Petang ini, satu jam menjelang buka puasa, saya membuka lemari pendingin. Tidak ada bahan makanan yang berarti. Ada sebungkus bahan untuk membuat sup berisi sepotong kol, sebatang wortel, daun bawang dan seledri. Selain itu ada cabe merah keriting. Belum ada lagi stok bahan makanan lain di kulkas. Saya pun ke dapur melongok bumbu apa saja yang masih ada. Bawang putih, bawang merah, kunyit, jahe, dan bumbu kemasan.Â
"Duh, masak apa, ya?" gumam saya.
Mata pun tertuju pada sebungkus mi instan. Bukan mi keluaran pabrik mi nasional yang sudah terkenal, melainkan mi lokal produksi salah satu pabrik di daerah saya, Sumatera Selatan. Mi itu kami peroleh dari sahabat yang punya hajat. Undangan berupa punjungan berisi nasi lauk disertai dua bungkus mi tersebut.Â
Saya yang hanya pandai menggoreng dan merebus ingin mencoba mengolah mi itu menjadi camilan menemani minuman dingin buka puasa. Jika masih banyak bisa dimakan untuk sahur nanti.Â
Saya masih ingat ketika anak perempuan saya memasak omelet menggunakan mi goreng instan. Petang ini saya ingin mencobanya.
"Meskipun bukan mi goreng, ada baiknya dicoba seperti buatan gadisku," kata saya dalam hati.Â
Saya pun menyiapkan bahan. Tidak lupa saya menyiapkan kamera. Ha ha ... proses memasak ini mestilah direkam, biar nanti bisa dibagikan ke Instagram.
Tidak perlu panjang lebar, deh. Langsung saja simak video sederhana dari masakan yang sangat sederhana. Keterbatasan bumbu yang ada di dapur, saya gunakan untuk memasak omelet mi. Inilah omelet mi dengan bumbu minimalis. Yuk, disimak!
Nah, akhirnya jadi juga. Ketika sirine tanda berbuka berbunyi, kami bertiga pun berbuka puasa. Setelah membaca doa dan meminum seteguk air, omelet mi buatan sendiri pun segera saya cicip. Nyam ...!Â
"Sedap, tidak perlu jajanan lain. Omelet mi ini nanti bisa buat sahur juga," kata saya kepada istri.