Setelah magic jar yang berisi 1,8 liter rusak, kami menanak nasi dengan dikukus. Ingin agar nasi tetap hangat, akhirnya saya memutuskan untuk membeli magic com. Jika magic jar hanya menghangatkan nasi, magic com melakukan keduanya: menanak dan menghangatkan nasi.Â
Ukuran magic com yang kami beli ukuran anak kos, 0,9 liter. Ya, karena di rumah tinggal kami bertiga: saya, istri, dan anak bungsu. Anak bungsu kami laki-laki, masih duduk di bangku SMA kelas X. Dia jarang makan pagi. Makan siang pada saat pulang sekolah sekitar pukul 14.30. Porsi yang dimakannya lumayan jumbo. Sorenya, jika nasi di magic com masih ada, ia makan dengan lauk favoritnya, telur dadar goreng yang dibuatnya sendiri.
Saya dan istri tidak begitu banyak makan nasi. Sehingga, beras 3 kaleng susu kental manis, setelah menjadi nasi kadang habis, kadang kurang, dan sering juga tersisa. Seperti petang ini, nasi di magic com tersisa sedikit, cukup untuk makan si anak bujang saja.Â
"Bu, kita makan di luar, yuk!"
"Makan apa?" jawab istriku dengan bertanya.
"Kita mencoba makan nasi bakar. Bagaimana?" Saya menawarkan sebuah pilihan.
"Baik. Sesudah Isya kita berangkat!" tukas perempuan paruh baya itu tanpa banyak kata.
Selesai salat Isya, kami pun berangkat ke kota. Rumah makan yang kami tuju adalah RM. Nasi Bakar 88. Jarak dari rumah sekitar 25 kilometer. Jarak sejauh itu kami tempuh dalam waktu setengah jam.
Jujur saja, saya belum pernah jajan di rumah makan yang hampir setiap hari penuh dengan pengunjung itu. Sore ini saya mengajak istri ke sana karena ia kelihatan lesu, seperti kehilangan napsu makan di rumah. Hi hi hi ... terang saja, nasi di magic com kan tinggal sedikit.Â
Setengah jam perjalanan, motor matic yang kami kendarai sampai di pelataran parkir rumah makan. Setelah motor saya parkirkan, kami berdua pun masuk dan disambut oleh pelayan dengan ramah. Lalu, sang pelayan memberikan pilihan.