Katanya ada 4 pegunungan salju terindah di planet ini, salah satunya South Alpen Mountains di South New Zealand (Selandia Baru Selatan) yang menjadi salah satu alasan saya pergi kesana pada Agustus 2023 lalu. Dari Jakarta membutuhkan waktu kurleb 11 jam naik pesawat dengan satu kali transit di Australia dan mempunyai perbedaan waktu 5 jam dengan Indonesia bagian barat. Bulan Agustus malah winter atau musim dingin di New Zealand walau suhunya tidak se-ekstrem seperti  musim dingin di negara empat musim yang lain. Selama saya berkunjung di sana, paling dingin saat tengah malam bisa mencapai minus 2 derajat celcius.Â
Saya juga ingin membuktikan apakah benar negara yang luasnya 2x pulau Jawa dengan penduduk sekitar 5 juta ini memang layak beberapa kali mendapat gelar sebagai negara terbaik di dunia untuk tempat tinggal dengan tingkat kerukunan masyarakat yang kuat berdasarkan kebebasan pribadi dan toleransi sosial yang tinggi ditambah dengan ekonomi perdagangan terbuka. Yang pasti disana tidak ada polusi udara, saya seperti sedang terapi pernapasan selama liburan 10 hari disana, paru-paru terasa enteng walau banyak melakukan aktivitas outdoor karena yang ditawarkan disana adalah wisata alam.
Setelah mendarat di kota Christchurh yang merupakan salah satu kota besar di South Island, New Zealand, kami langsung menuju Lake Tekapo untuk melihat dengan mata telanjang jutaan bintang yang terang di langit pada tengah malam di tempat tergelap di bumi dan kami sangat beruntung malam itu cuaca cerah, tidak turun hujan maupun salju sehingga dapat menikmati stargazing dengan maksimal yang merupakan pengalaman pertama saya dan mungkin sekali seumur hidup mendapat pengalaman sedahsyat ini, pokoknya merinding melihat fenomena alam ini.
Keesokan harinya kami berangkat pagi hari dari penginapan menuju Cook Mountain untuk hiking, mata saya dimanjakan oleh pemandangan yang spektakuler sepanjang perjalanan. Sungai bercabang 6 yang berkelok kelok, danau berwarna hijau dan biru yang berpendar oleh sinar matahari, deretan bukit bersalju, padang rumput savana dengan gerombolan biri-biri berbulu lebat yang sedang makan atau gerombolan sapi berkulit coklat mengkilat dan kuda-kuda perkasa yang anggun , semuanya bagai lukisan indah di atas kanvas seperti puisi surgawi.
Kami mulai hiking di Mount Cook jam 09.00 waktu setempat, saat itu suhu sekitar 2 derajat celcius dan sudah banyak pendaki yang bersiap untuk hiking. Disini mempunyai 3 checking point yang masing masing dihubungkan dengan jembatan panjang untuk menyebarang ke puncak yang lain dengan durasi sekitar 1 jam tiap checking point. Diluar dugaan tracking pendakian sangat licin hari itu karena bekas hujan salju semalam, saya harus jatuh bangun untuk bisa terus naik dan hanya sanggup mencapai checking point kedua. Saat kembali turun ternyata jalur tracking semakin licin karena es sedang mencair yang membuat saya terjungkal berkali-kali huhuhu.Â
Keesokan hari, kami city tour ke kota Arrowtown untuk mencicipi es krim dan fish chip yang terkenal disana dan saya sempat mencoba toilet umum unik yang pintunya akan terbuka otomotis tiap 6 menit, mungkin toilet umum jenis ini belum ada di Indonesia hehehe. Kemudian lanjut untuk jogging di Glenorchy yang mempunyai danau indah yang dilengkapi dermaga dengan latar belakang pegunungan salju. Jalur tracking disini landai dan tidak licin bebas dari tumpukan salju dengan kanan kiri padang rumput tinggi yang mengering karena musim dingin.
Dari sana kami menuju kota Queenstown yang merupakan salah satu kota besar di South New Zealand untuk menginap selama 3 malam. Kotanya terletak di pinggir danau yang luas yang tepinya banyak kapal-kapal bersandar dan burung-burung camar mencari makan, suaranya bersahut-sahutan terdengar seperti harmoni musik di telinga, saya sempat naik cruise mengelilingi danau tersebut yang ditempuh sekitar 1 jam. Saat itu dermaga padat dengan wisatawan mancanegara, restaurant penuh semua dan harus menunggu lama untuk mendapat meja. Kita dengan mudah menemukan restaurant dengan berbagai masakan Asia disana dari Thailand, Vietnam, China, Jepang bahkan India yang dikelola oleh immigrant dari masing masing negara tersebut.
Selama berkeliling South New Zealand, kami menggunakan campervan yang kapasitasnya 10 orang. Disana denyut kehidupan berjalan santai, di kota kota besar seperti Chrischurh, menjelang senja  jalan mulai sepi karena toko-toko tutup jam 17.00, hanya sebagian restaurant dan cafe yang masih buka. Apalagi di kota-kota kecil, jarang sekali bisa berpapasan dengan orang di jalan. Sedangkan ibukota negara, Wellington terletak di North New Zealand atau Selandia Baru Utara dan kali ini saya tidak sempat berkunjung kesana.
Kalau anda mempunyai kesempatan datang kesana, jangan lupa mencoba beef steik karena sapi asal New Zealand terkenal sebagai salah satu sapi kualitas terbaik di dunia dan cicipi  juga ikan salmon mentah yang rasanya beda dengan salmon disini.
Hmmm....bila surga itu memang ada, bisa jadi alam dan suasananya seperti South New Zealand atau Selandia Baru Selatan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H