Dalam sebuah tulisan di Kompasiana, seorang penulis menafsirkan konsep literasi ekonomi menurut pandangannya sebagai pemahaman seseorang yang terkristalkan dalam membuat pilihan cerdas terkait alokasi sumber daya.
Sumber daya sebagaimana kita ketahui memiliki makna luas, baik itu sumber daya alam, sumber daya manusia ataupun sumber daya lainnya. Dan dalam perjalanan saya sebagai penulis, ketika menjelajahi Perkebunan Indonesia Berdaya Dompet Dhuafa di Desa Cirangkong, Kecamatan Cijambe, Subang Jawa Barat, literasi ekonomi ini berpadu antara sumber daya manusia yang ahli dalam bidangnya dan juga sumber daya alam melimpah sebagai sarana penghidupan dunia dan bekal akhirat kelak.
Penasarankah?
Dalam kegiatan Blogger Meet UP! Waqf Productive Sharing Session & Visit, banyak sekali literasi ekonomi yang penulis dapat pelajari, aplikasikan maupun kedepannya menjadi salah satu aksi positif untuk menjadikan sumber daya manusia maupun sumber daya alam lebih berdaya guna dan menghasilkan lebih, lebih, dan lebih meningkat terus dari biasanya.
Cerahnya udara pada hari Kamis, 17 Oktober 2019, secerah para narasumber (Bapak Bobby P Manulang, sebelah kiri, Pak Kamaludin, manajer bidang ekonomi Dompet Dhuafa) serta Bapak Eman sebagai salah seorang petani binaan Dompet Dhuafa, Â memberikan keterangan dan penjelasan mengenaiÂ
kehidupan para warga Desa Cirangkong, salah satu tempat penulis dan para blogger menikmati langsung kehidupan warga di perkebunan binaan Dompet Dhuafa.
Dari penjelasan Bapak Bobby, meleklah penulis mengenai Wake Up wakaf, yang intinya dalah harapan untuk membangu,  kerangka membangunkan kembali kesadaran masyarakat dalam berwakaf, yang selama ini kita kenal dekat dengan 3 M, makam madrosah, masjid. Dan mungkin tidak terpikir ada objek lain yang dapat dikelola menjadi produktif.Â
Berhikmah pada sejarah Wakaf yang terkenal dari kisah sahabat Rasululloh SAW, yaitu Umar Bin Khotob yang saat itu menangis di hadapan Rosululloh, serta ingin menyerahkan tanahnya di Khaibar untuk perjuangan Rasululloh, karena tanah itu telah membuatnya asyik mengurusinya sehingga sering telat sholat berjamaah.Â
Uniknya, Rosululloh berkata, Jangan! Lebih baik tanah itu terus dikelola, tapi apa yang tumbuh di tanah itu sedekahkan. Sehingga tumbuh kesan pertama wakaf itu untuk kegiatan produktif, seperti di Turki saat ini wakaf telah menjadi peradaban, sebuah ekonomi yang mampu menyejahterakan rakyat. Hal ini tentu saja berbeda dengan Indonesia yang mengidentikkan wakaf lebih dekat yang 3 M tersebut.
Lantas, aset wakaf apa sajakah yang telah dikelola secara produktif oleh Dompet Dhuafa?