022 realisasi mencapai lebih dari 17,5 (tujuh belas setengah) triliun rupiah, sementara di tahun 2023 realisasi menyentuh di angka lebih 18,3 (delapan belas koma tiga) triliun rupiah.

Selaras dengan kabar menggembirakan dari pajak kendaraan bermotor dan pendapatan asli daerah yang selalu melebihi target tiap tahunnya, angka kemiskinan ekstrim Jawa Timur selama periode 2020 - 2024 turun drastis 3,74 persen. Berdasarkan Hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) per Maret 2024 tercatat, pada tahun 2020 kemiskinan ekstrem Jatim mencapai 4,40 persen atau 1.812.210 jiwa penduduk. Sementara per Maret 2024, kemiskinan ekstrem Jawa Timur berada di angka 0,66 persen atau 268.645 jiwa penduduk. Dimana penurunan tersebut lebih baik daripada penurunan nasional yang mana pada periode yang sama turun 3,07 persen.

Keberhasilan suatu daerah dalam membangun infrastruktur dan pembangunan sosial seperti pengentasan kemiskinan tidak lepas dari langkah strategis kebijakan pemerintah daerah dengan didukung penganggaran yang tepat sasaran. Disinilah peranan penting pajak daerah dalam mengamankan tugas-tugas pemerintah daerah. Ke depannya dibutuhkan sinergi dan kerja sama dalam pemungutan pajak, terlebih mulai 5 Januari 2025 ketentuan umum pajak daerah mengacu pada UU Nomor 1 Tahun 2022, dimana terdapat obyek pajak baru yaitu opsen pajak kendaraan bermotor. Opsen merupakan pungutan tambahan pajak menurut persentase tertentu. Opsen pajak kendaraan bermotor misalnya merupakan opsen yang dikenakan oleh kabupaten/kota sebesar 66 persen atas pokok pajak kendaraan bermotor. Sinergi pendanaan dengan pemerintah kabupaten/kota mutlak dibutuhkan dalam penyediaan infrastruktur pemungutan, edukasi dan penagihan atau program prioritas lainnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun