Saya orang Jawa, tinggal di dusun Sumatera Selatan. Pada awal tinggal di sini, belajar bahasa yang dipakai sehari-hari, baik bahasa yang baik dan sopan maupun kosa kata yang berkonotasi kurang baik.
Makanya, ketika mendengar kata 'ngabuburit' agak terbengong. Burit pada kata ngabuburit dalam bahasa Sunda ternyata bermakna 'sore' dan ini diabadikan di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI).
Sebaliknya, dalam bahasa dusun tempat saya tinggal, kata 'burit' (sama dengan makna dalam KBBI) adalah bagian belakang, buntut, dubur, atau punggung.
Makanya, seperti ada 'sesuatu' ketika harus mengucapkan kata ngabuburit.
Akan tetapi ngabuburit sudah menjadi kata yang populer di Indonesia dan dimaknai sebagai menunggu azan magrib menjelang berbuka puasa pada waktu bulan Ramadan. Kamus besar menyarankan memberi prefiks me-, sehingga diucapkan mengabuburit.Â
Tempat Mengabuburit
Berpuasa di bulan Ramadan itu menahan lapar dan haus. Apa pun keadaannya orang harus menahannya karena dengan sengaja memasukkan makanan, meskipun sedikit, ke dalam mulut hingga ke kerongkongan sudah pasti batal ibadah puasanya.
Mengabuburit dilakukan, terutama oleh anak muda, sebagai upaya untuk 'melupakan' lapar yang dideritanya. Bentuknya bermancam-macam. Ada kegiatan mengabuburit yang bernilai ibadah, artinya si pelaku mengharapkan pahala kebaikan dari Allah Swt.
Ngabuburit tipe ini dapat dilakukan di rumah atau di musala dan masjid. Contohnya: mengaji dan membaca/tadarus Al Quran, berbagi takjil kepada orang yang membutuhkan, menghadiri majelis taklim, atau memperbanyak zikir dan doa.
Selain itu, ngabuburit dapat dilakukan di tempat-tempat tertentu dengan alasan keindahan alam, keramaian, dan sebagainya.
Sebagai warga Musi Rawas, kami memiliki beberapa pilihan tempat untuk mengabuburit. O, ya, saya memilih kata kerja 'mengabuburit' sebagaimana disarankan KBBI.