Tentu saja saya tersenyum kecut. Kelas saya masih menggunakan hape, diutamakan hape atau gawai milik orang tua. Media sosial terutama WhatsApp menjadi media vital untuk berkomunikasi jarak jauh dengan orang tua dan siswa.Â
Kami masih membentuk grup WA. Grup itu digunakan untuk berkomunikasi dan juga menginformasikan berbagai hal, termasuk materi pelajaran, kuis, dan tugas-tugas lainnya.
Untuk melatih menulis, murid-murid kelas enam yang memiliki gawai saya ajak membuat blog menggunakan aplikasi Blogger. Sebagian anak sudah memiliki email sendiri. Sebagian lagi meminjam email orang tua. Dalam waktu tidak lebih dari satu setengah jam, anak-anak belajar membuat postingan dan cara mengirimkan tulisan di blog dalam bentuk tautan.
Jadi, meskipun pembelajaran sudah tatap muka, pemakaian gawai masih saya lanjutkan. Apalagi akun belajar siswa dan guru sudah diterbitkan. Jika sudah dibiasakan, penggunaan Google Workspace, misalnya tidak terelakkan lagi.Â
Ke depan, penggunaan teknologi dalam pembelajaran merupakan suatu keharusan. Jadi, ketika ketua komite mengatakan hape untuk pembelajaran  tidak diperlukan lagi karena sudah tatap muka, orang tua murid khususnya kelas enam tersenyum.Â
Mereka menatap wajah saya sambil tersenyum. Mereka sangat paham bahwa hape miliknya atau anaknya masih digunakan untuk membantu belajar putera-puterinya.
Nah, karena pembelajaran sudah tatap muka, hape dibuang? O, tidak!
Musi Rawas, 21 Agustus 2022
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H