Mohon tunggu...
Susanna Bahri
Susanna Bahri Mohon Tunggu... mahasiswa -

Public Relations - Aktivis - Muda, Berkarya, Berjaya | @susanbahri

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Media Massa: Tidak Ada Tempat Aman dan Ramah bagi Anak!

13 Mei 2014   07:38 Diperbarui: 23 Juni 2015   22:34 117
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Media. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Free-photos

Maraknya pemberitaan media massa tentang kekerasan seksual pada anak, baik kekerasan seksual yang dialami oleh anak-anak dengan jenis kelamin perempuan maupun laki-laki, membuat bulu kuduk saya berdiri. Media massa terlalu bernafsu mengekspos pemberitaan tentang korban dan setting kejadian, namun terlihat kurang berminat dalam menyajikan solusi atau tips bagi masyarakat, khususnya para orangtua dalam mendidik dan melindungi anak-anaknya.

Media massa yang gencar memberitakan peristiwa ini dalam beberapa pekan terakhir, seakan mencoba memberi peringatan kepada masyarakat bahwa tidak ada lagi tempat yang aman dan ramah anak di Indonesia, mulai dari lingkungan keluarga, sekolah, tempat umum, bahkan tempat ibadah. Lalu, agak wajar jika kemudian saya bertanya, apakah media massa turut menginformasikan dimana tempat yang aman dan ramah bagi anak-anak kita?

Ya, saya tahu pasti, bahwa dimanapun anak kita berada, ancaman akan selalu ada. Namun, pemberitaan yang terlalu gencar mengenai korban dan setting kejadian justru akan semakin memperburuk keadaan. Alasan saya adalah pertama, pemberitaan yang mengekspos korban yang notabene adalah seorang anak, akan membuat anak merasa semakin terpukul dan terpuruk. Anak akan merasa bahwa "aduan" yang ia lakukan kepada orang terdekatnya adalah penyebab kekacauan yang terjadi. Ditambah lagi, banyak masyarakat kita yang belum bisa menerima kejujuran dan keterbukaan oranglain, sehingga mereka sibuk menghakimi dan mengutuk korban. Yang sering kita lupakan, ketika anak-anak lain melihat penderitaan korban, mereka akan melihat dan menilai bahwa kejujuran dan keterbukaan justru membawa petaka bagi diri sendiri. Sehingga wajar jika banyak korban kekerasan, baik itu anak-anak, remaja, bahkan orang dewasa yang kurang asertif ketika menjalani sebuah hubungan beresiko.

Kedua, pemberitaan yang mengekspos lokasi kejadian, baik itu rumah sendiri (kasus-kasus incest), lingkungan sekitar (pencabulan oleh tetangga), sekolah (kekerasan seksual oleh guru, petugas kebersihan sekolah, teman sekolah), tempat umum (penculikan, pemerkosaan), hingga tempat ibadah (pelecehan oleh guru ibadah), hanya akan membuat para orangtua semakin cemas. Kecemasan ini kemudian dijadikan alasan untuk membatasi hak anak. Batasan dimulai dengan para orangtua memilihkan sekolah terbaik dan aman versi orangtua untuk anaknya. Kemudian memilihkan hobi yang tepat (versi orangtua) kepada anak. Lalu, orangtua membatasi pertemanan anak, hingga akhirnya orangtua lah yang menentukan masa depan anak, bukan anak itu sendiri.

Ketiga, media massa yang tidak segan menarasi deskripsikan kejadian kekerasan seksual pada anak, mulai dari bagaimana kejadian itu bermula hingga terbongkarnya, seakan ingin "mengajari" penikmat berita untuk meniru apa yang disajikan dalam pemberitaan tersebut. Sehingga dengan pemberitaan yang marak itu, bukannya membuat efek jera dan mengurangi kasus kejahatan seksual pada anak, justru akan membantu mendongkrak jumlah kasus-kasus kekerasan pada anak.

Dari ketiga alasan tersebut di atas, saya menyatakan bahwa media massa sangat berperan dalam mengatur pola tumbuh kembang anak. Karena media massa dapat memaparkan pengaruhnya, kepada khalayak yang sangat luas dan massif, tidak mengenal usia, jenis kelamin, strata sosial, agama, budaya, dan sebagainya. Harusnya, jika memang media massa ingin memberitakan kasus kekerasan pada anak, yang dimaksudkan agar anak mendapatkan perhatian dan perlindungan lebih dari para orangtua, baiknya media massa hanya fokus kepada pelaku kejahatan, mengawal hukum atas kasus tersebut, mengekspos apa sanksi yang akan diberikan oleh lembaga hukum negara ini kepada pelaku kejahatan kekerasan terhadap anak.

Bukan saja untuk aktor dalam media massa, namun juga untuk para orangtua, untuk para penikmat berita, agar kiranya dapat lebih selektif dalam memilih sajian berita, menyadari bahwa apa yang disajikan oleh media massa itu bukan lah sebuah kebenaran mutlak. Harus diingat bahwa dibalik pemberitaan media massa, ada institusi, ada subjek-subjek yang bertugas mencari, membuat, menyunting dan menyajikan berita. Ada subjek yang menjadi pemilik perusahaan media massa, ada orientasi keuntungan di sana. Jadi wajar jika, "berita yang disajikan mengikuti permintaan pasar", sedangkan pasar sektor ini sangat sangat sangat suka dengan apa yang disebut, "a bad news".

Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun