Sewaktu kecil awal tinggal di Bandung, kedua orangtua saya bekerja. Jadilah saya diasuh oleh keluarga orang lain. Beruntungnya saat itu, keluarga pengasuh saya termasuk keluarga berekonomi kuat yang diantara kedua putranya sudah bekerja.
Otomatis, setiap menamatkan puasa Ramadan, saat berlebaran saya kebanjiran uang salam tempel dari kedua kakak angkat, ayah angkat, ibu angkat, kedua orangtua saya sendiri, dan orang-orang tertentu lainnya. Dan ternyata ditahun seterusnya hal ini menjadi tradisi tahunan saat berlebaran.
Ketika kecil saya pasti kebanjiran uang salam tempel.
Senang sekali rasanya saat itu. Setiap bulan Ramadan tiba saya bersemangat untuk berpuasa, salah satu motivasinya adalah hadiah uang salam tempel dari orang terdekat.
Usai berlebaran hari pertama dan menghitung jumlah uang salam tempel yang berlimpah bersama kedua orangtua, mereka tidak pernah mengganggu atau meminta uang salam tempel untuk mereka simpan seperti melihat orangtua lainnya. Justru, ibu menyuruh saya menyimpan uang itu dengan baik dan meminta memisah-misahkan uangnya: sebagian dimasukkan ke dalam celengan bambu untuk persiapan sekolah nanti, sebagian untuk membeli barang yang diinginkan, dan sebagian lagi dimasukkan ke kencleng masjid karena rasanya saat kecil saya tidak memiliki banyak keinginan dalam membeli sesuatu.
Satu hal yang ibu saya tegaskan, kalau dikasih ya diterima tapi jangan pernah meminta-minta kepada siapapun. Apalagi sebagai pendatang, tentunya kita harus lebih berhati-hati. Justru ibu malah mengharuskan kepada saya untuk belajar dari kedua kakak angkat dalam berbagi rezeki sebagai tanda rasa syukur kepada Sang Maha Pemberi, Allah subhanahu wata 'ala.
Apapun kondisinya harus selalu bersyukur karena banyak yang lebih kekurangan. Saya yang pada saat itu tinggal di antara pendatang di daerah Cicadas-Bandung, memang melihat langsung di antara tetangga ada yang jadi pedagang keliling, pembantu rumah tangga, buruh pabrik, dan lainnya. Boleh dikatatakan saya paling beruntung di antara anak lainnya di area kontrakan itu karena ada keluarga yang bersedia mengasuh tanpa dibayar malah saya mendapat fasilitas kenikmatan luar biasa.
Jika pada saat kecil salam tempel langsung diberikan oleh mereka yang lebih tua dengan cara menempelkan sejumlah uang, dimana nominal jumlah uangnya terlihat jelas. Sedangkan pada zaman sekarang, uang salam tempel tak hanya sekedar diselipkan dalam tangan orang yang disalami. Penggunaan amplop pembungkus uang lebaran tampak lebih sopan. Tentunya ini menjadi pembelajara tersendiri bagi anak-anak. Apalagi gambarnya unik-unik, lucu, menarik, warna-warni, dan bertuliskan, SELAMAT HARI RAYA IDUL FITRI, mohon maaf lahir dan batin. Seakan menggambarkan keceriaan masa kanak-kanak pada Hari Raya Idul Fitri.
Belajar dari kebahagiaan saat kecil ketika menerima uang salam tempel, rasanya tak salah jika salam tempel ini menjadi tradisi. Anak-anak adalah pribadi polos yang masih memerlukan pengertian, bimbingan, dan arahan dari mereka yang sudah mengerti tentang kehidupan untuk membedakan benar dan salah, untuk membedakan yang mana harus dilakukan dan tidak boleh dilakukan.
Tentunya, pihak keluarga dan orang terdekat harus memberikan pengertian tentang makna salam tempel itu sendiri. Salam tempel bukanlah sekedar hadiah uang semata. Namun ada nilai-nilai tertentu dalam tradisi salam tempel, misalnya saja: ketika berkeliling antar tetangga atau antar saudara tujuannya untuk bersilaturahmi agar kekerabatan makin terjalin erat dan bukan semata untuk mendapatkan uang dari pemilik rumah saat berkunjung ke rumah siapapun. Jadi, jangan berkecil hati atau bersedih ketika tidak mendapatkan uang salam tempel.
Jika salam tempel adalah hadiah, maka biasanya hadiah didapatkan oleh mereka yang telah mengikuti kegiatan, menyelesaikan tugas, atau memenangkan lomba. Jadi, hadiah adalah bentuk penghargaan untuk mereka yang sudah menyelesaikan tugas atau memenangkan perlombaan, seperti berhasil melaksanakan puasa Ramadan sebulan penuh.