Bulan Desember 2024 saya bersama istri berkunjung ke rumah mertua si Sulung. Saat itu kami kedatangan 'tamu istimewa'. Ia adalah bayi mungil dengan bobot kurang dari tiga kilogram.
Kami sempat menunggui hingga ia diberi nama. Sang ayah, Bagus Aji, memberinya nama Cahayu Eka Putri. Kami pun ikut memanggilnya Ayu atau dalam beberapa kesempatan juga memanggilnya si Neng. Setelah beberapa hari, akhirnya Neng Ayu kami tinggal pulang ke Sumatera tepat ketika ia berusia satu bulan.
Tidak menyangka, pada bulan April si Neng bersama kedua orang tuanya datang ke kediaman kami di Sumatera. Menurut ayah dan ibunya, bocil berumur empat bulan itu tidak rewel. Alhamdulillah. Saya pun teringat ketika ayahnya yang berumur 6 bulan kami bawa pulang ke Purwokerto, mengantar neneknya pulang. Di atas kendaraan (bus) yang kami tumpangi, ia pun tidak rewel. Bahkan, sering kali menebar senyum menggemaskan kepada seluruh penumpang bus berukuran metro mini.
Desember 2024, kami menjenguknya kembali. Pada saat itu, si Neng sudah berusia satu tahun. Takdir Allah, meskipun baru berusia satu tahun, ia sudah memiliki seorang dik laki-laki. Adiknya lahir dua hari menjelas si Neng berusia genap satu tahun.
Tingkah Neng pada usia satu tahun makin menggemaskan. Ocehan yang tidak jelas membuat kami semangat mengajaknya berbicara. Kecepatan merangkaknya pun sungguh luar biasa. Nah, yang lebih menggembirakan, ia mulai mampu berdiri. Satu dua langkah berjalan mampu ia.
Karena keterbatasan waktu, kami pun harus segera kembali ke rumah. Sebagai guru Pegawai Negeri Sipil, kami harus kembali bekerja pada tanggal 6 Januari setelah beberapa hari libur semesteran. Kerinduan kepada sang cucung (ada tambahan konsonan /ng/ sebagaimana dialek Melayu Sumatera Selatan menyebut cucu) kami salurkan melalui panggilan video. Setiap ada perkembangan kemampuan motorik, sang ayah memanggil kami untuk melihat si buah hati.
Siang tadi, Sabtu (25/1/2025), ada kiriman video. Cahayu berjalan digandeng ayahnya. Beberapa langkah kemudian si ayah melepaskan tangan Neng Ayu dan membiarkan dirinya berjalan di samping dirinya. Kedua tangan Neng Ayu terangkat ke atas, mungkin sebagai penyeimbang badan.
Mataku berkaca-kaca menahan haru. Cucuku berhasil berjalan cukup jauh Ia berjalan dari warung tetangga di lorong depan rumah hingga hampir sampai di simpang jalan.
Ketika keempat anakku mampu berjalan, hati kami berdua sebagai orang tua sungguh bahagia. Namun, kebahagiaan kali ini jauh lebih tingi dibanding ketika anak-anakku mampu berjalan sebagai fase perkembangan normalnya.
Bahagia kali ini sulit melukiskannya dengan kata-kata. Bahagia seorang kakek ketika sang cucung berhasil meninggalkan fase merangkaknya untuk menuju fase berlari pada tahap selanjutnya.